Sunday, September 25, 2005

ucapan selamat-ku

selamat datang cinta,
karenanya sekarang ku tak akan mudah berbagi..
selamat datang sayang,
karenanya sekarang ku tak lagi gundah sendiri..
Barakallohulaka wa Baroka 'alaika wa Jama'a fi Khoir..
teruntuk sahabat
yang berbahagia hari ini

Saturday, September 24, 2005

ketika harus memilih...

sudah lama ga nulis nih...banyak hal yang menuntut lebih harus dikerjakan. mulai dari tugas akademik - kenapa ini yang ditulis pertama ya?, tugas organisasi - kata temen ku yang IPK nya > 3,3 aktivitas adalah pilihan, tugas pribadi - selalu ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, tugas abdi - dalam berislam, dan banyak tugas-tugas lainnya jika mau lebih didetailkan.

kadang kita merasa letih dan ingin istirahat dari semua beban itu, mungkin dalih kita demi melakukan tugas lainnya dengan lebih baik. atau karena kita bosan saja dengan himpitan deadline, kemauan orang, idealisme dsb.

jadi apakah kita harus tegar dan kuat untuk melaksanakan tugas2 itu semua? terus terang, aku sekarang sedang menghadapi itu semua. dan yang aku takutkan, munhcul ketidak-konsistenan ketika menjalaninya.

misalnya gini, ketika mengikuti kuliah (dan biasanya dengan tugas2..), langsung timbul "komitmen" dalam diri untuk konsen kuliah saja dalam hidup ini dan menyelesaikan tugas sebaik mungkin. tapi kadang (atau sering?), tugas tidak dilakukan dengan sebaik yang diniatkan.

lalu ke aktivitas organisasi, ketemu tokoh, diskusi masalah bangsa, nasionalisme, peran mahasiswa dsb. dan timbul kuat niat kuat untuk menjadi mehasiswa idealis, yang menghabiskan hidupnya di kampus dengan diskusi memcahkan keheningan mancari keadilan.

kemudian, ada teman yang sakit, nikah, bercanda rame2. dan kenapa ga kumanfaatkan hidupku untuk membahagiakan teman2 sekitarku? yang sering kulupakan karena alasan kuliah, tugas, organisasi dan ego-ku sendiri.

masih ada lagi, yaitu waktu ketemu atau ditelepon orang tua. Ya Allah, kemana aja aku ini? hingga ortu pun tidak pernah rutin kusapa... dan ketika pulang kuikrarkan untuk sebaik-baiknya, walaupun toh selalu berakhir dengan tidak semanis niatnya.

dan...apa dan apa yang banyak lagi. yang membuat berkomitmen, berjanji disana, disana, dan disini, yang lalu janji yang kemarin belum terwujudkan. terakhir aku sadar, manusia memang suka dengan peran-peran panggung kehidupan...

Thursday, September 15, 2005

Prayer for Arthur....


Build me a son, O Lord, who will be strong enough to know when he is weak
And brave enough to face him self when he is afraid,
One who will be proud and unbending in honest defeat,
And humble and gentle in victory

Build me a son whose wishes will not take the place of deeds
A son who will know Thee__
And that to know himself is the foundation stone of knowledge

Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort
But under the stress and spur of difficulties and challenge
Here let him learn to stand up in the storm
Here let him learn compassion for those who fail

Build me a son whose heart will be clean
Whose goal will be high
A son who will master himself before he seeks to master other men
One who will reach into the future,
Yet never forget the past.

And after all these things are his,
Add, I pray, enough of a sense of humor
So that he may always be serious,
Yet never take himself too seriously.
Give him humility,
So that he may always remember the simplicity of true greatness,
The open mind of true wisdom,
And the weakness of true strength.

Then I, his father, will dare to whisper,
“I have not lived in vain”

Prayer for Arthur
By General Douglas McArthur (1880 – 1964)

puisi ini bagus, esp buat yang mau me-momong buah hatinya (atau yang menuju kesana:).
selamat.....

Tuesday, September 06, 2005

Bapak itu telah meninggalkan kita...

Pagi itu sekitar jam 8, hari Sabtu 17 Juli kemarin, kami serombongan Pelayaran Kebangsaan (PK) V tiba di dermaga Belawan Medan, setelah semalam kami melempar jangkar di teluk Belawan untuk menunggu pagi. Dan segera, kami pun bersuka kaena tujuan Medan telah kami injak. Sambutan dari mahasiswa2 Medan beserta bus yang akan mengangkut kemi ke Medan. Tapi kami baru sadar, Belawan-Medan bukanlah jarak yang singkat ternyata. Membutuhkan setidaknya 2 jam, yang membuat kami terkantuk-kantuk. Sengingatku, sepanjang jalan itu banyak terdapat perumahan penduduk yang jarang diselingi dengan pohon-pohon nyiur, lalu pasar, pemukiman, dan banyak bukit.

Rasa kantuk hilang, ketika kami tiba di depan kantor gubernur Sumut. Disamping adalah sebuah potongan sketsa masjid Gubernuran itu. cukup luas, bahkan terkesan lebih luas dan megah bangunannya dibandingkan dengan Istana Wapre yang kami kunjungi 5 hari yang lalu. Segera kami naik ke aula utama, lantai dua jalan menjauh dari bangunan masjid.

Sederet kursi telah ada, dan tak lama acara pun dimulai. Seorang bapak mengenakan safari gelap menyambut kami dengan memperkenalkan Sumut sebagai potret multikulturalisme. Selain itu, banyak potensi yang dimilki oleh propinsi ini yang akan digunakan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Bapak inin juga menyampaikan bahwa Medan adalah ibukota Sumatera secara keseluruhan, karena menjadi kota terbesar di pulau itu dan terbesar ketiga Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Dan memang, kota ini tergolong besar (apalagi dibandingkan Bandung), walaupun jalannya tidak selebar Surabaya.

Kemudian, seorang ibu menyampaikan laporan kegiatan PK V ini. rupanya dia dari panitia lokal Medan. yang membuat peserta riuh adalah ketika ibu tersebut menyampaikan bahwa sebenarnya peserta akan diajak ke Prapat untuk melihat keindahan Danau Toba dan Samosir. Tapi karena perjalannya Medan-Prapat tidak sebentar dan acara padat, maka niat tersebut diurungkan. Bagi sebagian besar peserta, Toba adalah cita-cita ketika berkunjung ke Sumut ini. Dan inilah yang ditangkap oleh Sang Bapak tuan rumah kita saat itu.

Aku sendiri, duduk persis di baris ketiga, sehingga sangat jelas melihat bisik-bisik yang dilakukan oleh ka panitia pusat (Bapak Mu’in) dan bapak itu, serta perwakilan dari TNI AD, AL dan jajaran pemda sumut. Dan hasilnya, di luar dugaan kami semua. Dengan spontan saat sambutan, Bapak Mu’in mengatakan bahwa bapak kita telah menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan untuk berangkat ke prapat sore itu juga. Padahal, saat itu jam menunjukan sekitar 11 siang, dan kami harus ke panti asuhan siang sampai menjelang ashar. Karuan saja, seluruh peserta bersorak girang dan aku melihat persis, bapak kita tersenyum melihat ekspresi peserta.

Dalam akhir acara “Horas” itupun, kesediaan yang terbuka beliau untuk berfoto dengan peserta setelah salah seorang kami memberikan cinderamata kepadanya. Dan peserta merasakan, seorang bapak yang memberikan keinginan anaknya kala sang anak ingin merangkai kenangan indahnya di bumi Sumut tersebut. Dan bapak itu adalah T. Rizal Nurdin, Gubernur Sumatera Utara.

Singkatnya, sore itu kami berangkat ke Prapat dengan disediakan 10 bus yang jauh dari memadai bagi kami. Mengenai Prapat, aku sendiri sering salah menyebutnya Prapatan, karena dalam bahasa jawa banyak digunakan untuk menyebut perempatan jalan. Selama perjalanan, rombingan dikawal oleh mobil patroli Dishub dan artinya semua mobil yang ada di depan mempersilahkan kami lewat dulu. Pemandangan yang luar biasa, ketika kami diperlakukan seperti tamu resmi dan terhormat di Sumut. Sedangkan di sebelah kiri kanan jalan, perpaduan bukit dan gunung, hutan musim, sawah dan lembah menghibur ruang penglihatan kami. Sungguh daerah yang indah.

Tiba di toba, hari sudah malam. Waktu itu sekitar jam 9 malam. Segera, panitia lainnya sudah siap dan mencarikan perahu untuk langsung menyeberang ke Samosir. Aku sendiri membatin, “karena perintah dari orang berkuasa di Sumut, semuanya berjalan sigap tanpa ada hambatan berarti”. Luar biasa juga ketika di Samosir, sebuah komplek vila bernama Toledo telah siap dengan makan malam dan kamar2 yang akan digunakan membersihkan diri. Aku melihat saat itu, betapa seluruh peserta menikmati penyambutan yang disediakan.

Selanjutnya, jam 10 malam telah disiapkan pula di aula Toledo, sajian kesenian khas Sumut. Mulai dari orang yang membawa patung (mirip ondel2), dan tarian2 lainnya yang aku lupa. Serta tak lupa, nyayian daerah Sumut dan penampilan beberapa peserta. yang menambah kami merasa terhormat diperhatikan saat itu dengan ada pengumuman seperti ini, “Bapak Gubernur telah menyediakan kaos Danau Toba yang diberikan gratis kepada setiap peserta dan panitia PK V.” Untuk kedua kalinya dalam hari itu (atau sudah lewat tengah malam kali ya?), kami bersorak gembira sebagai ungkapan rangkaian pengalaman indah mengesankan sepanjang hari itu.

Kami pun beranjak dari samosir sekitar jam 1.30 dinihari. Di dalam perahu dan bus, masih ada bebarapa tanggapan yang menyadari betapa beruntungnya kita hari itu. mendapat sambutan sudah merupakan penghargaan, diperlakukan terhormat adalah anugerah, kemudian diberikan tanda mata yang akan dibawa di seluruh peserta ke daerahnya masing2 di Indonesia ini.

Paginya, secepat kami naik Kapal kembali dan upacara pelepasan yang lebih sederhana dilakukan oleh TNI AL. Belawan makin jauh, tapi kami masih sangat ingat saat-saat kemarin menjalani salah satu perjalanan terindah dalam benang kehidupan kami masing-masing. Serta tak lupa, seorang bapak yang telah memberikan yang terbaik bagi kami.
***

Dan siang kemarin, Senin 5 September. Teng....tet....tet..., sebuah sms datang dari seoran kawan yang juga tahu perjalanan PK.
“...Udah tau kan kecelakaan pesawat di medan td, korbannya 100 lebih. Ikut tewas gubernur sumut rizal nurdin.."

Sejenak diam, tak bisa berkata dan tidak pula membalas sms itu. Bapak itu telah meninggalkan kami. Dan kami masih belum menjawab harapan-harapannya untuk menjadi pemuda masa depan, yang mengangkat bangsa ini menuju kejayaan. Yang mampu membawakan pesan persatuan untuk seluruh komponen bangsa, dan yang menjunjung tinggi budaya bangsanya.

Harapan-harapan itu kini dipercayakan kepada kami sepenuhnya. Dan kaos itu akan kujaga, sebagai pengingat harapan sekaligus karena mungkin kami tak akan pernah lagi merasakan pengalaman seindah 1.5 bulan yang lalu. Yakinlah bapak, segenap anakmu dari Sabang sampai Merauke akan mengenang dan mendo’akanmu.

Monday, September 05, 2005

ini diriku...

Anda bisa apa? Pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Tapi ketika pertanyaan diubah menjadi anda mau jadi apa? Maka akan ada banyak hal yang ingin dilakukan. Jadi sebenarnya, apa yang bisa dilakukan atau kita mau jadi atau seperti apa? Bagi saya, akan lebih enak dan tidak takut neko-neko kalau saya menjawab pertanyaan yang kedua. walaupun mungkin ada benarnya, dan ada korelasinya dengan pertanyaan pertama. Tapi itu mungkin.

Saat pertama kali punya lintasan masuk ITB, pasti banyak hal yang ingin sebagai sarana menjadi tujuan yang lain, yang biasanya berdimensi lebih panjang dan berukuran lebih besar. saya sendiri ingin menjadikan ITB sarana tercapainya cita-cita, walaupun masuk ITB sudah merupakan anugerah cita-cita sendiri buat seorang dari daerah kecil di ujung barat jawa timur ini. tapi dulu, hal yang lebih besar ingin diraih adalah menjadi seorang manajer. Sehingga, masuknya juga yang ada relasi dengannya. Teknik industri jadi jawaban menurut saya.

Nah, mau apa berikutnya di TI. Kuiah itu pasti dan belajar segala hal menjadi kemutlakan juga. Dengan memperkuat basis keilmuan, maka saya bisa menjadi orang yang lebih bermanfaat bagi banyak manusia. Bukan berarti yang kuliah (dalam arti keprofesian) secukupnya, tidak bermanfaat. Cuma kita bisa menjadi lebih bermanfaat ketika kompetensi kita mumpuni. Dan itu sudah terlihat potensi ketika masuk di tahun keempat ini. apakah berarti kudu lulus empat tahun? Itu perkara lain, karena menyangkut pihak-pihak yang tidak bisa disbutkan namanya.

Lalu bagaimana dengan belajar tadi? Ya, jawaban simple (baca: simpel) ada di organisasi. Dan mulailah diri ini merangkak di beberapa organisasi kampus. Gamais, KSEP, Kokesma, MTI dan Kabinet KM adalah komunitas yang pernah dirasakan. Tapi dasar karena tidak bisa ngebagi waktu dan minim konsistensi, jadinya hanya dua yang dilakukan sampai penghabisan sekarang. Pertama kabinet di sospol sampai maret 2004, Gamais selesai formal april tahun ini, dan kabinet (lagi) sedang berjalan.

Mau apa dengan keduanya? Saya jadi teringat dengan “curhat” dengan Pak Leksananto (Dosen wali), waktu tingkat dua awal. Beliau bertanya, kenapa milih Gamais dan KM? Dengan sekenanya kujawab, supaya seimbang antara peran akademik (kuliah), agama dan wawasan kebangsaan. Nah mungkin itu yang dinginkan oleh diri ini. Bagaimana ketiganya bisa sinergis, walaupun mungkin karena kemalasan seringkali jadi tidak seimbang.

Dengan hobi baca dan diskusi serta sedikit corat coret, maka melengganglah ke pentas kabinet (ada pengaruh “tukar guling” juga kayaknya). Maka sudah cukup lengkap sarana yang dilewati, mulai kuliah, Gamais dan Kabinet. Dengan posisi sekarang, maka terbuka kesempatan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan. Walaupun tidak harus diartikan sempit menjadi bisang sosial politik. karena tingkat politik tertinggi masyarakat ada pada pemberdayaannya, dan itu ada sebuah media yang menjembatani. Jadi peran media sendiri bisa dianggap sebagi perab pondasi sekaligus berkesinambungan.

Trus apa lagi? Mungkin (padahal sudah berusaha menghindari mungkin, karena ga enak didengar) sekarang berikutnya saya mau ngapain? Dengan segala yang dimiliki sekarang, maka peningkatan kompetensi menjadi pilihan niscaya. Tinggal dua semester kuliah lagi (yakin sih.., kuliah koq), jadinya kudu manfaation banget. Dan melebarkan wawasan khasanah ilmu juga, yaitu dengan kemungkinan besar mengambil mata kuliah selam dan salah satu MK TL semester depan. Mumpung “seminar wawasan” gratis dan fasilitas ada di ITB.

Trus organisasi gimana? Itu yang sulit dijawab oleh banyak orang yang tahu dan susah memilih. Sebentar, bukan susahnya karena harus memilih, karena memang tak ada pilihan yang lebih “ahsan”. Jadinya simpelnya (udah mulai bisa simpel), selesaikan amamah sekarang dengann sebaik-baiknya, sekaligus menyiapkan infrastruktuir berikutnya secara formal dan wajar.

Itu saja yang ingin disampaikan, semoga dengan tulisan ini semakin membuka kesempatan untuk bertanya, “jadi sebenarnya kamu mau jadi apa?”. Yang jelas, jawaban “be yourself” kayaknya basi. Sederhana saja, ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Dan itu sebuah proses, bukan tujuan.