Thursday, December 02, 2010

Restitusi Lebih Bayar Pajak

Sudah menjadi kewajiban sebagai warga negara untuk membayar pajak dan melaporkan pendapatan tahunan kepada negara. Jika kita seorang karyawan, maka Pajak penghasilan (Pph) biasanya sudah otomatis disetorkan kepada negara oleh kantor kita. Bagaimana jika pajak yang telah dibayarkan tersebut ternyata ada lebih bayar? Atau bagaimana jika kurang bayar? Dokumen apa yang harus disiapkan? Dalam tulisan ini, saya hanya akan berbagi mengenai pengurusan lebih bayar Pph. Dalam form Surat Pajak Tahunan, dicantumkan beberapa isian yang memungkinan kantor yang sudah membayarkan pajak kita ternyata melakukan kondisi lebih bayar. Isian tersebut salah satunya adalah pembayaran infaq, zakat atau sumbangan agama yang sifatnya wajib. Dengan memasukan sebuah nilai pada isian zakat, maka besarnya Pendapatan Kena Pajak (PKP) kita akan berkurang sehingga kita mengalami lebih bayar pajak. Untuk menguatkan bukti bahwa kita telah melakukan iuran kewajiban agama tersebut, maka perlu dilampirkan surat keterangan dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah disertifikasi oleh Badan Zakat Nasional (Baznas). Surat tersebut harus jelas mencantumkan nomor sertifikasi LAZ dari Baznas, dan besaran setoran zakat (harus jelas kata zakat) yang sudah kita salurkan melalui LAZ tersebut. Dalam hal ini tentu Pph dan zakat yang sudah dibayar dalam periode atau tahun yang sama. Akan lebih bagus lagi untuk lembaga-lembaga yang baru mendapat sertifikasi Baznas, dilampirkan juga copy dari sertifikat tersebut untuk memperkuat bahwa lembaga tersebut adalah LAZ. Biasanya, setelah proses pengumpulan SPT maka petugas pajak akan mengecek semua data yang kita serahkan tersebut. Daripada menunggu pemberitahuan kekurangan data yang harus dilengkapi, sebaiknya dari awal sudah memberikan data untuk menunjang proses pembayaran kembali lebih bayar tersebut (asumsi lebih bayar akan direstitusi/dikembalikan). Maka data yang harus dilengkapi adalah copy halaman muka buku tabungan (sebaiknya bank pemerintah) yang memuat identitas dan rekening kita dan surat pernyataan kepada kepala KPP untuk mengajukan restitusi pajak akibat lebih bayar. Surat tersebut pada prinsipnya merupakan permohonan untuk mentransferkan lebih bayar pajak ke rekening bank, yang mana dilengkapi identitas nama wajib pajak, alamat, NPWP dan nomor rekening bank sesuai lampiran. Jadi, dokumen yang harus disertakan dalam pelaporan SPT tahunan adalah:

- Bukti asli setor zakat, yang mencantumkan nomor sertifikasi LAZ dari Baznas

- Copy sertifikasi LAZ dari Baznas (optional, sebaiknya ada)

- Surat permohonan untuk mengembalikan lebih bayar pajak, berisi identitas nama wajib pajak, alamat, NPWP dan nomor rekening bank

- Copy halaman muka buku tabungan yang terdapat nomor rekening sesuai surat pernyataan

Sekalipun SPT dan lampiran lengkap tersebut sudah dimasukan, kita masih perlu untuk menanyakan statusnya jika sudah lebih 4 bulan tidak ada perkembangan. Dan masih mungkin juga untuk KPP berbeda, karena alasan kurang kelengkapan data maka pengajuan restitusi lambat diproses, dibiarkan atau menunggu pro aktif dari pemohon.

Dalam contoh saya menyalurkan zakat profesi ke lembaga PPSDMS Nurul Fikri (Rumah Kepemimpinanmaka pada awal tahun 2010 saya meminta rekapitulasi zakat selama 2009 dalam selembar surat yang mencantumkan kata zakat dan nomor sertifikasi Baznas. Selain itu, saya juga diberikan copy sertifikasi dari Baznas untuk PPSDMS NF sebagai LAZ. Karena proses pindah NPWP maka pada bulan Oktober lalu saya baru menyerahkan copy rekening dan surat pernyataan. Namun sayang, sampai Desember ini tidak ada kabar dari KPP.

Tahun ini adalah usaha pertama saya untuk mengurus restitusi ini. Nilainya tidak cukup besar, namun setelah kasus Gayus meledak niat saya semakin bulat. Pernah suatu saat petugas pajak menghubungi dan menyampaikan bahwa zakat adalah urusan kita dengan Yang Diatas. Saya balik menyanggah, bahwa saya tidak ada beban apakah restistusi ini berhasil atau tidak. Tapi saya sudah membuka pintu hak, dan ingin mengetes apakah kantor pajak merespon pintu tersebut. Apalagi dengan kasus pajak yang gempar saat itu. Langsung petugas pajak diam dan bilang akan memproses lebih lanjut.

Ini bukan tentang besar atau kecil nilai restitusi pajak. Bukan juga tentang keihlasan terhadap kewajiban agama yang dicampur dengan kewajiban warga negara. Ini merupakan hak warga negara setelah tunai melakukan kewajibannya. Juga bentuk sebuah perlawanan warga negara terhadap penyelewengan dana pajak oleh para mafia pajak.

Kita harus mencoba! --- sumber gambar: http://www.seputarpajak.com/

Update: Restitusi berhasil ditransfer lebih bayarnya di sekitar pertengahan 2011.

Monday, October 18, 2010

Indonesia di Visa on Arrival UEA

Sedih, ternyata Indonesia tidak masuk dalam list negara yang bisa visa on arrival di Dubai. Padahal negara sebelah bisa. Pencitraan atau lobi yang kurang?

Dengan kondisi diatas, transit di Dubai bagi orang indonesia menjadi kurang nyaman.

source: UEA visa
.
Update:
Bahkan money changer di Airport Dubai, tidak ada yang menerima Rupiah. Padahal warga Indonesia yang transit cukup banyak (termasuk TKI), dan saya percaya lebih banyak dibandingkan beberapa negara yang mata uang nya tersedia di money changer airport.

Tuesday, September 28, 2010

Salary Survey Oil & Gas 2010

Melihat survei salary oil&gas adalah menarik, karena sektor ini yang dikenal tertinggi tingkat salary nya dan cakupan nya yang global sehingga banyak expat yang bekerja di industri oil&gas setiap negara seluruh dunia. Hasil sebuah survei yang sudah lama di publikasikan menampilkan profile rata-rata salary (biasanya min background pendidikan setingkat engineer) untuk pekerja lokal dan expat (semua dalam USD).
Jika mengamati Indonesia, maka data menunjukan sebuah angka yang harus dilakukan adjustment sesuai dengan type perusahaan, bidang kompetensi dan experience dengan dua tabel di bawah. Jika yang ingin dicari adalah standar salary di sebuah perusahaan hulu oil&gas di Indonesia, maka menurut saya setelah dua adjustment tersebut perlu di normalisasi lagi dengan melihat skala perusahaan hulu oil&gas nya, misalnya dengan mengacu dengan rasio produksi BOE perusahaan tersebut terhadap produksi nasional. Sesudah demikian, maka akan ketemu sebuah angka yang lebih rasional untuk sebuah perusahaan hulu oil&gas di Indonesia.
Dan lebih menarik lagi melihat survey oil&gas ini pada bagian bidang kompetensi dan rata-rata salary nya tabel di atas. Survei yang cukup komprehensif baik negara, kompetensi dan pengalaman ini ternyata membuktikan bahwa rata-rata salary paling tinggi di oil&gas bukan pada "core" oil&gas yakni petroleum/reservoir engineering atau geoscience. Padahal pada banyak sektor yang lainnya (misal pada sektor financial atau manufacture), core-competence bisnis itulah yang biasanya menjadi primadona dengan mendapat rata-rata salary tertinggi.

Bagaimana menurut anda?


Source: HAYS - Oil & Gas Global Salary Survey 2010, link: Migas-Indonesia

Wednesday, June 16, 2010

Migas dan Energi Indonesia

Sudah cukup lama saya mencari buku ini, dari tahun lalu dan kemudian baru dapat awal tahun ini langsung berhubungan dengan penulis nya. Usut punya usut, ternyata memang buku ini tidak dijual bebas. Melalui email, penulis memberitahukan bahwa pembelian buku bisa dilakukan di kantor DEN (Dewan Energi Nasional).

Buku ini di awali dengan pendahuluan dimana selain mensarikan bab-bab isi buku, juga menjelaskan bagaimana kekecewaan penulis terhadap kondisi energi khususnya sektor migas di Indonesia. Secara umum buku ini sangat cukup sebagai gerbang untuk mengetahui
kondisi serta problematika migas. Ada beberapa sumber energi lainnya yang dibahas dalam buku ini, namun korelasi kuatnya dalam rangka menyoroti iklim yang belum kondusif untuk pengembangan energi non-migas padahal di sisi lain energi migas kita sangat terbatas.


Buku yang disponsori Pertamina ini bisa dibilang sangat “gado-gado”. Mulai dari rumus-rumus
akademis dalam menentukan cadangan migas dan keekonomian nya dan juga beberapa keekonomian sektor energi lainnya, sebagai bukti pengalaman, keahlian dan jalur akademis penulis sebagai pengajar di Teknik Perminyakan ITB. Ada juga mengenai beberapa tulisan kegelisahan pengelolaan energy, dan tulisan mengenai prospek energy masa depan Indonesia yang belum terlalu dikembangkan saat ini seperti CBM (Coal Bead Methane), panas bumi, nabati dan energi terbarukan lainnya.


Jika anda adalah orang awam yang ingin mengetahui kerangka seluk-beluk migas indonesia, buku ini layak untuk dibaca sekalipun untuk beberapa hal tertentu cukup dalam pembahasan teknis nya. Dan justru detil tersebut sebagai pelengkap untuk yang ingin mengetahui lebih dalam sedikit keteknikan migas. Tidak heran penulis sebagai anggota DEN dalam setiap kesempatan dengar pendapat dengan pemerintah atau DPR, selalu merekomendasikan untuk membaca buku ini seolah sebagai
buku pengantar migas Indonesia.

Dan jika anda adalah orang pengalaman di dunia migas, maka buku ini pun bisa membuka cakrawala yang lebih luas daripada “hanya” sekedar memenuhi target pemerintah (dan perusahaan migas) untuk selalu menjaga atau meningkatkan produksi migas. Walaupun untuk beberapa hal teknis seperti perhitungan cadangan, cost recovery & keekomian migas, anda yang pengalaman dalam bidang tersebut tidak akan puas dengan sedikit saja metode yang dicantumkan dalam buku ini.


Karena keinginan buku ini untuk menyasar kalangan pemula dan pengalaman di sisi lain justru menjadikan buku ini setengah-setengah. Dimana seharusnya hal tersebut bisa diatasi dengan pengelompokan bab-bab menjadi bab besar yang mencakup sebuah ide pokok, dimana 31 bab buku ini pun bisa menjadi tiga atau empat ide pokok atau bab besar. Misalnya tentang tulisan akademis, dunia migas, keekonomian energi dan opini energi.


Selain itu, layout masih menjadi salah satu kelemahan buku-buku wacana keteknikan seperti ini. Cukup membosankan buku berisi rumus yang segmentasi nya bukan kepada mahasiswa jika dikemas dengan layout yang kurang baik. Selain itu, penjelasan teknis rumus-rumus juga masih belum memudahkan pembaca pemula untuk mulai belajar memahami dunia teknik migas.


Di pendahuluan sendiri, penulis (atau editor?) memaksakan jalinan ide antar paragraph dengan menyesuaikan isi bab-bab dalam buku. Bisa saja hal tersebut dilakukan, namun rasanya tidak harus memasukan semua bab buku dalam pendahuluan. Jika sudah dilakukan pengelompokan menjadi bab besar diatas, maka bisa dibuat pendahuluan yang mengalir.

Siapapun anda yang peduli dan ingin tahu lebih dalam tentang migas Indonesia, maka anda wajib membaca buku ini. Jika bisa, anda harus bertemu langsung dengan penulisnya untuk membicarakan buku ini. Bukan hanya untuk quote dan tanda tangan, tapi juga semangat Prof Widjajono Partowidagdo tentang Migas dan Energi Indonesia.

Saturday, May 15, 2010

PR untuk Depok

Oktober 2010 ini Depok akan menyelenggarakan pemilihan langsung (Pilkada) Walikota Depok periode 2010-2015. Sejak awal tahun sudah mulai marak spanduk dan baligho bakal calon walokita dari tokoh masyarakat yang dipasang di tempat strategis seluruh Depok.

Nurmahmudi Ismail sendiri tampaknya masih akan maju sebagai calon dengan pandamping yang berbeda, karena wakil walikota yang sekarang maju sendiri sebagai calon walikota. Nurmahmudi dalam 5 tahun kepemimpinan di Depok selain mampu menorehkan pretasi membanggakan, masih juga memberikan pekerjaan rumah yang cukup pelik untuk periode berikutnya. PR tersebut sebenarnya adalah persoalan klasik Depok sebagai salah satu kota pendukung Ibukota Jakarta.

Berikut adalah catatan pribadi atas 5 PR utama Kota Depok yang akan menjadi tantangan walikota mendatang.

Jalan Margonda
Saya pikir semua orang depok sepakat bahwa Jalan Margonda (JM) adalah jalan vital Depok namun sekaligus sumber masalah transportasi. Beban JM sudah sangat berat sehingga kewalahan. Alhasil kemacetan hampir dipastikan terjadi pada saat jam berangkat dan pulang kerja. Jika melihat sepanjang JM, maka akan banyak simpul masalah, misal nya mall dan pusat belanja, pertokoan, terminal depok dan transportasi umum (di bahas di bawah).

Masalah tersebut sebenarnya bisa di kurangi jika volume kendaraan tidak sebanyak sekarang dan masa mendatang. Namun perkembangan Depok ke depan dipastikan JM akan menerima beban kendaraan yang lebih banyak, sehingga potensi kemacetan akan semakin parah. Sekalipun Pemkot Depok tahun 2010 ini mempunyai program pelebaran JM (yang akibatnya pohon pinggir jalan menghilang!!!), namun kondisi nya tidaklah memperbaiki secara signifikan. Tumpukan kendaraan masih terjadi, karena jalan hasil pelebaran tetap digunakan untuk parkir akibat lahan parkir yang hilang.
Lalu solusi apa lagi? Menurut saya, tidak salah lagi model jalan layang adalah satu-satu nya cara membagi beban JM. Lihatlah jalan raya yang menghubungkan Kramat Jati-Cawang sampai ke Ancol (orang mengenal nya "jalan raya bypass") atau jalan layang Pasopati Bandung. Ada jalan toll di atas, dan ada jalan raya biasa di bawah nya. Model tersebut sangat cocok untuk JM apalagi pasca pelebaran jalan sehingga cukup untuk tiang pancang di tengah nya. Jalan layang bisa dimulai sebelum bundaran UI di Lenteng Agung sampai Grand Depok City (atau langsung nyambung ke rencana Tol Jorr II), dengan 2-3 section masuk/keluar. Kendaraan yang hanya membutuhkan lewat JM, cukup lewat atas tanpa harus menghadapi kendaraan umum atau lainnya yang terkait aktivitas bisnis di JM.

Konsekuensi dengan jalan layang tersebut, area bisnis pertokoan sepanjang JM sedikit banyak akan terpengaruh. Hal yang mirip terjadi di pertokoan di bawah flyover Jl Arif Rahman Hakim yang melintasi rel station Depok Baru, dimana toko-toko yang dulu nya ramai sudah sulit bernapas lagi, bahkan sebagian besar tutup atau pindah menjadi tempat penitipan sepeda motor yang lebih menjanjikan. Akibat tersebut yang harus dihadapai pemkot kepada pengelola pertokoan sepanjang JM. Untuk jangka pendek memang berat, namun untuk visi transportasi jangka panjang, pembuatan jalan layang tersebut sangat baik untuk dilakukan.

Terminal Depok
Mestinya terminal Depok ini dipindahkan keluar pusat kota dan JM. Konon lokasi baru nya akan di Jatijajar, jauh dari pusat kota. Sama hal nya dengan beban JM yang melebihi ambang, terminal depok pun demikian. Akibatnya terminal menjadi salah satu penyebab kemacetan di bagian JM. Pun di dalam terminal yang tidak teratur sehingga membuat penumpang tidak nyaman. Alhasil, penumpang lebih memilih naik di bagian luar terminal sehingga kemacetan di depan terminal tidak pernah terselesaikan.

Dengan terminal utama yang pindah keluar pusat kota depok, maka area terminal lama bisa diperbaiki kemudian menjadi sarana publik seperti hal nya alun-alun yang setiap kota pasti mempunyai nya (kecuali Depok!). Saat ini warga depok yang ingin jalan-jalan bersama keluarga nya ke taman kota tidak mempunyai pilihan kecuali ke area kampus UI (yang sebenarnya bukan taman area umum). Hasilnya bisa dijamin, akan ada hutan dan paru-paru kota yang nyaman di tengah pusat Depok.

Sarana Transportasi Umum
Sebenarnya ini adalah masalah dasar Indonesia, seperti hal nya Jakarta juga pelik transportasi umum nya. Khusus untuk Depok, saya melihat angkutan kota (angkot) sangat banyak jumlah nya dan masalah angkot itu juga terjadi di hampir semua kota besar di Jawa Barat (Bandung, Bogor, etc).

Harus dilakukan upaya pengoptimalan moda angkutan kota ini. Dalam bahasa lain mengurangi jumlah angkot yang beredar sesuai actual demand, dimana saat ini jumlahnya snagat banyak baik yang beredar atau yang berhenti di terminal (legal atau ilegal). Hal ini memang tidak mudah, mengingat pengemudi nya merupakan sumber pekerjaan. Setidaknya dimulai dari ditertibkan nya angkot yang sudah tidak layak, dan izin perpanjangan trayek diperketat. Hal yang sama dilakukan oleh Palembang atau Jogjakarta dalam mengatasi masalah bus kota nya, untuk mengubahnya menjadi moda bus trans-kota.

Di transportasi lain, Kereta Rel Listrik (KRL) mungkin adalah alasan paling utama banyak orang memilih tinggal di Depok. Namun akhir-akhir ini, KRL ini pun sudah kewalahan menghadapi ledakan penumpang di kelas ekspress apalagi ekonomi nya. Salah satu solusi yang terdengar ingin dilakukan Pemkot Depok adalah pemkot membeli KRL khusus yang melayani rute Depok-Jakarta. Terlepas peruntukan KRL tersebut khusus untuk warga Depok atau umum, solusi ini sama hal nya model kerjasama yang dilakukan beberapa Pemda di Papua dengan Maskapai Merpati. Tidak lain dan bukan sebagai sarana memudahkan akses warga ke tempat lain, sehingga menjadi daya tarik yang bisa mengundang tamu atau investor ke kota tersebut.

Selain itu, hal yang sangat strategis untuk segera dipunyai Depok adalah angkutan Bandara. Semua kota sekitar Jakarta sudah mempunyai moda angkutan Bandara, dan Depok satu-satunya yang tidak ada. Moda ini sangat strategis bukan hanya membantu mobilitas warga Depok, sekaligus juga memudahkan akses ke Depok bagi tamu atau pengunjung mengingat Depok menjadi kota pelajar di satelit Jakarta. Jika perusahaan Damri menilai moda ini kurang menguntungkan, maka bisa dibuat skema kerjasama dengan Pemkot Depok seperti hal nya kerjasama KRL diatas.

Jalan Raya
Jalan raya adalah sarana utama yang mendukung ekonomi daerah. Depok adalah daerah pinggiran Jakarta yang bertransformasi menjadi kota. Dengan kebutuhan mobilitas, banyak akses jalan raya di Depok yang tidak memenuhi kualifikasi jalan utama, termasuk juga jalan-jalan ke kawasan pinggiran Depok yang kurang memadai. Bisa jadi karena pembangunan yang kurang baik atau pemakaian yang melebihi ambang. Dari Pemkot sekarang, sudah ada perbaikan dalam infrastruktur jalan rusak ini terutama di jalan-jalan utama.

Selain perbaikan jalan, perlu adanya terobosan dari Pemkot untuk pembuatan jalan-jalan baru sebagai jalan lintas baru untuk penghubung antar jalan utama. Jalan sepanjang rel KRL dari pasar lama ke Stasiun Depok Baru adalah salah satu contoh yang sayang nya proyek 2 tahun tersebut belum bisa berfungsi. Perlu juga dipikirkan untuk mengurangi beban Margonda, maka alternative jalan Tanah Baru atau Kukusan untuk menjadi jalan lintas baru. Plus dengan rencana JORR II, Pemkot harus menjadi sponsor utama dalam penyelesaian nya.

Pusat Keramaian Kota
Pusat keramain Depok saat ini masih terfokus di Jalan Margonda. Keinginan pemkot untuk membuat pusat-pusa keramaian baru belum sepenuhnya berhasil. Target keramaian baru tersebut adalah Cinere dan Limo, serta Jatijajar nanti setelah terminal baru. Penyebaran pusat keramaian tersebut harus dilakukan dengan dua langkah pararel, yakni membuka kesempatan ruang-ruang di pusat keramaian baru dan membatasi tambahan keramaian di Margonda.

Kesempatan tersebut misalnya perizinan yang lebih mudah, insentif pajak dan fasilitas umum (termasuk jalan) yang harus di perbaiki. Termasuk juga relokasi beberapa kantor dinas pemkot yang awalnya di sekitar Margonda ke daerah keramaian baru tersebut, sekaligus peningkatan kualitas kantor nya. Misal nya Dinas Kesehatan yang kantor nya di ruko depan terminal serta Dinas Imigrasi yang berkantor di gang depan pertigaan Margonda dan Tole Iskandar.

Sedangkan pembatasan di margonda, dilakukan dengan penertiban terhadap bangunan yang tidak sesuai izinnya, pengetatan izin dan restribusi yang dinaikan. Sebenarnya, Rencana pengembangan kota yang disusun Pemkot sendiri sudah mengarah ke langkah penciptaan pusat keramaian baru. Namun, jika rencana penyebaran tanpa dua hal pararel diatas maka tidak bisa terealisasi dengan sendiri nya karena magnet bisnis utama Depok masih ada di margonda.
**
Kelima hal diatas adalah 5 hal utama yang menjadi tugas berat bagi walikota yang baru, dan masih mungkin belum sepenuhnya terpecahkan setelah masa akhir jabatan 2015 nanti. Semoga walikota terpilih nanti bisa menjadikan Depok lebih baik lagi. Untuk Depok yang sedang membangun jati dirinya.

Monday, January 04, 2010

Tahap Pengembangan Lapangan Migas

Pengembangaan sebuah lapangan minyak dan gas di Indonesia terdiri atas tiga tahap utama, yakni tahap Exploration, Development dan Production.

Eksplorasi adalah tahap awal untuk menemukan prospek atau potensi cadangan migas. Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS, yakni perusahaan migas) mendapatkan lapangan Eksplorasi dari pembelian kontrak kandidat lapangan migas yang ditawarkan pemerintah (BP Migas). Pada tahap eksplorasi ini, KKKS diberikan waktu 10 tahun untuk melakukan eksplorasi. KKKS mempunyai keharusan untuk mengeluarkan biaya investasi yang besar dimana resiko sepenuhnya ditanggung KKKS. Kewajiban KKKS untuk melakukan aktivitas eksplorasi akan dievaluasi oleh pemerintah 3 tahun pertama (komitmen pasti), 3 tahun kedua (komitmen lanjutan), dan 4 tahun terakhir (komitmen tambahan).

Dalam waktu eksplorasi tersebut, KKKS bisa menyerahkan kembali prospek tersebut termasuk semua data yang didapat selama aktivitas eksplorasi kepada Pemerintah. Atau jika selambatnya 10 tahun KKKS tidak berhasil menemukan potensi lapangan migas, maka lapangan tersebut (termasuk data) wajib diserahkan kembali ke pemerintah. Dengan skema tersebut, sangat terlihat besarnya resiko KKKS dalam kegiatan eksplorasi. Biaya eksplorasi yang gagal bagi KKKS akan menjadi sunk cost dan tidak akan ditanggung oleh pemerintah.

Lain ceritanya jika prospek tersebut terbukti merupakan cadangan migas (tanpa harus menunggu 10 tahun eksplorasi), maka tahap berikutnya adalah pembuatan POD (Plan of Development) lapangan /blok migas yang diajukan KKKS kepada pemeirntah (Menteri ESDM). Secara khusus, tujuan POD adalah melihat tingkat ke-ekonomi-an sebuah blok migas. Dengan disetujuinya POD, maka skema Cost Recovery mulai berlaku ( baca artikel penulis tentang cost recovery). Artinya, semua biaya eksplorasi akan diganti oleh Negara melalui skema bagi hasil PSC (Production Sharing Contract). Bagi pemerintah, POD adalah sebuah langkah kritikal pengambilan keputusan migas karena menyangkut pendapatan atau kerugian negara (akibat tidak ekonomis) di masa datang.

Setelah Eksplorasi dan POD, maka tahap berikutnya Development dan Production dengan konsesi 20 tahun atau sesuai kontrak khusus. Development adalah tahap dimana KKKS melakukan kegiatan analisa lebih dalam mengenai kondisi blok migas. Misal, jika dalam eksplorasi KKKS hanya melakukan drilling 2 exploration wells untuk identifikasi potensi cadangan, maka pada development KKKS akan melakukan development drilling 3 wells untuk menganalisa lebih pasti volume reservoir.

Pada tahap Development ini sekalipun cost recovery sudah diberlakukan, namun biaya masih dibiayai oleh KKKS karena cost recovery dalam PSC adalah pembagian hasil produksi, bukan pembayaran penggantian (not-reimbursable). Dalam tahap ini juga mulai dibangun fasilitas produksi yang juga menjadi tanggungan KKKS. Sehingga praktis biaya eksplorasi dan development cukup menguras kas KKKS (lihat skema).

Setelah tahap development selesai (dan masih memungkinkan dilakukan revisi POD), maka tahap berikutnya adalah Production yakni melakukan eksploitasi migas. Produksi migas mulai mengalir, revenue pun mulai masuk, sehingga beban kas akibat biaya eksplorasi+development dan biaya produksi semakin berkurang. Dalam proses ini, pemerintah hanya mendapatkan FTP dan DMO sesuai dengan skema PSC. Sampai akhirnya semua biaya (termasuk biaya produksi rutin) habis cost recovery, maka pemerintah mulai mendapatkan Equity (jatah). Hal inilah yang menjadi “titik impas” Break Even Point (BEP) untuk pengambilan keputusan pemerintah dalam POD, sampai berapa lama pemerintah mulai penuh mendapatkan Equity sesuai skema PSC (85%).

Merupakan kondisi alami blok migas mengalami penurunan produksi, sehingga revenue juga semakin turun. Padahal di sisi lain, biaya produksi semakin naik karena lapangan minyak yang semakin berumur. KKKS harus memperhitungkan batas ekonomis (economical limit), yakni batas ke-ekonomi-an sebuah blok migas menurut cost benefit KKKS. Hingga pada waktu cash positif KKKS akan cenderung turun lagi (karena produksi turun) sehingga akan melewati economical limit, maka KKKS cenderung untuk melepas atau berbagi kepemilikan blok dengan KKKS lain.

Tingkat ekonomis sendiri berbeda antara KKKS satu dan lainnya, antar perusahaan migas nasional dan multinasional, karena biaya untuk memproduksi migas masing-masing akan berbeda. Namun semua perusahaan akan mendapat perlakuan yang sama di depan pemerintah dalam kontrak migas (kecuali perusahaan migas BUMN). Kebijakan pemerintah terhadap kontrak migas KKKS juga menjadi salah satu faktor economical limit bagi KKKS. Dan untuk mendukung investasi migas di tengah semakin menurunnya produksi dan cadangan migas nasional, sudah semestinya pemerintah memberikan iklim investasi yang semakin baik untuk pengembangan lapangan migas di Indonesia.