Friday, July 29, 2005

Refleksi Laut Kita


Hidup dia atas kapal adalah jalan hidup yang dialami para pelaut kita, termasuk TNI AL. Bagi TNI AL, laut menjadi rumah kedua (atau pertama?) bagi mereka. Sebagai pengaman perairan Indonesia (konon sangat luas) mereka dituntut untuk bisa melakanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Sekalipun kita semua tahu, bahwa sarana yang dimilki dan digunakannya tidak mendukung.

Dengan laut yang luas (sekitar 70% wilayah negara kita laut), Indonesia masih kalah kekuatan armada laut bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang luas lautnya jauh lebih kecil. Taruhlah negara tetangga Malaysia, Brunei, Australia, dan Singapura. Dengan beberapa negara diatas, sebenarnya tidak kalah telak. Hanya karena kita memilki laut yang luas, kemampuan saat ini menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan.

Kita lihat dalam tinjauan yang baru hangat akhir-akhir ini, yaitu permasalahan Ambalat dan Selat Malaka dimana itu berkaitan dengan dua negara kita, Malaysia dan Singapura.

Dalam kasus Ambalat, yang luasnya hampir sama dengan luas Jawa Barat, TNI AL hanya bisa menjadi unsur militer negara yang mengamankan dan memeprtahankan laut wilayah. Sedangkan dalam keputusan finalnya, peran diplomasi yang akan lebih dituntut dan yang memberikan hasilnya.

Namun dalam menjalankan perannya tersebut, TNI AL tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai (baru setelah Ambalat, DPR sedikit melihat strategisitas AL). Secara keseluruhan di Ambalat, kekuatan personel kita (alat dan SDM) tidak kalah dibandingkan Malaysia. Tapi jika banyak kekuatan yang dikerahkan ke blok laut itu, maka konsekuensinya akan mengurangi kekuatan AL do seluruh wilayah laut negara kita.

Menurut informasi dari TNI AL, ketegangan di blok tersebut memang terjadi, dari yang hanya memamerkan senjata sampai bertabrakan (ditabrak oleh kapal Malaysia) yang kemudian diberikatakan bahwa terjadi gesekan. Dari segi mental, negara kita lebih kuat daripada mereka. Sehingga banyak warga masyarakat yang membentuk garda penyelamatan Ambalat dan ingin dikirim kesana (meeka tidak tahu bahwa Ambalat adalah laut semua).

Tapi dari sustainable action, kita kalah. Lihat bagaimana Sipadan-Ligitan bisa lepas. Karena yang membangun pariwisata disana Malaysia. Sedangkan kita hanya melakukan reaksi emosional dan percaya sepenuhnya jalur diplomasi, tidak optimal dalam aksi di lapangan dan lobi internasional. Sehingga dalam kasus Amabalat, TNI AL berusaha meminimkan kemungkinan kesalahan di lapangan dengan membangun mercusuar yang kemarin diawasi oleh freegat.

Tapi bagaimanapun, lobi internasional atau peran diplomasi yang berkuasa. Sekuat atau se-emosional kita di lapangan tanpa diplomasi, kita hanya sepsrti banteng yang ditunjukan warna merah tapi mampu memikirkannya.

Sipadan-Ligitan telah menjadi korban, jangn sampai Ambalat menyusul kemudian. Tapi sayangnya, isu Ajmablat seolah-olah menghilang (karena BBM?). Dan sekarang kita tidak tahu apakah Ambalat masih tetap diproses oleh yang berwenang (Deplu RI). Sepertinya TNI AL merasakan kedongkolan juga dengan gaya-gaya pengelolan pulau dan laut kita.

Kemudian tentang Selat Malaka. Awalnya dari keinginan US Navy untuk ikut berpatroli disana karena banyaknya perompak yang beroperasi. Padahal menurut pengamatan penulis, Selat Malaka sangat ramai. Tapi ternyata tidak seperti jalan darat, justru karena ramai itu yang banyak menjadi kawasan yang tidak aman.

Praktis saja Indonesia, Malaysia dan Singapura (tumben juga nih Singapura) tidak mau dengan intervensi itu. Karena Selat Malaka adalah irisan wilayah laut ketiga negara dan jika diserahkan dengan pihak luar akan mempengaruhi kedaulatan ketiganya.

Lalu perjanjian trilateral dilakukan di Bali beberapa waktu lalu. Terakhir hasilnya, Malaysia tidak bersedia menandatangani perjanjian karena Ambalat belum selesai dipersengketakan (atau karena belum menjadi miliknya?). padahal Indonesia dan Singapura sudah sepakat dan teken perjanjian itu.

Tapi sebenarnya, Singapura sendiri sepsrti menanam bom waktu di Selat tersebut. Ingat reklamasi pantai? Dari tahun 80 sampai sekarang, proyek tersebut masih berjalan. Dengan mata kepala sendiri, penulis, melihat bahwa reklamasi itu sungguh luar biasa dilakukan oleh Singapura. Kawasan putih berbukit kelihatan berada jauh di depan pelabuhan Singapura. Dan dari pemetaan radar, mereka telah bergerak keluar mencapai 8 KM di depan garis pantainya.

Sebaliknya di wilayah Indonesia, Pulau Nipah yang menjadi Pulau terluar dalam tahap kritis. Jika pasang tiba, tinggal pohon yang kelihatan ada. Dan sekarang, dibangun mercusuar untuk “menyelamatkan” pulau itu.

Walaupun dalam definisi UNCLOS (United Nations Convention on the Law of Sea) tahun 1984, definisi pulau adalah yang terbentuk secara alami. Jika itu buatan, maka tidak (atau belum) diatur. Tapi jika dnegan kekuatan lobi Singapura, bisa jadi pulau buatan akan menjadi pertinbangan dalam menetapkan peraturan laut dalam forum internasional. Konsekuensi pastinya, kedaulatan kita akan teriris.

Jadi sangat miris (lagi) melihat bangsa kita sekarang ini. Potensi laut yang besar dan belum teroptimalkan (dari 75 M hanya bisa dimanfaatkan 4 M per tahun), pulau yang banyak (17. 505 dan 10.118 belum ada nama), SD mineral yang besar terkandung dalamnya dan yang pasti laut sebagai batas yang luas tapi tidak terperhatikan.

Kondisi laut tidak didukung dengan pertahanan yang memadai. Tidak harus selalu dengan peralatan atau kapal yang cangggih yang lebih cocoknya dalam kondisi pertempuran, tapi tetap diperlukan sebagai kekuatan moral. Memang kondisinya uang 1,5 T akan lebih diprioritaskan membangun Jalan Tol Cipularang yang indah dan kongkrit dampaknya dibandingkan dengan membeli dua kapal patroli atau bahkan hanya satu kapal penyerang. Tapi secara politis internasional, adanya corvet (jenis kapal patroli) yang mengawasi akan menambah bargaining kita jika ada kapal asing yang melintasi laut kita.

Potret-potret diatas yang masih menghantui kelautan kita. Padahal bangsa kita dikenal sejak zaman dulu sebagai bangsa pelaut, dan kondisi negara kita yang berbetuk kepulauan. Memang akan tidak mudah dengan mengatur kebijakan negara yang secara internal juga mengkhawatirkan. Tapi jika tidak dipikirkan dan ditindaklanjuti, mungkin anak cucu kita akan menyalahkan tindakan kita saat ini.

[Catatan Perjalanan Bahari, 16 Juli 2005]

Tuesday, July 26, 2005

Berlayar, Melihat, Merasakan [2]

Rabu, 13 Juli 2005

Namanya Ahmad Subhi, kami berkenalan waktu Pelayaran Kebangsaan. Kami sekamar, bersama 6 teman lainya. Dia dari Semarang, sebuah PTS disana.

Yang membuat unik adalah bahwa dia sangat jujur dan lugu, atau dalam bahasa kami terlalu jujur dan polos. Ditambah pula, logat dan c’engkok jawanya yang kental menambah kepolosannya. Baru satu dua hari kami berkenalan, tawa dan canda dengan sedikit ejekan meramaikan suasana kami akibat ulahnya.

Pertama, saat studium generale, hari pertama kami berlayar. Dia menanyakan tentang suatu metode pengenalan dari. Polosnya, dia dengan logat jawa dan dialek khasnya. Dia juga mengakui jujur (terlalu jujur mungkin) bahwa dia belum pernah mengisi isian seperti itu dan tanpa persiapan, sehingga bingung harus mengisi apa. Gubrak...karuan saja kmi ketawa. Bukankah semua juga tanpa persiapan? Tapi koq ya jujur sekali...

Berikutnya, saat break malam. Gelasnya memang terbatas, dan dia karena tidk kebagin gelas langsung menanyakan gelas2 yang masih di depan para cewek dengan terbuka dn logatnya, “apakah sudah kosong?”. Berani bener nih anak... lalu dia juga membagi-bagikan pisang rebus ke beberapa meja dan mengatakan bahwa ini shadaqah. Karuan para cewek bingung (glek...) ?!!!??!

Temanku....temanku......
Sudaraku....saudarku.....

Terakhir, dia bertanya dalam sebuah materi tentang Multikulturalisme (ini disebutkan dengan salah juga). Jalannya udh khas lngsung membuat teman2 ketawa sebelum di bertanya, terutama kelompoknya yng memberi label “maskot”.

Contentnya kami sepakat dan salut atas idenya (dan keberanian atau kenekadannya?). Tapi cara menyampikan, dan gayanya itu. Bimo, temen sekamar langsung membidik dnegan kamera besarnya layaknya mau menembak ala paparazzi. Eh..dia malah berkata, “wduh, grogi aku!! ” ger....

Setelah selesai pun, ada cewek yang bergegas ke depan untuk mengabadikn aksi subhi. Tapi di sudh selesai bertanya, kruan cewek menggandeng tangannya supaya tidak mundur dulu. Awalnya dia mau, eh...baru sadar trus di langsung buru2 mundur dengan kuping merah (sadar juga dia...), dan ketawa kami bergemuruh.

Malamnya, kami bahas di kamar. Dia ternyata tidak terlalu sadar bahwa tingkahnya membuat orang tertawa. Kemudian kami mengatakan kepada dirinya, bahwa dunia ini kejam. Maksudnya, dunia ini memiliki model dari kehidupan yang normal kebanyakan dn akan mencemooh kehidupan yang berkebalikan atau bahkan berbeda dengannya. Dia manggut2, walaupun aku juga tidak tahu apakah dia ngerti betul dengan yang aku sampaikan.

Padahal, subhi orang yang lugu dan bahkan ini adalah produk ketahanan dn kejujuran terhadap hegemonik kebudayaan materaialis. Bertahan karena keluguannya, dan jujur dengan mengatakan yang tidak diketahuinya tanpa harus tertembok rasa malu. Dunia memang kejam....

Monday, July 25, 2005

Berlayar, Melihat, Merasakan [1]


Setelah sekian lama, akhirnya kembali lagi dalam dunia yang penuh dinamika, romantika dan dilematika. Sekarang aku akan memenuhi janjiku untuk bercerita tentang kegiatan ku selama Pelayaran Kebangsaan (PK) V, sejak mulai 12 – 22 Juli kemarin. Mungkin akan perlahan-lahan aku ceritakan, tidak semua hari. Dan pastinya, tidak semuanya berdasarkan waktu layaknya diary. Tapi campur antara diary dan yang berkesan saat itu. selamat menikmati....

Selasa, 12 Juli 2005
Perjalanan menuju PK dimulai hari ini. berangkat dari asrama dengan sangat mepet, jam 8. padahal kereta berangkat jam 8.20. ketika sampai di satasiun pun sudah menunjukan pukul 8.18. praktis aku berlari dari angkot, sementara Nanang (partner dari ITB) yang mengurusi angkot. Tergopoh2 kami masuk kereta. Dan....3 detik kemudian, greng...greng....greng... kereta jalan.

Jalan....lewat perumahan, gunung, naik dan keliaatan Tol cipularang yang konon diincar oleh Putera Sampoerna setelah sukses menjual saham Sampoerna sampai 17,8 T (sebanyak apa ya..).

Sampai di Gambir, bingung mau naek apa. Eh..nanya2 dan akhirnya ke Senen dulu. Belum sampia ke senen, turun dan pindah ke bus yang arahnya Term Tj Priok. Itupun juga sangat mendadak setelah diksih tau suruh ikut seorang bapak yang ternyata juga tidk thu arah. Seingatku, itu di daerah Gunung Sari.

Sesampainya di terminal, nanya ke kolinlamil naek apa? Kagak ada yang tau. Untung ada mas tentara AL yang lewat dan karuan kita bareng. Kaya dapat air i tengah gurun aja. Akhirnya di Kolinlamil (komando Lintas Laut Militer), daftar ulang terus langsung naek ke kapal.

Wuih....namanya KRI Tanjung Dal Pele. Konom Pulau Dal Pele ada di sekitar Papua (jangan nanya saya ya...). ukuran panjangnya 122 m, kaya lapangan bol aja. Lebar 30 m dan tinggi sekitar 40 m. Buesar euy... dan ternyata ini yang terbesar dimilki negara kita. Jadi seneng dech...

Trus masuk loring-lorongnya, dan ketemu kamar. D11, that’s my room. Tpi koq sepi? Ya udah kita jln nyari makan dulu. Oo...ternyata pada mkan lalu dengar ceramah dari ABK (Anak Buah Kapal). Pas saya baru datang, ada orang yang Palaksa (perwira pelakana) menyampaikan aturan di kapal. Bla...bla....bla...intinya, klau gak mau setuju keluar kapal sekarang juga. Begidik.....!!!

Abis itu baru kita2 yang belon makan, ambil nasi dll trus makan. Makanya pake ompreng (mungkin karena kalau dipukul bunyinya preng...preng....). mirip kaya di LP (lembaga perhotelan, he....3x). yang penting makan, lha wong lapar koq (abis muter2 pake metromini).

Trus ke Kamar, wah...ada teman2. siapa aja mereka? Ini dia :
- Supri dari UI
- Bimo dari Atmajaya Jogja
- Wahhab dari IKIP Budi Utomo Malang
- Sandi dari Unair
- Ahmad Subhi dari IKIP PGRI semarang
- Minto dari IPB, dan pastinya
- Nanang

Abis ngobrol2, kita diminta siap jam 17 untuk ke istana wapres. Kita trus turun dn bergbung dengan lainnya. Pakainya jaket yang sama semua. Jadi kaya panti asuhan. Udah deh...jalan2 di jakarte.

Yang asyik, kita dikawal men...jadi pada minggir semu gitu. Anti macet dah pokoknya. Di dalm bus yang panas karena non AC, saya ngobrol banyk dengan Kapten Anis. Ngobrol apapun dari Ambalat sampai jodoh, lho....!. dia open mind banget, jadi ingat waktu ngobrol bareng bapak2 Seskoad pas ESQ kemarin.

Di istana wapres, sengaja duduk bareng taruna, ternyta dari AL. Namanya Astria Chandra, dia penatarama (pimpinan drumband Taruna AL). Jadi banyak cerita tentang pendidikan taruna dan aktivitasnya penatarama. Tapi saya pe de aja, lha wong ITB (he...3x).Yang lucu, ternyata dia 2002, sempat setahun di IPB dan dari Pati. Jowo rek...

Jam 8, pak Alwi Shihab datang bersama pak Bambang Sudibyo. Pak Jusuf Kalla sedang ke Medan, da acara sehingga digantikan. Bagiku yo ga terlalu ngaruh, yng penting duduk adem dan masuk istana.

Bla...bla...Pak Alwi Shihab menyampaikan sambutan. Yang berkesan, beliau percaya bahwa teman dalam pelayaran akan dikenang sepanjang hayat. Huh....jadi haru. Terakhir, beliau mengucapkan Selamat berlayar, dan pasti akan menjadikan persatuan diantara para pemimpin masa depan.

Nah..di bus, kapten Anis berbagi cerita lgi. At the moment, we talked in English, we were talking abaout topic we had talked before. wuih...keren. cuma kami aja yang ngomong. Lainnya, pada diem how glad i am(astagfirullah..).

Sampai di kapal, makan malam (luknya “gerih”) dan tradisi nyuci sendiri ompreng, antri lagi. Jadi berkesan. Dan sekarang, masuk kamar buat nyediain wktu buat nulis ini. semunya supaya kit bisa berbagi. makasih teman, i do love you all...

Sunday, July 10, 2005

aku mau raih "suasanaku" yang luar biasa

Alhamdulillah....

he....(ini senyum:), akhirnya beberapa hari (2 hari!!!)lagi aku akan pergi dalam rangka pelayaran kebangsaan.

apa PK? ya intinya kegiatan yang buat mahasiswa se indonesia yang diselenggarakan di atas kapal TNI AL. ini bukan karena menghindari pengawasan BIN atau untuk tindakan perjalan biasa. mungkin sih...(katanya) kaya training kepemimpinan di kapal berjalan. nah...di tempat tujuan, bakal nglakuin acara2.

nah, artikel yang aku tulis tentang aceh di blog ini (yang aku bagi tiga bagian...) itu yang membantu kelolosanku. jadi salah satu wakil ITB men.... (dari kecil ga kebayang bakal mewakili PT se"gede" ITB)

sebenarnya tahun ini, rute tujuan yang ditempuh Aceh (makanya judul makalahku juga tentang aceh). tapi karena alasan keamanan, kata panitia (apa mungkin masih GAM?), dan mungkin juga pelabuhan di meulaboh belum bisa didaratin kapal. makanya rutenya berubah.

tapi bagiku, esensinya sama. jalan2. lumayan, ngilang dari kampus yang rada ribet gara2 urusan ma rektorat. atau dari rutinitas KP. nah tanggal 20 natar semua dilanjutin lagi dengan ruh baru (he....:).

pas ditanya ama form pendaftaran, kayak gini kata aku :

"Kesempatan memberikan hal yang bisa diberikan kepada masyarakat Aceh. Pelayaran memberikan pengalaman melihat potensi laut Indonesia yang besar, sekaligus berkenalan dan bertukar pikiran dengan para generasi muda potensial bangsa ini. Kegiatan ini juga mendekatkan saya akan peran dan tugas TNI AL, sehingga timbul kesadaran dan sikap lebih menghargai. Secara keseluruhan, mampu melihat Indonesia dengan sudut pandang khas dan luas untuk menatap masa depan yang lebih baik."

gimana?emang intinya aku suka jalan2. akan ada sesuatu yang aku "dapat" ketika aku dalam perjalanan. walaupun aku seringkali merindukan pula ada "teman" yang mau berbagai saat aku mengalami "dunia"ku saat itu...kapan ya?(hiks....)

ya udah, ntar ditunggu cerita (versi Beta) nya aja ya... diman lagi kalau ga di "rumah pikirku" ini....

mohon do'a......salam!

Friday, July 08, 2005

Busung Lapar, Sebuah Potret Negeriku

Jika sekarang anak muda negeri ini ditanyakan tentang mana yang mereka lebih pilih, antara sengsara di negeri sendiri atau menjadi kaya di negeri orang lain. Dengan rasa optimis yang tinggi, saya yakin para anak muda itu akan banyak menjawab yang kedua, yaitu lebih baik kaya walaupun di negeri lain.

Terlepas dari gerusan budaya yang Itu adalah efek sampingan dari semakin tak berbatasnya masyarakat dunia saat ini, jawaban dari pertanyaan sederhana diatas akan mampu menunjukan beberapa hal menarik dari kondisi negeri kita sendiri.
Pertama, bahwa fakta itu akan menjawab pepatah kita sejak SD dulu, bahwa lebih baik sengsara di negeri sendiri daripada kaya raya di negeri orang. Dalam terminologi Jawa dikenal dengan, mangan ora mangan asal kumpul. Karena ternyata ketika kita dewasa, semakin banyak penduduk Indonesia yang diekspor ke LN, entah sebagai pembantu RT atau buruh pabrik. Walaupun kehidupan manusiawinya seringkali tidak diperhatikan oleh pemerintah yang selalu mengharap devisa dari mereka.

Kedua, fakta itu akan menunjukan bahwa sampai tahap ini saja, pemerintah belum mampu menyediakan nasi bagi para warga negaranya. Nasi itu bisa berupa kesempatan yang sama untuk berjuang demi mempertahankan dan memperoleh kemuliaan hidup. Disini berarti pemerintah memberikan kail untuk mendapatkan ikan yaitu nasi yang sesungguhnya, makanan dari beras yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk kita.
Namun baru-baru ini di beberapa daerah, nasi yang sesungguhnya itulah yang sedang rakyat susahkan. Berita yang mencengangkan terjadi sekitar enam minggu yang lalu. Ketika ada anak kecil dari pesisir selatan kepulauan Indonesia (NTB) menderita busung lapar. Secara sederhana, busung lapar adalah keadaan manusia karena minimnya asupan makanan yang masuk. Atau dengan lebih mudah, kita sebenarnya bisa menyebutnya dengan ”kelaparan”.

Ternyata, kejadian itu bukan hanya diderita oleh seanak-dua anak. Banyak anak-anak di daerah tersebut yang mengalaminya. Namun apa daya mereka. Ketika ini dikonfirmasi ke Pemerintah setempat, pejabatnya menolak bahwa anak-anak itu terkena busung lapar. Mereka mengtakan bahwa anak-anak itu kekurangan gizi. Beberapa program bantuan susu yang pernah dilakukan Pemerintah setempat juga diungkit-ungkit untuk menunjukan bahwa Pemerintahnya tidak tinggal diam.

Yang mengherankan tentu saja adalah sikap Pemdanya yang ”tidak mengakui” fenomena itu. Apakah merekA sengaja menutup-nutupi sehingga daerahnya bisa dicap sebagai daerah yang sejahtera? Ingat program KB Orde baru kemarin. Ketika petugas BKBN (dan pastinya aparatur negara ada yang terlibat) rela memalsu data kelahiran anak untuk menunjukan bahwa program KB berhasil. Atau program-program Orba lainnya, yang banyak mencari kesan dibandingkan konsekuensi dari penghargaan itu sendiri.
Dan lebih memeprihatinkan, sudah ditngkap basah rakyatnya busung lapar, masih saja mencarai pledoi-pledoi. Bahwa itu ”hanya” kekurangan gizi. Jadi ingat pula bahwa rakyat miskin zaman dulu disebutnya pra sejahtera 1, 2 atau 3. Padahal, miskin adalah miskin, tanpa harus mengkotak-kotakan hal itu.

Dari potret diatas, kita sangat jelas melihat seperti apa kualitas aparatur negara kita dalm melayani masyarakat. Apakah ini akibat dari otonomi daerah? Kita tidak boleh menyimpulkannnya terlalu cepat. Tapi ternyata kejadian busung lapar tidak hanya terjadi di NTB, daerah yang konon menjadi lumbung padi di kawasan Indonesia Timur. Busung lapar juga melanda beberapa daerah di Jawa, khususnya Jawa Barat-propinsi yang juga terkenal dengan lumbung padi bahkan untuk skala nasional.
Jika ini memang akibat adanya misperseption diakibatkn adanya otoda, mungkin kita juga harus melihat lebih dalam. Jadi dimana peran pemerintah pusat yang jajaran dinas kesehatan atau logistiknya tidak pernah diserahkan ke pemda. Intinya baik daerah ataupun pusat semuanya terkena dosa ini. Secara keseluruhan, pemerintahlah yang harus bertanggung jawab atas bencana ini.

Terlihat dari mental pejabat kita masih ”malu-malu” untuk berkata fakta yang terjadi, itu menunjukan betapa abdi rakyat ini masih ingin saling melempar tangung jawab dan meminimalkan resiko. Lebih baik jika itu disertai dengan tindakan nyata penanganan, tapi malah terkesan membiarkan anak-anak yang menderita. Semuanya sibuk berpolemik, sedangkan esensi masalahnya tidak terselesaikan.
Betapa potret bangsa kita semakin buram dengan nasib generasi mendatang yang harus mengambil estafet pembangunan bangsa, jika banyak anak-anak yang kekurangan gizi. Sedangkan anak-anak yang lebih beruntung, makin kehilangan national character karena budaya pop gaya modern. Dan bapak-bapaknya yang sebenarnya tak lama lagi hidup, sibuk mengamankan posisi diri sendiri. Mungkin supaya dikenang tetap baik ketika mati kelak.

Padahal kita bangsa yang pada tahun 1984 mengirimkan bantuan pangan ke Somalia, dan dengan bangga Soeharto kala itu mengatakan Indonesia swasembada pangan. Pun lahan pertanian di negara kita sekarang tidak sangat minimnya sehingga kita harus mengimpor mengatasnamakan untuk menghindari bencana busung lapar tadi. Tapi sekarang, busung lapar yang melanda, sedang swasembada beras tidak pernah tercapai kembali.

Jika busung lapar ini menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya pemerintah. Sudah sepatutnya pemerintah membuat kebijakan pangan integral untuk menghindari bencana kembali dan menuju kemandirian. Bangsa sebesar ini malu jika rakyatnya kelaparan dan beras yang dimakan juga impor dari negara yang lebih kecil wilayahnya. Bagaimanapun pesatnya industri, pertanian tidak akan pernah lepas dari sebagian besar kehidupan bangsa ini. Dan itu harus didukung dengan perhatian khusus negara terhadap pembangunan pertanian nasional. Jangan sampai kita mendapat bantuan penanganan busung lapar dari negara lain, karena itu lebih memalukan lagi. Jika tidak malu, mungkin kita tak harus berbangsa lagi.

Wednesday, July 06, 2005

BBM-ku kini....

saban hari, aku bawa motor untuk muter2 kota dengan segala kegiatanya. dan saat ini, dengan KP di bandung aku hampir tiap hari jalan pake motorku dengan rata-rata 10 km /day.

yang buat terheran adalah ketika BBM menjadi langka seperti sekarang. hampir tiap hari berita yang ada di koran, atau tiap berita di tv. dan pastinya, di SPBU hampir di seluruh Bandung, banyak mobil, motor yang antre untuk ngisi BBM.

ternyata ntidak cuma ngisi, mereka (termasuk aku akhirnya...) ngisi penuh selalu. kagak tau buat ditampung di rumah atau buat ketenangan, yang jelas wajah-wajah kengerian hilangnya BBM terlintas lama.

belum lagi orang-orang yang "oportunis" nya kelewatan, alias dia bawa jrigen yang tidak cuman 1 untuk membeli BBM. dan berbeda dengan wajah satunya tadi, wajah yang ini keliatan bengis bdan rada malunya juga masih ada. mungkin juga ga enak ama pembeli lain yang antre dan keliatan banget ambil kesempatannya. tapi dunia kan butuh makan bang...(naif!!!)

dan kemudian, pertanyaan yang lebih dalam akhirnya mengalir deras seiring fenomena BBm ini. kenapa sih konsumsi BBM kiota sangat tinggi? dan hampir pasti naik terus. bahkan pemerintah pun ngeri kalo kebutuhan itu ga dipenuhi (SBY sampai menginstruksikan pertamina untuk memenuhi pasokan BBM berapapun....!!!)

luar biasa keputusan yang ditempuh pemerintah. mungkin social cost yang sangat tinggi bila keresahan 200an juta penduduk karena BBM kurang. mulai nelayan, sampai mercy semua menjerit. bisa jadi wibawa pemerintah (SBY?) merosot, dan yang lebih dahsyat sembako naik (sudah beberapa naik) dan kerusuhan sangat besar kemungkinan terjadi.

tapi, bagaimana dengan budaya bangsa?yang tadi itu, ketika kebutuhan BBM ga pernah turun. mobil semakin banyak, toh yang ngisi cuman 1 orang. policy 3 in 1 ga ngaruh.pajak juga ga ber efek pada kelas borju. padahal, apa sih yang dihasilkan mobil2 itu. nambah sempit jalan dan sesak napas

secara umum, energi kita pun krisis. belum lupa PLN, yang hampir saja memadamkan jawa bergiliran.

yang menyedihkan di kota-kota besar. mal, balegho dan lain2 yang menceerminkan betapa meruahnya energi kita. padahal kita sedang masuk bersama ke dalam neraka krisis energi.

tadi juga liat, nelayan ga bisa melaut. kalau orang berdasi ga bisa naik BMW nya ke kantor (padahal bisa naik angkutan masal) tapi mereka masih tetap hidup karena bergaji. lha ini, nelayan yang ga bisa melaut. mereka bisa mati karena ga bisa makan.

negeri ku, masihkah "gemah ripah loh jinawi"?

Friday, July 01, 2005

Bangsaku Sudah Makmur?

rabu lalu aku ke jakarta dengan rencana bertemu dengan beberapa alumni. sebuah pertemuan yang sudah "lupa" untuk apa apa aku melakukanya. karena memang, semuanya berujung dengan, "bang, minta bantuan nih..."

tapi emang mreka adalah orang2 yang selalu banyak membantu adik-adiknya yang sedang beraktivitas. aku seneng saja, walaupun belum pernah ngrasain gimana rasanya jadi mereka jika diminta bantuan sama adik-adiknya.

dan begitu juga dengan kemarin.bantuan yang aku plot untuk aku dapatkan kuperoleh. jikalau ada beberapa bukan sebuah yang kongkret (menurut definisi kita2 yang selalu dekat dengan yang namanya duit), setidaknya sebuah komitmen bisa kudapatkan. bahasa kerennya, "gentlement agreement".

dan alhamdulillah (atau innalillah), ada juga yang ngasih kongkret .... (tiiiiit.....definisaikan sendiri ya!!!). dan tentu saja, senang rasanya mendapatkan sebuah yang memang secara nurani diharapkan.

oiya...rabu itu pula aku datang di gedung rakyat (DPR) bertemu dengan alumni yang jadi anggota dewan. seneng euy....akhirnya masuk sendirian tanpa dikawal siapa pun. karena biasanya selalu bareng ma yang lain.dan yang pasti..."dapetnya" itu.

tapi pas kemarin keluar dari gedung...deng....deng..., ada aksi alias demo. selidik punya selidik, katanya dari kelompok rakyat yang mengaku didzolimi dengan peraturan presiden (ketetapan presiden kali...) yang tentang tanah rakyat boleh "diminta" negara untuk kepentingan nasional.keppresnya no 36 kalau ga salah...

wah...jadi malu juga sebenarnya. aku kan abis dari dalam gedung. dan keluar, ada yang aksi. banyak pisan. sekitar 1000 orang. dari pasundan katanya (bandung?).tapi syukurnya (lho...?), mereka dah mo selesai. jadinya ga terlalu lama bengong. singkatnya, mereka naik bus masing pulang ke daerah-daerahnya (busnya ada yang kurnia bhakti yang warnanya kuning ijo, jurusan garut-jkt).

lalu aku bingung apa langsung pulang ke bandung atau jalan2 dulu. waktu itu jam 3an sore.

setelah sms2 sana-sini untuk mencari kemungkinan pulanga atau maen2, akhirnya kuputuskan untuk mampir sebentar ke tempat kerja teman di daerah imam bonjol. aku masih ingat, naiknya 213 (jurusannya lupa...ufgh!!). sampai disana jam 4. setelah sejenak (15an menit), aku pulang.

sebenarnya pula udah ada pikiran untuk langsung ke terminal nyobain cipularang yang kesohor itu. tapi ya...mampir dulu, g enak udah sms (jadi bingung kan?)

akhirnya, aku ke lebak bulus untuk nyobain tol itu. kenapa ga pulogadung? he...3x, pingin nyobain yang beda, konon pake prima jasa kalo di lebak bulus. kalo di pulogadung, pake bus yang banyak udah uzur (patriot -red).

rada nyesel juga. karena sebenarnya udah sore (jam 4.30an). dan katanya macet di rasuna said (gara monorail yang g kongkret!!!). dan benar macet banget disana, lama pisan.....udah sore waktunya opulang kerja dan ada penyempitan jalan karena monorail.

jadinya angtuk2 gitu, tapi itu juga setelah dapat tempat duduk. dan sama ....(tiit...sensor) lagi. wah, daripada cemot-cemot nih kaki, mending duduk aja. yang ag tau malu tu, ngantuk lagi. parah betul....baru rada sadar pas nyampai cilandak. jadinya iur2 ngantuk sepanjang rasuna said, mampang trus warung buncit sampai sekitar ragunan.

nah...pas mau nyampe lebak bulus, koq ada oranye2...waduh..masuk ke kandang macan nih..alias persija lagi abis men.untungnya 4-0 menang.tapi jadinya busa ga mau masuk terminal, turun di persimpangan dan jalan sendiri 300an m.

waktu itu udah jam 6 nyampai terminal. sejam cing...jalan macet. padahal, cipularang akan lebih menarik kalo keliatan alias ga gelap malam. tapi ya udah...yang penting nyobain..

akhirnya 15 menitan kita jalan. enak juga bisnya... ada yang sedang sendiri sebenarnya, tapi masih kuat iman sih! dan emang banyak kursi kosong.udah tidur lagi, jadinya seger.

kita jalan...akhirnya sampai cawang lewat tol, trus ke tol pondok gede.

udah niat ga bakal tidur (udah seger...hem...).jadinya cenghar (bahasa sunda) terus.tau2 udah ada petunjuk ke arah bandung, alias udah mulai masuk ke tol cipularang.

wah...emang keren (kesimpulannya aja). jalanya jelas beda, masih baru juga sih. dan walaupun malan, tetap keliatan daerah sekitar yang berbukit. tenang dan dingin. ada beberapa tanjakan yang dilewati, sekitar 5an tanjakan yang tinggi.

dan memang konon, bandung ada di 700 dpl, sedang cikampek di 20 dpl (kata koran)jadinya tol ini secara naluri (pake naluri, ga cuman otak) kudu nanjak.

lewat di bawah jembatan yang diatasnya ada jalan, trus ada juga diatasnya rel KA (yang tadi pagi saya lewati) dan tau-tau jembatan cisomang yang terkenal. aku ingat, ditulisnya, jembatan cisomang 252 m (kaya wirosableng). keren.....

dan tiba2 ...eh udah nyampai padalarang barat, trus tol padalarang. luar biasa men...cepet banget. koq bisa manusia bikin gituan? he....3x rada kagum juga. konom pula, sangkuring modern, cuma dikerjakan setahun cing....

wah...jadi ingat2 dengan yang di depan dpr tadi. tanah, cipularang. gimana ya kalo dihubung2ing? kan tanah yang dipake buat ngebangun cipularang adalah juga pasti ada milik rakyat. dan dipake untuk kepentingan nasional (atau kepentingan orang jakarta yang berduit dengan mobilnya pergi ke bdg untuk ke FO?). hush..... berat juga.

ya itu lah yang aku juga malu (kedua kali nya setelah di depan dpr tadi). make tol yang konon tanahnya juga ada yang belum diberesin. atau yang pasti, rakyat2 di sekitar (sekitar jauh) jalan tol gak terlalu (atau tidak) merasakan manfaat jalan tol itu.

jadi gimana mas...

bangsaku sudah mampu bangun jalan tol terindah di indonesia (katanya 100% produk dagri). dan mau bangun 5000 jalan tol transjava juga. atau terowongan nusantara yang juga sedang digodog, jembatan suramadu yang kemarin ambrol pondasinya.sudak makmurkah bangsaku?

wis liat aja lah...