Wednesday, March 29, 2006

memoirs 0506

Aku ingat ketika saat itu, anam terlibat pertimbangan matang tentang posisi ku di kabinet KM ITB. Bukan atas maunya sendiri memang, semuanya dipertimbangkan demi kebaikan yang lebih besar.

“trian, kau dibutuhkan di tempat lain. saya tidak bisa memastikan kau ikut bergabung atau tidak,” singkat, padat dan mengena.

Namun akhirnya, aku ambil juga tawaran itu. sekali lagi,bukan anam yang semata-mata mau. Karena aku sendiri pun sebenarnya menginginkannya. Keputusan pribadi. Kemahasiswaan, sudah lama kutinggalkan. Aku merindukanya, seperti halnya aku rindukan kampungku disana. Entah itu amanah atau apa, yang jelas, dengan penuh sepenuh kesadaran, aku mengiyakannya.

Waktu berjalan. Yang kuingat, tidak ada diantara para menteri, sekjen dan anam tentunya sangat jelas kita mau kemana. Oiya, uintuk pertemuan pertama, kita sampai malam waktu itu. jam 2 pagi. Sukma sudah curi-curi terlelap. Siapa lagi ya? Oh..andro juga tidak lebih baik. Aku ingat, aku baru saja memejamkan mata dan tiba-tiba dibangunkan untuk pulang. Merdeka! Kita berpikir tentang kampus dan teman-teman kita. Luar biasa kawan.

Ajun, orang satu jurusan yang awalnya kurang dekat. Dia sangat himpunan, sedangkan aku kurang dekat dengan himpunan. Dia pernah interview saya untuk masuk di suatu lab TI. Saya gagal disana, eh..kita ketemu disini. Posisi sama, bukan antara senior-yunior, tapi sesama mentri. Naik nih pride gw..

Beny, katanya mantan prince mesin. Tapi koq ga tampak-tampak amat (karena udah ga kali..). prince mesin, sekarang menteri keprofesian teknologi. Ga nyambung. Kata anam, dia punya visi bagus disana. Ok, good choice nam.

Mahmuy, aduh namamu udah kadung terkenal itu (aslinya mahmud sapa gitu..). LSS pisan. Cocok lah, orsenbud (olahraga seni dan budaya). Tapi udah mulai jarang-jarangan sejak tengah tahun. Kamana akang? Lieur urang teh sareng maneh..

Sukma, selain terkenal suka tidur duluan (malu-malu lagi, mata sayu, terbuka, sayu, terbuka..., kenapa ga jujur aja ma?), dedikasi luar biasa. Menteri of the year lah...rela ninggalin TA (yang bener atau tholabul akh***), suka yang “tipis” juga, dan sampai akhir punya energi. dan pasti, yang terkenal di kita...antek pak widyo. Keep calm ma...

Agung, ini anak paling gedebag-gedebug bareng. walau beda angkatan, cuek aja. Pukul sana, dorong, guyon dan haha hehe... pinginya rame kalau ketemu. Melobi ibu (yang sering telpon anytime) menunda kelulusan, juli lewat, oktober lewat, akhirnya maret deh... (masa menteri pendkesma molor?). dan sekarang, Erasmus Mundus!

Andro, paling ga betah melek malam-malam. Suka senyum-senyum, dan sepertinya kurang olahraga...(letoy gitu..hehe..). ini yang menteri karier, deputi of the year tahun lalu euy, sekarang jadi menteri pengabdian masyarakat. Klop..sabar, penyanyang, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung...

Wiyono, hampir saja lupa. Kagak jelas tuh anak, maunya berantem melulu ma kongres. Tapi aku suka juga...kongres, hajar aja. Kagak kongkrit mereka! Kapan ya wi, kita mulai kenal? Lupa. Di Sospol, mainnya konspirasi terus. Segalanya dipolitisir, sampai aksi juga...lumayan dapet saweran.

Abi, sok kebapakan dan kalem padahal ga gitu-gitu banget. Pantaslah, sekjen internal jadi bapak kampus. Dikenal dengan ITB-1, karena paling sering nongol di forum2 kampus dibanding anam. Ternyata, oktober TA kelar. Pinter curi-curi juga, menterinya disuruh kerja.. eh...dia melenggang. Tapi setia sampai akhir, walaupun kompre C..

Gortum, keantosan heula...(Gortum = Goris antum), orang paling menyebalkan di kabinet, tapi kongkrit. nafsu jaringan sangat besar, dana kabinet banyak mengalir berkat dia. Suka bikin kegiatan aneh2..asal dana masuk. Sebenarnya ga rajin baca banyak buku2 amat, tapi ngomongnya nyerocos. suka mengulang kata2 yang sama..ruh kemahasiswaan..

Terakhir anam, baru kenal saat serumah. Awalnya serius, trus bisa diajak kekanak-kanakan. Setelah jadi presiden, ga berani lagi deh, hormat. Melankolis-plegmatis, apa pernah liat anam marah? Tapi berkat anam, aku tahu bahwa presiden juga manusia. Thanks nam, atas kepercayaan bergabung dengan gaya KM kita... kauniyyah.

Ada lagi? Ada banyak sekali. Ratih yang cerewet, risma yang merengut, echa horee, rida yang senyum2, dini sangat koleris, silda unclear, ulya berlagak bijak (tapi jadi kagok), della sok sibuk (makasih ASPL-nya), aliva yang bingung, pipit sang feminis, nova yang GTM (gaul tapi manut), puput yang geregetan, winda yang lucu, febri al-kacruti, weko dan staf kominfo (imoth “susah dihubungi”, edi “hidup indramayu”, adit “pecinta pram”, fajar “pujangga”, n arsi “cool”), serta sejuta rasa lainnya. bangga dan senang rasanya menjadi bagian kalian.

Sejenak sadar bahwa dalam rasa itu, kita sedang membuat sejarah kemahasiswaan ITB. apa adik-adik kita akan mengingatnya batu bata ini? Entah apa kita akan saling ingat, 5 tahun, 10, 20 dan 40 tahun lagi. Kenangan indah, pasti menjadi sebuah kisah klasik. Tapi satu hal aku belajar dari kalian. Semuanya dibangun dengan ketulusan. Terima kasih Allah, atas kesempatan ini...

Trian, menteri kominfo kabinet 0506

Monday, March 20, 2006

asketis-egois

Saya mendefinisikan asketis secara sederhana, adalah perasaan cinta terhadap suatu hal yang berlimpah sehingga seluruh hidupnya terpengaruh atau dipengaruhi oleh sesuatu itu. kata pujangga cinta, “hidup mati hanya untuk dia”.

Lalu apa egois? Simpelnya, sikap mementingkan sesuatu dari kacamata diri sendiri. egois dekat dengan individualis, primordialis dan sikap centris lainnya. kata anak muda, “emang gue pikirin?”

Apakah asketis, sebuah sikap yang egois?

Seorang menentukan pilihan masing-masing. Dan manusia haru sepenuhnya sadar, tangung jawab atas pilihannya itu. lalu, manusia pula yang menilai sendiri, layak tidaknya dirinya berada dalam lingkungan tertentu. Jika dia kemudian meninggalkan lingkungan yang orang lain nilai baik, tapi tidak begitu menurutnya. Apakah itu egois?

Dengan segala keteguhan hati, seseorang melakukan apapun demi suatu hal, apa yang menjadi keputusan itu. orang lain menilai, “koq bisa, dia melakukan itu?” minim rasionalitas, itu yang kita lihat. Mengorbankan suatu yang lebih besar, indah, lebih baik lingkungannya hanya suatu hal yang lebih kecil, lingkungan tidak jelas dan abu-abu. Apakah itu asketis?

Dari dua cerita diatas, asketis ternyata bisa menjadi hal yang egois menurut orang lain. tapi, ternyata asketis tidak selamanya egois.

Tahu kepercayaan memakai silicea? Silicea, sebuah pengikat besi tajam di paha sehingga ketika ada rangsangan organ vital, maka alat itu akan menekan nafsu itu. sakit, pengorbanan diri atas nama asketis.

Ashram, sebuah komunitas terbayang ciptaan Gandhiji. Banyak orang yang meninggalkan zona nyamannya untuk bergabung dalam komunitas ini. hidup dari memintal kain dan berkebun. “memintal adalah gerakan menuju swaraj (kemerdekaan, kemandirian),” kata Gandhiji. Dan tapasya (pengekangan nafsu) bukan lagi ritual disana. Asketisme melanda mengalahkan egoisme.

Atau dalam risalah Muhammad bersama para sahabatnya. Tidak ada satu pun sahabat sejati yang mengutamakan kepentingan pribadinya. Bahkan, “barangsiapa yang mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi apapun, maka dia akan bersama dengan yang dicintainya di akhirat”. Hikmah berharga umat islam.

Ada pilihan untuk melakukan segala sesuatu karena diri sendiri, tanpa alasan asketis terhadap sesuatu itu. asketis tidak selamanya baik, pun tidak seluruhnya buruk. Hanya, apa yang harus kita asketis-kan, sebaiknya penuh pertimbangan. bukan karena kita pribadi menilai baik dan nyaman, juga bukan karena dogmatisme. Penuh kesadaran dan tanggung jawab. So, be carefull of what you wish for...

Tuesday, March 14, 2006

penyesalan

Menyesal, kata dan sikap yang tidak aku sukai sebenarnya. Tapi sekarang, tak ada kata lagi yang pas mewakilinya. Sebuah penyesalan tercipta, bukan untuk siapa-siapa. Hanya diri sendiri.

Menyesal, atas apa yang kita lakukan dalam hidup di masa lalu. Kalau kita rajin baca sejak dulu, pasti kita akan lebih berwawasan sekarang. Kalau kita punya bisnis sejak dulu, mungkin sekarang kita lebih maju. Dan sederet lainnya, yang harusnya bisa merubah kehidupan kita sekarang. Masih bisakah sekarang? Harus bisa.

Menyesal, ternyata kesempatan tidak pernah datang dua kali dengan karakteristik yang sama. Sekitar satu tahun lalu, kesempatan mengemban amanah tertinggi dalam sebuah organisasi itu ada. alasan memang selalu ada. sekarang, tinggal sebagai bunga kehidupan.

Menyesal, karena kemudian apa yang didambakan untuk dikerjakan tidak bisa optimal dilakukan. Alasan sibukkah? Karena, “masa setingkat saya melakukan itu!” Atau Masa depan yang sudah jelaskah? Pertanyaan sederhana, bukankah itu pilihanku sendiri? Ucapan maaf, masih diterimakah? Kepada orang-orang yang percaya bahwa saya bisa, sulit bagiku ternyata. Mungkin mudah, tapi ternyata tidak bagi orang-orang yang tidak sepenuh hati. Sanksi diri sendiri.

Menyesal, melihat segala kejadian di muka bumi dan kita hanya bisa melihat miris, tanpa kuasa merubahnya. Cukupkah sebuah tekad, “kita akan merubahnya di masa depan?”. Klise. Lalu apa sekarang? Harapan yang tersisa.

Menyesal, dalam sebuah perhelatan rutin di kampus, yang tahun lalu jadi alasan melepas kesempatan itu, sekarang hanya (pura-pura) diam, antara keinginan dan realita. Bukan hanya sedih, tapi juga kesal, “segitu aja koq ga bisa”. Tapi, apakah itu penyesalan? Karena ternyata, perhelatan itu mundur tanpa pasti. Bisakah “penyesalan” ini tidak terulang? Sekali lagi, keinginan dan realita.

Tapi karena menulis ini, aku tak perlu menyesal. Ternyata benar, seorang penulis-lah yang pikirannya terbuka. Tanpa malu, tanpa tedeng aling-aling mengungkap apa yang seharusnya disampaikan, kalau itu memang harus dilakukan. Persis dua hal yang tidak saya suka, kemunafikan dan kesombongan.

Dan sekarang, aku tahu hal yang lebih punya jiwa, dibandingkan sekedar rasa penyesalan, sedih, pilu, miris yang mendalam. Aku belajar akhirnya. tangung jawab itu mahal.

------------

Alallahumma inni ‘audzubika minnal hamma wal khazan...

(Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah)

Thursday, March 09, 2006

kerendahan hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit

Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,

yang tumbuh di tepi danau


Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,

Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang

memperkuat tanggul pinggiran jalan


Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,

Tetapi jalan setapak yang

Membawa orang ke mata air


Tidaklah semua menjadi kapten

tentu harus ada awak kapalnya....

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi

rendahnya nilai dirimu

Jadilah saja dirimu....

Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

(Taufik Ismail)

-------------------

"ajarkanlah sastra, karena akan melembutkan hati "

Wednesday, March 01, 2006

salah, atau bohong?

dituduh melakukan tindakan yang tidak sopan atau tidak layak adalah tidak nyaman. apalagi kalau kita merasa bahwa yang kita lakukan tidak gitu-gitu amat. bukannya itu wajar dalam suasana tersebut, atau apakah benar-benar itu tindakan yang parah sehingga layak dipertanyakan status seseorang? apalagi dalam dunia -meminjam lucky-, relativitas.

ceritanya begini. tadi malam, KM ITB diundang dalam Republik BBM Indosiar. saat itu, mengundang tamu bang Wimar Witoelar dan Artis Iwan Fals, dan tentunya sang penggagas acara, Effendi Ghozali, pasca sarjana komunikasi UI. tema malam kemarin adalah tentang pengangguran.

lalu, apa yang membuat "bermasalah"? saat acara berakhir, itu adalah sesi nyanyian denagn penonton berdiri. benar-benar rame. karena musik yang menghentak, banyak penonton (mahasiswa ITB, pengisi acara dll) menggerakkan tubuhnya. pun demikian saya. sebentar, saya tidak mengatakan itu ber-joged. karena itu memang menggerakan badan. kalau joged, kesannya separti penyayi dangdut, yang sebentar lagi mungkin terjerat UU pornografi-aksi.

Taufik Savalas, si presiden republik BBM melakukan itu di dekat saya, dan kemudian kami "berduet". semenit setelahnya (acara sudah selesai), datang sms. "qadaya asasiyah, joged! ctrl G.". masalah yang mendasar, joged. atau dari teman surabaya, " wah rusak puol..ha3x" (puol=banget).

jadi mikir, perasaan ada momen lain selama mahasiswa melakukan hal serupa. pertama, saat acara closing pertunjukan "saung mang udjo" yang sangat menyenangkan. dan kedua, saat ESQ Ary Ginandjar, yang sangat ekspresif. banyak juga dalam dua acara tersebut yang melakukan "gerakan badan", orang yang ber"status" sama dengan saya.

bagi saya, itu adalah ekspresi jiwa. sebuah ungkapan merekonstruksi masa kanak-kanak. bukan berarti kita belum dewasa. justru ketika dewasa, ada saat yang menanti manusia akan bersikap seperti anak-anak. kalau dalam urusan rumah tangga, mungkin tindakan manja kepada pendampingnya. bahkan seorang Umar Bin Khatab pun mengatakan untuk berlaku sebagai "anak kecil" di rumah. karena kita sebenarnya tetap merindukan the magic of childhood.

tapi, masalahnya mungkin kenapa itu dilakukan di ruang publik? televisi, media yang paling jahat saat ini, ditonton olah banyak orang dan membawa sebuah status "nama baik". itu masalah tempat. yang jelas, saya sangat menghindari yang namanya kemunafikan. sok berlaku baik, jaim (jaga image), dan yang sejenis dan ternyata sama-sama "politikus" dan oportunis-nya. kehidupan ya semuanya, jangan sepotong-potong. lihatlah dengan kacamata yang besar.

kalau kemudian tetap divonis tidak pantas, tidak layak, tidak sopan dsb. ya... monggo saja. tapi, jangan berbohong pada diri sendiri.