Monday, April 30, 2007

ke rumah sakit

"Sebaiknya Jangan Mengunjungi Rumah Sakit Bila Tidak Perlu"

Tulisan bernada peringatan diatas saya temukan di Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Menggelitik, dan unik. Seberapa pentingkah latar belakangnya sehingga 'peringatan' diatas muncul di sebuah lorong masuk pintu masuk utama bangunan lama RSHS? Apakah mungkin, orang pergi ke RS tanpa sebuah perlu diluar kesehatan, atau bahkan iseng?

Rumah Sakit (RS), adalah tempat banyak manusia datang untuk berobat. atau secara umum, berurusan dengan kesehatan. tidak pandang bulu, mulai bayi sampai kakek/nenek yang berumur. di RS, pemandangan 'memilukan' akan banyak kita dapatkan. tangis bayi, jeritan orang, wajah menahan sakit, pandangan yang sendu, tangis dari para pasien atau keluarganya. dan di sisi lain, (normalnya) selalu ada wajah sejuk para perawat, dokter atau petugas RS.

Berkunjung ke RS, terutama sebagai orang sehat, akan mengingatkan bahwa kesehatan adalah nikmat yang sangat besar, yang jarang disadari (sama halnya dengan nikmat waktu). sebagai orang yang sehat atau orang yang masih diberikan hidup sekalipun sakit, nikmat itu tentunya harus disyukuri. ditambah pula biaya kesehatan di RS tidak bisa dikatakan murah sekarang ini.

Nikmat hidup, itulah salah satu dari yang apa dipetuahkan Luqman untuk senantiasa menghidupkan nuansa syukur dalam kehidupan. Untuk menghidupkan hati syukur tersebut, Luqman menasehatkan untuk rajin berziarah kubur, mengunjungi orang yang miskin, dan menjenguk orang sakit (CMIIW).

Nah.., jika dikaitkan antara nasehat itu dengan tulisan di RSHS diatas, maka sebenarnya mengunjungi RS adalah sebuah 'kebutuhan' bagi semua manusia yang ingin menghadirkan rasa syukur pada Pencipta. jadi, ada keperluan untuk mengunjungi orang sakit. dan, RS mungkin tempat yang relatif lebih nyaman jika dibandingkan dengan slum area, atau kuburan (sekalipun di San Diego Hills, Karawang).

Ditambah lagi dalam dunia layar kaca kita, bahwa para perawat, dokter baik laki-laki maupun perempuan di RS selalu digambarkan dengan stereotip baik, ramah dan 'good looking'. ini memang 'side effect', tapi jika saat side effect membuat kita menjadi lebih nyaman, maka side effect itu pun kemudian manjadi salah satu faktor pendorong yang kuat.

Jadi, datang ke RS karena alasan kesehatan pribadi atau mengunjungi kerabat yang sakit disana secara langsung atau tidak langsung akan menimbulkan kesadaran dan bersyukur akan nikmat kesehatan yang luar biasa dari Sang Khaliq. lalu jika 'perhiasan dunia' yang (tidak sengaja) terlihat dan ikut terlibat disana, anggap saja sebagai selingan pemanis kehidupan. pun tidak dilarang juga dalam agama untuk menuju akhirat dengan tidak meninggalkan kehidupan dunia (betul?).

Dan tidak ada hubungan pasti serta jelas, antara pasien yang sudah tercatat resmi di sebuah RS tertentu dengan alasan mengapa lebih suka ke RS tersebut di tengah banyaknya RS di sebuah kota besar. atau jangan-jangan, mungkin karena adanya 'side effect' tertentu sehingga hal itu bisa terjadi.

Bagaimanapun itu, memang sebaiknya jangan mengunjungi rumah sakit bila tidak perlu, bukan begitu?

Friday, April 27, 2007

Perempuan!

Sudah selesai itu untuk ku

Mengerikan, mengerikan benar perempuan itu
Mereka tak pernah bisa percaya,
Mereka tak biasa jujur,
Sekalipun pada diri sendiri

Mengerikan, mengerikan sekali perempuan itu
Hati mereka serasa tembok keangkuhan
Yang menghantarkan pintu-pintu kesepian

Jangan pernah percaya pada mereka
Karena pada diri sendiri pun
Mereka ingkar
Jangan pernah dengarkan apa kata mereka
Karena mereka tak punya jiwa
Untuk mendengar denting roman
Dan segenggam rasa harap

Mengerikan, mengerikan benar perempuan itu

-25 Januari 07-
'mengerikan' word, inspired from Gadis Pantai, Pramoedya

---
*Matur nuwun sekali, kepada ubrit atas design header dan mas bandoro atas edit html.. :)

Thursday, April 26, 2007

Merapikan accounts internet

Beberapa hari akhir-akhir ini, saya mencoba untuk merapikan accounts yang saya miliki di internet. maksudnya seperti ini. seringkali kita mempunyai beberapa accounts email, milis, blog, penyimpan photo dan lain-nya. jadi, demi mempermudah kehidupan di dunia maya dan pastinya menjadikan lebih teratur, merapikan accounts tersebut saya pikir sangat penting bagi netters.

Pertama, email. saya memutuskan untuk hanya concern menggunakan dua layanan email utama, yakni Yahoo dan Gmail. alasannya sederhana, Yahoo mensupport milis Yahoogroups, Flickr (album foto), messenger (YM) serta layanan Yahoo lainnya. sedangkan Gmail, satu paket dengan layanan Google lainnya, seperti Blogger, Gtalk (messenger), Picasaweb (album foto) dan Feed Reader (yang baru saja saya optimalkan akhirnya).

Selain layanan yang sangat high-supportable tersebut, kapasitas media penyimpan juga besar. untuk Gmail, buat milister pasti sangat menyukai model one-theme-thread yang diberikan Gmail. untuk satu tema (apalagi buat tema yang panjang reply-nya), semua dimasukan dalam thread sama. mudah dalam membaca, membalas dan yang lebih penting, rapi!

Dan untuk membuat lebih mudah, maka saya konsisiten menggunakan ID dan password dari beberapa kombinasi yang tetap, misal 2 ID (masing-masing untuk Yahoo dan Gmail) dan 3 Password, sehingga konsisten dan akan lebih mudah mengingat. pun kombinasi ID dan password itu juga digunakan untuk layanan lain, semisal you tube, friendster atau photobucket (btw, gmn cara merapikan album foto di accounts berbeda ya?). dan yang biasanya terjadi, banyak sign up dengan banyak ID-password sehingga membuat lupa si pembuat.

Kedua, milis. berapa milis yang anda ikuti? saya ternyata mengikuti 28 milis Yahoogroups. sebelumnya, saya menggunakan 2 accounts dalam 28 milis tersebut. akhirnya, sekarang saya putuskan untuk menggunakan satu account sehingga integrated dan lebih mudah memantau serta mengelola semua acoounts milis. apalagi, dari 28 milis tersebut saya mempunyai 1 owner dan 4 moderator.

Ketiga, blog. Akhirnya saya memutuskan untuk mengoptimalkan fungsi Feed Reader untuk memantau updating dari blog friends atau persons di sidebar blog ini. sekalipun tidak kelihatan tampilan blognya, tapi bagaimanapun substansi lebih berguna dari pada konteksnya. kalau misal ingin melihat tampilan, ya.. tinggal diklik link alamat blognya saja.

Bagaimana caranya? sekarang, setiap blog pasti mempunyai settingan feed. misal untuk blogspot (untuk blog ini): "http://3an.blogspot.com/feeds/posts/default" untuk postingan dan "http://3an.blogspot.com/feeds/comments/default" untuk komen. pembaca blog tinggal men-subscribe feed tersebut dalam feed reader, misal dipilih Google Reader (GR).

Dalam GR kita bisa men-subscribe (add subscriptions) beberapa blog dalam satu tampilan. dan, jika ingin membaca, tinggal diklik blog yang sudah di-subscribe. jadi, kita akan tahu blog (sudah di-subscribe) yang update dan belum kita baca, serta tinggal diklik untuk membacanya.

Mudah dan simpel. sangat menghemat waktu, tak perlu satu-satu blogwalking ke oriented-blogs kita. dan kita akan tetap update terhadap blogs tersebut (biasa selisih sekitar 15 menit dari halaman aslinya), kesempatan memberi komen pada saat-saat awal terbuka dan yang penting silaturahim dunia maya terjaga.

Teknologi, seharusnya membuat hidup kita lebih mudah. Tapi tidak untuk menjadi manja.


*gatal sekali ingin update blog, jika setiap hari ada di depan internet.

Tuesday, April 24, 2007

Jatiluhur

Jatiluhur adalah salah satu waduk hasil karya hebat manusia yang bisa kita nikmati hari ini. waduk ini diberi nama sesuai dengan letaknya, di kecamatan Jatiluhur, Purwakarta. sekali di bulan lalu, saya berkesempatan melihat dari dekat waduk ini.

Pertama, jika anda berkesempatan datang ke waduk ini, pilihlah untuk melihat dam utama-nya terlebih dahulu, daripada ke tempat rekreasinya. tentu, ini bergantung dengan siapa kita datang. namun, melihat dam utama bagi adventurer sepertinya akan lebih menarik.

Sebelum masuk kawasan Jatiluhur, pengunjung harus membayar 5000 rupiah (resmi tiket). Namun, ketika akan masuk dam utama, pengunjung masih diminta 5000 rupiah lagi, yang ini jelas-jelas tidak resmi. tapi demi ingin melihat dam utama, berikan saja dan niatkan sebagai amal.

Ini adalah jalan diatas bendungan, dilihat dari tengah ruas jalannya, di depan saluran dam.
Dari saluran di bawah ini, air dam dialirkan sesuai kebutuhan keluar waduk. setelah tanya, ternyata pengunjung boleh untuk masuk ke bangunan saluran di bawah.
Di 'dalam' bangunan tersebut, ada pemandangan yang kalau dilihat membuat kepala pusing karena saking curamnya.
Kemudian, dari atas bangunan saluran dam, kelihatan setengah panjang bendungan arinya.
Air yang dikeluarkan sesuai kebutuhan, dialirkan untuk menggerakkan turbin PLTA, menuju sungai kecil untuk pengairan, dan kebutuhan lainnya.
Menurut Wikipedia, waduk Jatiluhur ini mulai dibangun tahun 1957 oleh kontraktor dari Perancis. selesainya kapan, mungkin waktu zaman orde baru. Dan di sisi utara danau waduknya, terdapat wahana rekreasi keluarga seperti wisata air, aneka makanan ikan, dan water boom. di bawah ini (sayang kurang jelas terlihat), pemandangan danau dengan banyak rumah apung di tengahnya untuk penakaran ikan, dan beberapa rumahnya disulap menjadi restoran apung.
Saya tidak sempat menikmati lebih jauh dengan wahana wisatanya, karena juga kurang bermakna kalau hanya dilakukan sendiri.

Datanglah kalau berkesempatan. toh tidak terlalu jauh, baik antara Jakarta atau Bandung. Masuk tol Cipularang, keluar pintu Jatiluhur-Ciganea belok ke kiri sejauh kurang lebih 5 km. Di dekat waduk, juga terdapat stasiun satelit bumi yang dikelola Indosat. Tambah menarik, melihat hasil karya manusia di Indonesia. Dan akhirnya, Indonesia ternyata tidak sebegitu terbelakangnya.

***
Lebih lengkap beberapa foto di Jatiluhur, silahkan ke album di bawah (sekalipun bukan foto-foto yang sangat bagus).

Friday, April 20, 2007

perempuan dalam profesi

Apa yang dibicarakan dalam hari kartini? Tentang perempuan, emansipasi, posisi atau perannya dalam kehidupan luas. Sekalipun setiap tahun, setiap kesempatan di bulan april atau desember perempuan ramai dibicarakan, selalu saja ada hal-hal tentang perempuan yang menggugah para 'pemerhati’ ke-perempuan-an untuk dibicarakan kembali di momen hari-hari perempuan tersebut.

Tentang emensipasi, secara prinsip adalah keinginan mengangkat posisi perempuan dalam ranah sosial yang banyak dikuasai laki-laki. Dan karena pengangkatan, selalu ada bagian yang ditinggalkan menjadi kosong atau sedikit tak terisi, yaitu ruang domestik yang sejak dulu diidentikan dengan wilayah perempuan. Namun secara praktis hal tersebut bisa saja dihindari atau setidaknya diminimalisir melalui sebuah dialog.

Hal yang lebih prinsip lagi, emansipasi bukanlah ‘gerakan’ kasihan. Karena perempuan tak perlu dikasihani kemudian diangkat ‘derajat’nya. Emansipasi adalah sikap dan tindakan kesadaran atas potensi dan peran yang secara alamiah bisa dilakukan perempuan. Seperti apa?

Membicaran ide awal kartini untuk menyamakan pendidikan antara laki-perempuan tentu sudah tidak relevan lagi. Perempuan di negeri ini telah bebas mengenyam pendidikan mulai dari tingkat bawah sampai perguruan tinggi. Sehingga arah pembicaraan selanjutnya adalah realisasi dari pendidikan yang didapatkan perempuan dalam kehidupan masyarakat.

Perempuan terpelajar, yang mendapatkan pendidikan (materi, tugas dll) tanpa pembedaan prinsip adalah aset yang berharga. Sekalipun mempunyai keterbatasan dalam keleluasaan bergerak (dibanding laki-laki umumnya), kemampuan perempuan dalam akademik tidaklah perlu diragukan, bahkan sengat banyak pelajar-pelajar berprestasi datang dari perempuan.

Timbul masalah kemudian ketika sang perempuan meninggalkan dunia sekolah. Banyak perempuan-perempuan yang ‘memilih’ untuk tidak ‘berkompetisi’ dalam pekerjaan atau bidang untuk pengoptimalan pengetahuan yang sudah didapatkannya. Padahal, mereka sama-sama merasakan perjuangan untuk mendapatkan sebuah gelar sarjana, misalnya. Namun setelahnya, banyak perempuan yang memilih tidak mengoptimalkan potensinya tersebut dalam wilayah yang lebih luas.

Fenomena tersebut, bisa disebabkan oleh hal-hal berikut: pertama, paradigma yang masih banyak di masyarakat, bahwa perempuan adalah domestik un sich. kedua, sikap ‘pasrah’ perempuan atas ‘idiom kehidupan’ yang diidentikan kepada mereka. dan ketiga, Syndrom perempuan karir yang negatif (meninggalkan rumah tangganya dsb).

Namun yang utama adalah pandangan laki-laki atas perempuan sendiri. Artinya, tidak banyak laki-laki yang berkesadaran untuk menempatkan perempuan sesuai dengan potensi keprofesian yang dimilikinya. Dalihnya bisa macam hal, misalnya bahwa mendidik anak-anak di rumah adalah menyiapkan generasi depan bangsa, pekerjaan besar untuk masyarakat dan akan berbeda prosesnya antara perempuan lulusan SMP atau PT.

Sekali lagi, ini sebuah pilihan memang. Dan kemerdekaan untuk memilih itu tetap ada pada diri perempuan. Tapi secara prinsip, mereka punya potensi yang harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat. Karena perempuan sudah mendapatkan kesempatan pendidikan tinggi, maka seharusnya bisa kontribusi sesuai dengan potensinya tersebut.

Kembali ke hal prinsip, bahwa perempuan terpelajar punya potensi kompetensi. Secara sosial, kesempatan berpendidikan yang diberikan masyarakat seharusnya dikembalikan lagi. Kita tidak sedang berbicara tentang perempuan karir yang menduduki jabatan strategis korporat dan melalaikan rumah tangganya. Bukan pekerjaan atau jabatan yang utama, tapi optimalisasi bidang kompetensi. Hal yang bisa diartikulasikan dalam pelayanan masyarakat, dunia pendidikan anak, pemberdayaan perempuan, entrepreneur dan banyak bidang lainnya. Dan dalam rumah tangga, sekali lagi secara praktek bisa diselesaikan dalam satu kata: Dialog.

Memberikan kesempatan ‘berkarir’ bagi perempuan juga bukan tindakan tanpa waspada bagi laki-laki. Karena itu artinya ‘merelakan’ bagian-bagian yang seharusnya ‘ladang’ laki-laki kepada perempuan. Negatifnya yang ekstrim, masalah pekerjaan yang bisa menimbulkan pegangguran laki-laki. Padahal secara norma agama, laki-laki yang berkewajiban untuk bernafkah.

Secara lebih luas, perempuan adalah makhluk yang tekun. Prestasi yang dicapai sebagian besar karena ketekunan dan kesabaran, hal yang biasanya jarang ada pada laki-laki. Memberikan kesempatan perempuan untuk berkarir, artinya memberikan celah pada perempuan untuk lebih ‘tinggi’ daripada laki-laki. Dalam kehidupan keluarga atau calon pasangan, bisa terjadi penghasilan perempuan lebih besar daripada laki-laki.

Dua hal diatas, yang secara tidak langsung ada dalam alam bawah sadar laki-laki. Butuh kesadaran, persis dengan yang saya sampaikan diatas bahwa kendala utama ‘optimalisasi kompetensi’ perempuan ada di pihak laki-laki. Padahal, perempuan tidak bisa dipisahkan dari laki-laki. Disinilah, umumnya perempuan menemukan titik lemah. Namun semua manusia punya pilihan, dan perempuan pun bebas untuk memilih.

Selamat Hari Kartini...

Thursday, April 19, 2007

2 tahun

2 tahun, bukan waktu yang lama atau sebentar. Tapi 2 tahun itu, adalah sebuah proses kehidupan.

2 tahun, Abu Bakar membangun tegaknya prinsip-prinsip aqidah islam setelah wafatnya Muhammad SAW. Dengan apa yang dilakukannya, maka sangat kuatlah pondasi untuk berdirinya kemaharajaan Islam di masa sesudahnya.

2 tahun, seorang balita akan sudah bisa berjalan. Sudah harus bisa lebas dari susuan ibu. Dia seharusnya pula sudah bisa berbicara, sekalipun sedikit. Dan jika masih belum bisa berbicara, bermacam-macam terapi pun terpaksa harus dilakukan.

2 tahun, adalah usia blog ini mulai dipublikasikan. Sudah banyak yang ditulis, dan ini adalah tulisan ke-116. Berbagai macam pula jenis tulisan yang ditampilkan. Tangggapan atau bantahan atasnya, pun sudah tidak sedikit. Pengunjung, sudah hampir angka 10 ribu.

2 tahun, sangat lama untuk menunggu sebuah keputusan. Menunggu sendiri sudah membosankan, apalagi untuk hal yang menyayat hati dan perasaan, senantiasa menjatuhkan bulir air mata. Tak perlu selama itu, jika akhirnya tetap tak bisa lagi bersama.

2 tahun, waktu normal yang diberikan untuk mendapatkan gelar master. Bahkan, banyak pula program yang cukup hanya dengan 18 bulan. Dan setelahnya, titel itu pun kadang tidak berkorelasi langsung dengan besaran kontribusi kepada bangsanya.

2 tahun, jarak antar zaman melalui misteri sebuah kotak pos. Pada akhirnya, seorang laki-laki datang kepada perempuan di tepian rumah danau (lake house). Kemudian salah satunya mengatakan kepada yang lain, you waited me.

2 tahun, di masa depan, mungkin akan menjadi masa-masa penting dalam diri seorang manusia untuk mulai merangkai mahligai cinta sejatinya. Butuh persiapan pastinya. Tapi tetap saja lebih butuh keberanian untuk mengambil keputusan besar itu.

Dan untuk 2 tahun, sebelumnya, sekarang atau yang akan datang. Dari lubuk hati, diri ini ingin mengucapkan, mohon maaf dan terima kasih. Semoga Allah SWT memberkati.




I am 23 for this moment...




Wednesday, April 11, 2007

Perang Bubat: Dyah Pitaloka dan Gajahmada


Alkisah, Majapahit adalah negara kerajaan yang besar di masa lampau, sekitar abad 14. Sang Patih, Gajahmada (GM) adalah otak kejayaan Majapahit. Namun, wilayah pasundan adalah satu-satunya daerah di Jawa -bahkan di bumi nusantara yang belum berhasil disatukan (dikuasai) oleh Majapahit. Kekuasaan yang luas membentang dari semenanjung Malaka, Filipina hingga ujung timur tak lengkap tanpa masuknya tatar Sunda, wilayah belakang pekarangan Majapahit sendiri.

Inspirasi sejarah diatas yang melahirkan Dyah Pitaloka (DP) sebuah karya sastra bergenre fiksi besutan Hermawan Aksan dan Perang Bubat (PB) sebuah fiksi realis buah pena Langit Kresna Hariadi. Sekalipun didasari oleh latar belakang sejarah yang sama, masing-masing karya tersebut berdiri sendiri untuk menyakinkan pembacanya, seolah-olah jalinan cerita buku tersebut adalah ’sejarah yang benar’.

Dikisahkan dalam keduanya,
Hayam Wuruk (HW) adalah raja kerajaan besar yang sudah waktunya beristri, namun belum memiliki calon. Hal itu menimbulkan kegelisahan Tribuanatunggadewi, sang ibu yang sekaligus raja sebelum HW. Diadakanlah seleksi wanita-wanita tercantik Majapahit dengan cara mengirim para pelukis kerajaan ke seluruh wilayah. Tapi, tak satupun hasil lukisan tersebut yang menggetarkan sang prabu. Kemudian, datanglah ide untuk ”mengikutkan” putri raja Sunda Galuh yang terkenal ayu, Dyah Pitaloka Citaresmi (DPC). Raja Linggabuana (LB) terbuka, namun pelukis majapahit yang dikirimkan kesulitan untuk melukis keelokan wajah sang putri.

Sampai pada titik tersebut, DP dan PB relatif sama dalam membawakan konten cerita, dan hanya kekhasan pengarang lah dalam berbahasa dan merajut cerita yang membedakan. DP lebih fokus dalam ’merekonstruksi’ sejarah tersebut, dan menjadikan DPC sebagai inti cerita. Sedangkan PB, banyak ’bumbu’ yang muncul, dimana menjadikan GM sebagai pusat cerita. Hal tersebut tentu tak bisa dilepaskan dari ’proyek’ pentalogi Gajahmada-nya LKH (PB adalah buku keempat), sebuah upaya membangkitkan tokoh Gajahmada di masa kini, orang luar biasa yang mampu menyatukan nusantara dengan teknologi dan sarana yang ada di masa tersebut.

Perbedaan cukup terbuka, adalah dalam mendeskripsikan Dyah Pitaloka Citraresmi. Dalam keseharian, DP melukiskan DPC adalah putri sunda yang lembut, peduli dengan perempuan sunda, cerdas, banyak membaca (juga kitab-kitab Majapahit), menjaga diri, dan berperangai sopan. PB menempatkan DPC sebagai putri sunda yang tangkas, mandiri, memberontak orang tua, dan pandai berkuda. Sekalipun DP dan PB juga menggambarkan kesamaan dimana DPC sudah jatuh hati kepada orang lain sebelum lamaran majapahit datang, DP lebih menjaga karakter DPC karena DPC tidak pernah berbuat lebih jauh. Sedangkan PB, DPC sampai menyerahkan ’tubuh’nya sebelum HW berhasil menikahinya.

Seperti apa DPC sebenarnya, kita tak pernah tahu. Satu yang pasti, garis paras DPC mampu membuat HW tak bisa berpaling dari lukisan sang putri tatar sunda itu, dan sebuah upacara pernikahan besar pun disiapkan. Namun GM tetap keukeh menjadikan pernikahan tersebut sebagai bentuk ’penyatuan’ Sunda ke dalam Majapahit.

Dan di PB, hal itu dituliskan karena Majapahit membayar ongkos mahal mengamankan perairan nusantara dari Tartar yang sangat ingin menguasai nusantara, sedangkan Sunda tak segera bersatu bahkan masih berhubungan dengan Tartar. Sekalipun keluarga kerajaan menentang termasuk Tribuanatunggadewi mengingat ikatan keluarga jauh yang masih ada antara Majapahit dan Sunda Galuh, serta eratnya hubungan keseharian dagang hingga banyaknya orang Jawa-Sunda yang saling menikah.

Kemudian, Langit Kresna menerjemahkan keinginan GM tersebut dengan mengangkat DPC sebagai raja, atas inisiatif Prabu Linggabuana sendiri. Sehingga pernikahan tersebut adalah pernikahan sederajat, antara raja dan raja. Hal ini tentu sebuah fiksi nyata, karena bagaimanapun sejarah mencatat LB yang berstatus raja dan putrinya datang ke Majapahit untuk pernikahan tersebut.

Lalu sampailah pada setting tema cerita, DPC dan ayahnya berangkat bersama beberapa pengawal ke Majapahit hingga tiba di Bubat, sebuah desa di perbatasan kotaraja. Dan disini, Hermawan menjadikan GM sebagai tokoh dibalik sejarah kelam perang bubat. Gajahmada menahan HW untuk menjemput ke Bubat padahal hal tersebut yang dijanjikan bersama sebelumnya. GM dan pasukan besarnya lah yang menjemput dan menyatakan pernikahan ini sebuah persembahan penyatuan wilayah. Namun, Langit Kresna-yang sangat mengidolakan Gajahmada tampaknya- memutihkan nama GM dengan menjadikan kisah pilu tersebut sebagai hasil kerja anak-anak buahnya yang sengaja ’salah’ mengartikan keinginannya, sehingga anak buahnya lah yang menjadi sebab onar perang bubat.

Akhirnya sejarah menuliskan peristiwa bubat, perang tak seimbang antara kujang dan keris sampai raja dan semua pengawal sunda tewas. Sang Putri punya harga diri, maka dihujamkannya sesuatu (DP menyebut tusuk rambut, PB menggunakan kujang kecil) ke jantungnya, nyawanya pun meregang.

Kedua buku bercerita akhir perang bubat dengan cara berbeda. DP membuat kisah dramatis saat menjelang DPC meninggal, bersamaan dengan datangnya Hayam Wuruk ke tanah Bubat dan DPC pun sempat melihat ketampanan HW. Hayam Wuruk memegang tubuh Dyah Pitaloka dan didekapnya sang putri untuk menghembuskan nafas terakhir. Di PB, akhir hidup DPC dipelukan Saniscara (LKH membuat tokoh fiktif), kekasih sejati DPC, seorang seniman dari Jawa yang akhirnya pun ikut mati terpanah.

Dan Majapahit berkabung. Hermawan mengakhiri cerita Dyah Pitaloka dengan dinginnya hubungan Hayam Wuruk-Gajahmada, sakitnya HW dan pemintaan maaf Majapahit kepada Sunda atas kejadian Bubat serta tidak menjadikan Sunda sebagai taklukan Majapahit. Sementara Langit Kresna mengakhirinya dengan kisah matinya Saniscara dan membiarkan mengambang tentang bagaimana kemudian posisi Majapahit dan Sunda Galuh setelah tragedi Bubat.

Secara umum, Dyah Pitaloka adalah tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, ketragisan Perang Bubat serta ambisi Gajahmada, dan Hermawan pun lebih banyak bermain dengan peristiwa tragis, romantis dan sangat emosional, dengan istilah dan keindahan antara Bahasa Sunda-Jawa.

Sedangkan cerita Perang Bubat, Langit Kresna banyak menyertakan banyak kisah pengiring yang menambah khasanah dan menjadikan buku lebih tebal. Beberapa menggunakan istilah Jawa, tanpa banyak seni bahasa. Namun, Langit Kresna piawai dalam bercerita heroik, kedigdayaan, ketentaraan atau nasionalisme secara tidak langsung. Persis satu warna dengan kisah-kisah ’positif’ Gajahmada lain garapannya, diawali kisah Gajahmada menyelamatan Jayanegara (putra raden Wijaya, raja sebelum Tribuanatunggadewi) dari pemberontakan Ra Kuti. Jika membaca Gajahmada bagian pertama ini, pembaca akan mendapatkan gambaran situasi perang dengan formasi-formasinya yang gegap gempita.

Sangat kontras, wajah Gajahmada dalam dua karya sastra diatas. Mungkin karena sebuah karya memang tak bisa dilepaskan dari latar belakang penulisnya. Jika Mas Her (demikian biasa saya menyapanya) seorang jurnalis sebuah media di bandung, lahir dan besar di Brebes-perbatasan Jateng-Jabar (Jawa-Sunda), maka DP yang sarat bahasa Jawa-Sunda mirip sebuah ’sudut pandang’ Sunda dengan menempatkan Gajahmada (atau Majapahit umumnya) sebagai ’terdakwa’. Sementara Langit Kresna Hariadi adalah mantan seorang penyiar radio yang lahir di Banyuwangi, adalah seorang Jawa tulen. Sehingga kita akan beranggapan wajar, jika nuansa yang dibangun keduanya juga berbeda dengan kreativitas sana-sini layaknya sebuah fiksi-realis.

Bagaimanapun juga kedua karya ini berusaha untuk menjembantani tragedi bubat dalam konteks zaman yang berbeda. Karena Peristiwa Bubat -dan bukan
Perang Bubat (1357) tampaknya, adalah sebuah peristiwa besar sejarah yang kelam antara Jawa dan Sunda yang masih membekas hingga detik ini!

Monday, April 09, 2007

rekrutmen petrokimia

Minggu lalu, ibu saya sms dan telepon bahwa ada surat datang ke rumah untuk mengikuti seleksi rekrutmen Petrokimia Gresik. saya sempat mikir-mikir, kapan melamar atau mengklik PCD ITB (lembaga career development di ITB) untuk petrokimia. kata beliau, bila ingin ikut tes rabu-kamis ini, maka harus membawa surat tersebut. kemudian saya meminta contact person petrokimia. dan singkat cerita, saya pun meminta ibu untuk menngirimkan surat tersebut ke alamat bandung.

Lalu, saya mencoba menghubungi pihak petrokimia karena tidak ada pengumuman di PCD atau via phone, dan dikatakan bahwa rekrutmen ini sudah melalui ITB, tapi memang untuk prosesnya dilakukan sendiri. dan pastinya saya tanya, "apa hanya diadakan hari rabu-kamis saja pak?"

Kemudian saya menghubungi PCD, dan dijawab bahwa Petrokimia memang menyelenggarakan rekrutmen sendiri sekalipun input data-nya dari PCD.

Dan long-weekend kemarin saat bersama di pondok derita, Aan ditelepon ibunya perihal sama. padahal Aan tidak pernah mendaftar PCD. pun pemberitahuan melalui surat, dimana biasanya ditelepon langsung atau sms.

Kami pun 'berandai-andai'. sepertinya, calon yang dipanggil oleh Petrokimia adalah sarjana yang asli Jawa Timur. Saya dari Magetan, sedangkan Aan dari Madiun. sedangkan Petrokimia, berlokasi di Gresik. semuanya, Jawa Timur!

Akhirnya, saya pun berkomentar ke Aan.
"An, kamu harus ikut tes ini. bisa jadi tugas mulia ini. kalau sudah masuk, kamu bisa memperbaiki Petrokimia Putra yang jeblok di Ligina dan Gresik Phonska di Proliga."


---
*Ligina = kompetisi sepakbola, Proliga = kompetisi bola voli
btw, kenapa blog saya jadi error? harus manual dalam membuat link atau men-justify paragraf.

Monday, April 02, 2007

pesan dari seorang guru

Malam...Bos, gmn kabarnya?kerjanya udah kerasan blm. sy do'akan mdh2an bisa berprestasi n cita2mu bisa kau raih. gmn dengan malam minggunya. dah ada yang nemenin kan? he..he..

pesan diatas datang saat malam minggu weekend lalu dari seorang guru smu, kami memanggilnya Bu Tatik, seorang guru bahasa indonesia di sebuah SMU kota kecil ujung barat jawa timur. sempat kaget dengan pesan diatas, sekalipun beliau memang termasuk akrab dengan saya sejak smu, dan terjaga hingga sekarang. sewaktu pulang lebaran kemarin, sempat berdiskusi hangat tentang masalah sastra. dan pesannya, "sastra untuk masyarakat trian.., bukan sastra untuk sastra..".

memang saya akui, beliau lah salah satu orang penting yang mengenalkan dunia sastra pada saya, saat beliau mengajar saya di kelas 2. beliau mengajarkan bagaimana membaca puisi yang baik-lewat intonasi dan penghayatan, belajar berpidato di depan, dan yang paling teringat, belajar mengapresiasi karya sastra lama.

saya kemudian membalas sms itu,
apa kabar bu tatik?hehe. kerjaan baik2 saja, smg dapat terbaik buat saya. malam minggu? ah, ini jg mau makan sendiri koq bu..hehe

kemudian beliau menjawab,
dijaga kesehatannya ya, biasanya kamu kalo dah kerja wis lali kabeh liyane*. met berkarir ya. do'aku selalu.
(*wis lali kabeh liyane = sudah lupa semua lainnya)

sebentar..., kalo dah kerja lupa semua? oh, mungkin beliau teringat saat kebiasaan smu dulu. beliau adalah salah satu pembina OSIS, dan pembina majalah SMU dulu. yang masih saya ingat disini, di sebuah senin jam pertama sebelum memulai pelajaran, beliau memberikan ucapan selamat bekerja buat saya yang pada upacara sebelumnya dilantik memimpin kepengurusan OSIS. dan dulu saat sedang sibuk-sibuknya, memang makan menjadi nomor dua. tapi, bagaimana beliau bisa masih ingat?

Bu Tatik, salah satu guru penting dalam kehidupan sekolah saya. bukan sekedar guru di kelas, tapi bisa menjadi teman yang akrab di luar. tak terbalas, namun bagaimanapun harus ada sesuatu yang diberikan kepadanya. buku, ya... buku adalah hadiah buat orang-orang seperti beliau. dan Sang Pemimpi serta Laskar Pelangi adalah buku yang cocok. dengan special quotation dan signing dari Andrea, saya kirimkan untuknya 3 bulan lalu.

dan terakhir, saya membalas smsnya.
Amin, bu. makasih do'anya. sukses juga untuk bu tatik..:)

Beliau adalah adik kepala sekolah SMP saya, seorang Protestan dan tinggal di sebuah wilayah pinggiran kota.

*Bu Tatik tidak ada di foto ini