Sunday, April 06, 2014

Belajar Menjadi Pengusaha Kecil Pembesaran Ayam

Sudah lebih dari satu tahun, kami (saya dan keluarga) ikut masuk dalam usaha kecil pembesaran ayam petelur di Magetan. Kami membangun kandang mulai akhir Oktober 2012 dengan kapasitas dasar 4,000 ayam dan mulai menerima bibit ayam untuk dibesarkan sejak akhir Maret 2013. Seperti yang telah saya singgung sedikit tentang landasan kuat mengapa seorang investor (muslim) harus masuk ke sektor riil, maka inilah yang saya lakukan dengan semangat terus belajar dan berusaha.
 
 
Konsep usaha pembesaran ayam ini adalah kerjasama dengan perusahaan peternakan (kami biasa menyebut koperasi). Selain pembesaran ayam petelur, ada juga pembesaran ayam pedaging yang memiliki resiko dan potensi untung yang lebih besar. Kami memilih ayam petelur tentu karena faktor resiko yang kecil mengingat ini adalah usaha riil pertama dan menyedot dana yang cukup lumayan.
 
Saya sendiri melakukan beberapa analisis tentang usaha ini di sebuah blog yang digunakan sebagai latihan proses sertifikasi CCE. Saya akan memperbarui disini sebagai sebuah pemaparan integrasi.
 
1. Prospek investasi pembesaran ayam petelur (merah) dan daging (putih) 
Analisis awal saya waktu itu terlalu optimistis dimana total modal yang dibutuhkan saat itu praktis untuk bangunan kandang , belum termasuk segala utilitas seperti sumur air (pompa besar) dan jaringan listrik yang harus mandiri, serta peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan seperti terpal, plastik penutup kandang dst. Besaran investasi untuk membangun sampai lengkap siap huni pun akhirnya menjadi hampir dua kali lipat dari estimasi awal.
 
Selain itu yang cukup berbeda adalah asumsi waktu panen dan penerimaan uang. Estimasi saya, ayam petelur yang normalnya waktu pembesaran 3 bulan plus pembersihan 1 bulan maka dalam 1 tahun kalendar akan bisa mendapatkan panen dan hasil 3 kali. Namun kenyataan yang kami alami, 1 tahun kalendar bisa 2 kali atau 3 kali dengan beberapa kondisi tergantung dari supply demand, libur lebaran dll, sehingga rata-rata dalam 2 tahun bisa 5 kali panen.
 
Karena kami tidak mempunyai pembesaran ayam daging, namun dari estimasi awal 1 tahun bisa sampai 6 kali panen (waktu pembesaran 40 hari + pembersihan sehingga total 2 bulan), sepertinya dalam kenyataan 1 tahun akan berkurang menjadi rata-rata 5 tergantung kondisi2 yang mirip diatas.
 
Namun demikian, dari 2 kali panen yang sudah kami lakukan atas 4,000 ayam petelur, tingkat imbal balik investasi masih cukup lumayan, tentu dibanding dengan bunga deposito dan bahkan pasar finansial 2013 lalu. Secara kasar, angka rata-rata masih sekitar 20% per tahun sehingga BEP sekitar 5 tahun. Terlalu lama? Menurut saya masih wajar dan normal untuk sebuah usaha sejenis. (too greedy isn't good, is it? :) )
 
2. Akuisisi kandang ayam yang sudah ada
Tawaran akusisi atas 50% bagian kandang kapasitas dasar 6,000 ayam (sehingga net 3,000 ayam) benar kami lakukan dengan harga yang cukup menarik (setelah diketahui biaya aktual pembangunan kandang 4,000 ayam). Yang menarik, metode akuisisi ini ternyata tidak hanya menarik dari sisi investor baru (pembeli), tapi juga penjual karena sama-sama memberikan nilai positif atas usaha ayam. Pengembalian yang dihasilkan berdasar pengalaman 2 kali panen ini, cukup bersaing dengan peternakan mandiri, menimbang keribetan pengelolaan ada di pemilik yang lama (pemilik 50% bagian). Jika ada tawaran akuisisi kandang ayam, selama harga wajar, ini adalah opsi menarik terutama bagi yang akan mulai usaha.
 
Saya jadi berpikir, jika model jual-beli kandang ayam saja menarik, pantas saja para private equity itu jual-beli perusahaan untuk mendapatkan nilai obyek perusahaan yang optimal.
 
3.Pilihan investasi ayam antara kandang sendiri atau akuisisi
Analisis dengan melibatkan resiko ini masih valid secara umum, dimana pembangunan kandang ayam merah masih lebih 'nyaman' dibanding ayam putih. Dan juga, pembangunan kandang ayam putih lebih menguntungkan dibanding akuisisi kandang ayam putih. Walaupun besaran valuasi nya menjadi tidak valid karena asumsi-asumsi perlu di sesuaikan dengan kondisi kenyataan yang saya paparkan diatas.
 
Walaupun skala usaha kecil-menengah, namun saya mencoba menjadikan usaha ini sebagai percobaan praktek analisis keuangan modern termasuk dalam pembiayan usaha (utang). Saya mengambil utang dan kemudian melunasi sebelum waktunya seperti yang saya tulis di blog itu, dari sisi timing sedikit meleset (di bulan ke 14) dan beberapa asumsi model tersebut juga ternyata tidak valid pada akhirnya. Mungkin saya akan menganalisis di kesempatan lain, namun akhirnya keputusan saya untuk melunasi sebelum waktunya saat itu lebih karena masih lebih murah membayar sisa utang+denda daripada membayar bunga pinjaman sampai lunas. Jika tahu denda dan sistem bank dengan lebih pasti di awal, model analisis utang dan pelunasan tersebut bisa dijadikan pengambilan keputusan pengambilan utang di kesempatan lain.
 
5. Resiko usaha
Bagian ini belum saya bahas dalam blog tersebut karena analisis keuangan harus dikedapankan untuk melihat menarik/tidaknya usaha tersebut, baru unsur yang lain termasuk resiko masuk untuk penyesuaian. Saya sendiri baru jelas resiko usaha setelah benar-benar mengalami 2 kali panen ini. Apa saja resiko-resiko usaha nya?
 
Secara garis besar utama, yang pasti kematian ayam adalah resiko terbesarnya. Kematian bisa karena penyakit atau bahkan dimakan hewan lainnya (ular dsb). Namun karena ini adalah kerjasama dengan koperasi, maka resiko kematian pun menjadi 'ditanggung bersama'. Karena ayam dan pakan ayam tidak dibeli oleh peternak, resiko peternak (pengusaha kandang) adalah biaya operasi atas pembesaran ayam tersebut. Normalnya ada alokasi ayam tambahan diatas kapasitas kandang sebagai jaga-jaga karena peternak 'diharuskan' memanen ayam sesuai dengan perjanjian (kapasitas). Alokasi ayam tambahan ini juga menjadi tanggungan peternak.
 
Selain kematian,  tentu harga jual ayam saat panen juga menentukan. Karena pembesaran ayam petelur, maka setelah sekitar 100 hari ayam akan diangkut ke kandang yang khusus untuk panen telur (peternak lain). Disini koperasi akan 'membeli' selisih harga ayam antara bibit dan besar dari peternak pembesaran ayam. Harga ini dipengaruhi oleh kondisi pasar ayam dan telur serta pakan. Namun secara prinsip, resiko ini masih bisa dikelola karena bagaimanapun ayam dan telur adalah makanan pokok yang dibutuhkan sepanjang masa.
 
 
 
 ***
Demikian paparan analisis usaha dari pengalaman pembangunan hingga pengalaman 2 kali panen yang kami lakukan. Karena cukup menariknya usaha ini, kami pun memutuskan menambah kapasitas kandang mandiri menjadi 6,000 ayam dan sudah dipergunakan untuk siklus ayam ke-3. Dalam hal ini penting untuk mempertimbangkan kebutuhan lahan dan utilitas (air, listrik dsb) di saat awal pembangunan terhadap rencana ekspansi kemudian hari seperti yang kami lakukan.
 
Buat saya pribadi, selain sebagai bisnis, saya menjadikan usaha kandang ayam ini sebagai percobaan nyata untuk mengaplikasikan manajemen keuangan yang didapatkan. Mudah-mudahan dengan demikian ilmu menjadi 'awet' dan sedikit bermanfaat bagi yang lain. Semoga usaha ini berkah dan langgeng, amin.