Punya hutang. Sudah lama sekali puasa selalu penuh hingga tak ingat lagi kapan terakhir puasa tidak penuh alias punya hutang (mungkin SD). Dan Ramadhan tahun ini, harus makan bubur di saat orang lain puasa. Ada malu, ada penyesalan dan ada syukur. Tapi, puasa terakhir yang kontroversi (hari ke-30) masih bisa dilakukan.
Idul Fitri, total 84 ucapan sms yang diterima. Melihat warna-warni Islam negeriku. Ada warna minggu, senin, selasa, bahkan rabu. Maka manusia di dalamnya pun bebas dan bertoleransi untuk memilih.
Bertemu dengan keluarga besar, sudah banyak saja aktiivitas masing-masing. Ada sepupu seumuran, mau berangkat ke Singapura buat pertukaran karyawan MCD tanggal 15 nopember ini selama 6 bulan. Dan yang seru, 3 sepupu perempuan yang manis-manis. Satu yang sedang kuliah di sebuah universitas negeri di Jakarta, sudah ”dekat abis” dengan seorang laki-laki dan kelihatannya hanya himbauan orang tuanya untuk bekerja dulu setelah lulus. Satu lagi, bercerita tentang kuliahnya di Akademi Kebidanan. Bercerita tentang kuliah, praktek dan berbagi sedikit tentang kehamilan (ada juga istilah baby blues). Dan satunya lagi yang masih smp, punya hal-hal menarik kehidupan pondok pesantren putri.
Berdiskusi seru dengan mas Zaim Uchrowi (yang sedaerah) di rumah orang tuanya. Ditemani oleh istrinya-mbak ira, mengalirlah diskusi tentang aktivitas, masa depan, pergerakan islam, aktivitas wanita, keluarga dan Indonesia. Tanpa tedeng aling-aling untuk sharing. Istrinya ternyata lebih talkactive, seorang manajer produk GAP (produsen garmen dari AS) untuk kawasan asia tenggara. Berdua mereka menempuh S2 development program di Filipina, saat kedua putra masih kecil. melihat sang istri yang berkerudung dan menjadi wanita karier sukses, maka diskusi tentang wanita pun menjadi lebih menarik.
Kembali bersama teman-teman SMU. Kabar tentang yang sudah nikah, punya anak, atau yang sudah lulus, masih kuliah dan yang sudah kerja. Akhirnya, seorang teman yang ”konflik” selama 3 tahun menjadi jurnalis di sebuah koran baru ibukota, meneruskan langkah dari majalah sekolah dulu. Dalam hati berujar, ”sudah cukup berarti, tak perlu ingin menjadi jurnalis lagi”. Tak lupa, (di)kumpul(kan) dengan ”komunitas”, yang semuanya kuliah di luar daerah. Banyak juga ternyata hasil perjuangan SMU itu. Yang dulu menjadi corong seruan, ada yang memutuskan berhenti dulu dengan ihwal alasan. Pun banyak yang sebaliknya.
Memperbarui pajak kendaraan dan mengalami birokrasi serta aroma korupsi dalam mengurus paspor. Hari terakhir, berkunjung ke SMU bertemu para guru. Waktu berjalan cepat sekali. Tak lupa, menumpahkan terima kasih kepada guru bahasa indonesia, seseorang yang pertama kali mengenalkan sastra saat mengajar kelas 2 dulu. ”sastra untuk masyarakat, bukan sastra untuk sastra”, pesannya kemarin. Kemudian berbagi dengan adik-adik SMU, tempat masa depan itu tergantung.
Mencium tangan ibu, dan merasakan alam pun tersenyum cerah.
2 comments:
Bandung banget nih Blognya! Pic nya bagus. wassalam
oiya, bandung banget? mbak maya yang lebih bandung kayanya mah. nuhun kunjungannya.
Post a Comment