Monday, September 24, 2007

Friendster, Riwayatmu Kini

Siapa penghuni jagad maya yang tak kenal Friendster (FS)? Selain email (dan pastinya web), FS menjadi semacam perangkat wajib bagi neters. Seolah belum gaul di dunia maya jika belum punya account FS.

Secara umum, FS menyediakan layanan jaringan pertemanan yang bisa dibina, baik dalamhal hobi, ultah, hingga pesan atau testimonial yang terkenal sebagai sarana memberikan pendapat teman tentang si empu FS baik kepribadian, sifat atau hanya sekedar salam dan bisa dilihat pengunjung FS lain.

Tapi akhir-akhir ini, gemerlap FS itu tampaknya mulai pudar. Yang saya lihat bukan karena pesaing yang menjadi penyebab utama, tapi karena sudah mulai bosannya orang-orang pada FS. Kebosanan yang dialami terutama oleh neters senior, yang lebih memilih media blog untuk menjalin tautan dalam cyberworld. Mungkin karena blog dipandang lebih mempunyai kontens, bobot dibandingkan FS yang cenderung ‘populis’.

Bagaimanapun untuk anak-anak muda (baca: ABG), FS masih sangat popular. Sangat popularnya FS ini di kalangan muda, bahkan jika anda iseng bertanya kepada anak SMU,SMP atau SD tentang aktivitas internet yang sudah mereka jalani, maka kemungkinan besar akan dijawab dengan FS termasuk disana. Saya sendiri heran, apakah yang menarik dari FS itu?Saya termasuk ‘terlambat’ saat memutuskan untuk punya Friendster, karena anggapan bahwa blog sudah cukup untuk membuat orang eksis di dunia maya. Tapi ternyata, karena banyak orang yang menggunakan FS sehingga akhirnya lah saya yang ‘mengalah’ dan ikut membuatnya juga.

Dan saya hanya memulai jaringan pertemanan itu dengan sekitar 50-an teman. Saya biarkan saja FS saya apa adanya, tanpa ada modifikasi berarti semisal tambahan blog (yang akhirnya FS sediakan tapi tetap jauh dibanding existing blog providers), musik, gambar background, slideshow dll. Singkatnya, saya hanya numpang saja. Yang penting punya FS, formalitas.

Karena jaringan yang tertaut entah sebab sekolah, kampus, atau kampung halaman, maka sekarang teman FS saya sudah lebih dari 3 kali lipat. Padahal saya tak pernah sangat aktif meng-add, hanya pasif menunggu dan meng-approve invitasi orang yang memang saya tahu atau setidaknya ‘jelas’ orangnya.

Seorang teman mengatakan bahwa bermacam sarana publikasi di internet adalah sarana kita untuk self-marketing, bahkan dalam hal pekerjaan sekalipun. Namun, semakin banyak kita terkenal maka selalu ada konsekuensi disana. Sekalipun tidak seberapa dibandingkan dengan artis infotainment, tapi seorang teman lain ternyata lebih merasa bahwa hidup tidak terkenal itu lebih baik, damai, dan aman.

Terkenal dalam versi FS mungkin saat teman sudah mencapai angka 1000 (hingga saat ini batas maksimal untuk teman level 1). Buat saya itu sekedar kulit, karena tidak ada yang bisa dilakukan dengan teman-teman itu. Bandingkan dengan blog yang sarat konten (bagi blog yang kategori ‘berat’), lebih ekspresif (kategori ‘curhat’), atau justru bisnis (kategori e-business). Namun tolong jangan samakan dengan blog FS yang ‘sangat template’ itu.

Jika para pro-FS mengatakan bahwa FS lebih mencerminkan sifat, karakter empunya karena testi dari banyak orang, dibandingkan blog yang katanya cenderung dominan satu arah, lebih ‘kulit’ seperti rumah kaca yang ada biasnya, dan pemikiran saja (bukan kepribadiannya). Para kontra-FS pun bisa mengatakan bahwa FS cenderung ‘lips-character’ karena sebagian testi pada sisi baiknya, tidak mencerahkan (lebih minim muatan informasi dibanding blog secara umum) atau lebih menonjolkan sisi ‘entertaint’ atau populis daripada bersifat kontribusi (sharing).

Bagaimanapun, selalu ada kebaikan meski sedikit dalam setiap hal termasuk perihal FS ini. Dalam sebuah kesempatan ‘investigasi’ tentang pergaulan seseorang dengan para perempuan atas permintaan teman, saya juga menggunakan media FS sebagai salah satu sarana selain lingkungan nyatanya yang lebih valid. Ketika saya melacak konsistensi kecenderungan seseorang dan saling menyangkut-pautkannya pun menggunakan FS. Secara umum, jika dulu Nabi mengajarkan melihat teman-temanya (lingkungan) jika ingin mengetahui seseorang, maka sekarang tampaknya juga bisa salah satunya dengan melihat FS orang tersebut.

Akhirnya berpulang kepada kita, meski tampaknya FS dalam tahap tertentu pun masih dibutuhkan, bukan karena kemauan kita mandiri tapi karena ‘masyarakat’ dimana kita bagian darinya yang memilihnya. Namun tetap saya berpendapat bahwa FS termasuk tahap ‘awal’ dalam dunia maya, sebelum akhirnya ikut bersama membangun kehidupan cyber.

Jadi sekarang setidaknya, apakah masih tetap memilih cara ‘ABG’ saja untuk aktualisasi di dunia maya??


tanya:
ada yang tahu source perkiraan jumlah account FS hingga sekarang??

Wednesday, September 12, 2007

Ramadhan

Sepenuh laksa peluh dunia
Tak mampu mengganti nikmat
Bulan rahmat-Mu

Setegar raga tubuh menopang
Tak kan kuat mengganti iman
Bulan suci-Mu

Ya Allah..
Bukan gemerlap yang selalu hamba hindarkan
Namun,
Bukan pula sendu malam yang selalu dalam belaian

Hanya sebuah kesederhanaan berbalut harap
Akan ikhlas dan kesungguhan
Yang mengalir hangat dalam pelukan
Hingga akhir penantian

Ya Rabb..
Dalam Bulan-Mu
Izinkan hamba menggapai Cinta-Mu
Sehingga bisa mencintai makhluk-Mu
Setulus hatiku

Friday, September 07, 2007

Investasi di Pasar Saham?

Pasar saham adalah tempat dimana saham perusahaan diperjualbelikan. Dengan prinsip utama bahwa setiap perusahaan selalu ingin memberikan nilai tambah (added value) bagi para shareholder (pemilik) -nya, maka harga saham perusahaan yang selalu naik menjadi salah satu paramater kinerja perusahaan. Mekanisme ini pula yang menjadi kontrol perusahaan dalam transparansi kinerjanya. Jika perusahaan melakukan kecurangan, maka pasar secara otomatis akan ‘meninggalkan’ perusahaan itu.

Prinsip nilai saham yang (normalnya) selalu naik menjadi titik keuntungan (gain/margin) yang diharapkan investor. Margin inilah yang menjadi nilai keuntungan yang dicari oleh investor di masa depan sebagai konsekuensi memilih investasi dalam saham.

Pasar saham Indonesia yang diwakili oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada akhir tahun 2006 menjadi salah satu bursa yang mempunyai kinerja istimewa, ketiga terbaik dunia setelah Rusia dan Cina. Dibandingkan antara akhir dengan awal tahun 2006, BEJ mencatat kenaikan IHSG lebih dari 55%. Dengan menggunakan perhitungan kasar, secara otomatis pula nilai sahamdi BEJ juga mengalami kenaikan 55%, yang artinya margin yang diterima jika seorang investor membeli saham di awal tahun dan menjualnya di akhir tahun adalah 55%.

sumber: finance.yahoo.com

Dengan melihat perfomance saham BEJ lebih jauh lagi mulai 2003 hingga saat ini, maka akan semakin terlihat bahwa kinerja saham-saham BEJ (secara umum) sungguh sangat memuaskan. Fluktuasi memang selalu ada di antara waktu-waktu tertentu (short term), namun penarikan garis awal dan akhir (long term) tetap menunjukan nilai saham yang terus naik.

Dengan demikian,maka saham-saham BEJ tentu sangat menarik menjadi pilihan tempat investasi jika dibandingkan dengan deposito atau obligasi. Benar bahwa saham mempunyai nilai risk yang lebih tinggi dibandingkan dengan keduanya, namun saham juga yang telah membuktikan return yang tinggi (high risk, high return). Fluktuasi saham memang ada yang menyebabkan risk-nya besar, namun dalam jangka panjang saham telah menunjukan kekuatanya karena prinsip added-value bagi corporate.

Setelah mengetahui return ‘wah’ yang dijanjikan saham, apakah berarti menjadikan masyarakat indonesia tertarik berinvestasi di pasar saham? Ternyata tidak. Berdasarkan sebuah kajian (silahkan dilengkapi), 70% pemain saham di BEJ adalah asing. Artinya pasar potensial saham indonesia sebagai tempat yang paling mungkin memberikan return tinggi belum dilirik oleh masyarakat indonesia sendiri.

Alasannya bisa macam-macam, pertama angggapan bahwa investasi saham adalah ribet, kompleks dan membutuhkan pemikiran ekstra. Yang terbayang bahwa investasi saham artinya mengamati pergerakan saham day-per-day yang benar-benar ‘menegangkan’. Bandingkan dengan deposito yang dengan kaki di meja pun bisa menikmati return.

Anggapan ribet ini bisa dipecahkan dengan bantuan pihak lain lain dalam ‘bermain saham’. Memang saham membutuhkan ilmu dan insting tersendiri. Dan itu butuh belajar serta jam terbang. Sehingga pihak lain tersebut lah yang membantu pengelolan investai saham,bukan kita sendiri.

Kedua, sosialisasi atau tingkat pengetahuan yang rendah tentang pasar saham. Tidak banyak orang yang tahu bahwa saham indonesia adalah salah satu saham yang menjanjikan di dunia, karena iklim usaha yang pesat di negara berkembang. Sebernarnya disini diperlukan peran pemerintah untuk medidik masyarakat agar ‘melek saham’. Atau barangkali memang sengaja sehingga tidak banyak rakyat yang tahu potensinya saham?

Selain alasan diatas, masih ada pendapat yang sangat fundamen bahwa berinvestasi di pasar saham sejatinya tidak menggerakan sektor riil. Saham adalah pasar keuangan dimana uang untuk membeli atau hasil menjual saham hanya berputar di kalangan ‘pemain saham’ (trader), tidak berhubungan dengan perusahaan. Sedangkan sektor riil adalah sektor usaha yang menggerakan roda ekonomi, membuka lapangan kerja dan menghasilkan jasa/barang.

Saham menggerakan sektor riil hanya saat IPO (Initial Public Offering) atau pasar primer dimana dana hasil go-public digunakan perusahaan meningkatkan usahanya. Dan jika sudah di pasar sekunder (jual-beli antar trader), tidak lagi terkait sektor riil kecuali perusahan menawarkan saham baru atau memecah nilai saham dengan pertimbangan mendapatkan cashflow in.

Padahal, ekonomi riil bangsa ada pada sektor riil bukan pada skala makro atau moneter. Terbukti selama krisis ekonomi, sektor riil yang dekat dengan rakyat ternyata masih bisa bertahan dibandingkan sektor keuangan yang collapse.

Pandangan lain adalah dalam sudut agama (Islam). Riba sebagai barang haram, mungkin bisa dialamatkan ke return yang tinggi itu. Transaksi saham dalam short-term misal pagi beli dan sore dijual kembali karena harga naik mungkin juga bisa masuk judi karena unsur spekulatif.

Tapi jika dilihat dari prinsip dasar, bahwa saham adalah bukti kepemilikan perusahaan yang memungkinkan pemilik saham mendapatkan bagi hasil(deviden) setiap periode tertentu (1 tahun), mungkin juga sesuai dengan fiqih Islam. (silahkan membantu bagi yang ingin menjelaskan ‘hukum’ saham)

Pandangan-pandangan itu mungkin yang juga menyebabkan pasar saham kita yang sangat cerah itu 70% dipegang oleh pemain asing. Jika berbicara tujuan mulia untuk membuat bangsa indonesia sendiri makmur, kaya dan uang ‘return’ tidak lari ke luar, maka apakah bisa tujuan mulia itu menjadikan saham masuk juga dalam pandangan ekonomi kerakyatan atau Islam?