Friday, July 27, 2007

Ndhuk dan Le

Ndhuk, adalah panggilan untuk seorang perempuan yang lebih muda di jawa. Lengkapnya gendhuk, dengan ’u ’dilafalkan benar-benar bulat ’o’ (dan kenapa tidak ditulis ndhok? Karena itu bisa artinya telur). Ndhuk biasa diserukan oleh ayah atau ibu kepada anak gadisnya, dari kakek-nenek kepada cucu perempuannya, atau secara umum biasa juga digunakan orang tua kepada perempuan yang jauh lebih muda daripadanya.

Begitu pula le, adalah panggilan untuk seorang laki-laki muda yang biasa juga diserukan oleh orang tua tanpa ada pertalian darah diantara keduanya. Lengkapnya tole, dengan ’e’ dilafalkan biasa seperti lele.

Biasanya, ada tambahan kata di belakang ndhuk dan le tersebut. Untuk ndhuk, ditambahkan cah ayu (bocah yang cantik, baik), dan untuk le dilekatkan cah bagus (bocah yang ganteng, baik). Variasi lain juga mungkin, yaitu bila disisipkan ngger (sulit diartikan, sebuah ungkapan penegasan. ’e’ dilafalkan seperti pada goreng) diantara le dan cah bagus, misalnya dalam pertanyaan: ”piye kabarmu, le ngger cah bagus?”

Dalam pergaulan, Ndhuk dan le merupakan panggilan akrab yang menunjukan kedekatan antara yang memanggil dan yang dipanggil. Simbol kasih sayang. Ibaratnya, jika ada seorang ayah sedang memanggil anaknya untuk berhenti bermain dan mengajaknya pergi bersama, maka seolah-olah sang ayah memanggil kemudian membelai kepala si anak setelah anak itu datang kepadanya.

Ndhuk dan le juga sekaligus merupakan bentuk budaya. Sebuah produk budaya kehidupan masyarakat ’kampung’. Karena adalah produk budaya, maka ndhuk dan le menjadi semacam identitas budaya bagi masyarakat tersebut. Oleh karenanya, sekalipun sebagian masyarakat ’kampung’ tersebut sudah beranjak ke kota besar, banyak sebagian yang tetap menggunakan seruan ndhuk dan le, terutama bagi anak-anaknya.

Menarik memang, jika di satu sisi ada hal yang lembut, dekat dan intim misal panggilan tersebut (dan bermacam panggilan lainnya), maka di sisi lain pun sebenernya ada bagian yang kasar, dan keras contohnya adalah pisuhan (umpatan). Sebuah produk budaya masyarakat yang dibangun atas dasar denyut nadi kehidupan keseharian seperti dua keping mata uang, kasar dan juga lembut secara bergantian.

Sehingga, saya sengaja memanggil beberapa adik angkatan di kampus yang dekat (dan jawa!) dengan seruan ndhuk dan le tersebut. Tidak cuma adik angkatan sebenarnya, karena beberapa teman yang dekat pun sering saya panggil dengan seruan itu terutama jika saya memposisikan diri sebagai ’penanya’. Menggunakan seruan itu sesekali, tentu akan semakin menambah kedekatan pertemanan yang sudah ada.

Dan kepada seseorang, saya ingin tanyakan (lagi), ”jadi kapan ndhuk cah ayu, kamu akan lulus?”


*maaf kepada ikram, tidak jadi menulis tentang Pilkada DKI. Terlalu berat, yang ringan-ringan saja. Aura weekend plus akhir bulan, hehe.

12 comments:

ikram said...

Dimaafkan, Trian.

Tapi aura akhir pekan/bulan rasanya kurang tepat. Yang tepat adalah aura orang yang lagi pengin nikah hahaha.

Gile.. Menulis panjang-panjang hanya untuk bertanya:

”jadi kapan ndhuk cah ayu, kamu akan lulus?”

Bah bah bah. Sekali lagi bah. Blog ini lama-lama terlalu banyak muatan terselubungnya hahahaha :LOL:

Beni Suryadi said...

mm, kalo ga salah ingat... panggilan untuk perempuan itu bukannya asal katanya adalah dari kata untuk menyebut "pagian penting" dari seseorang perempuan?
kalo ga salah, teman yang anak Yogya dulu ceritanya gitu =)

Trian Hendro A. said...

#Ikram: waduh, ini salah sangka, prejudge! kan udah saling cerita kita, tentang 'hal itu', haha
*jangan ngomongin 'itu' lagi di blog! :D

#Bang Benx: wah bang, ente 'anti kemapanan' mode tuh, itu panggilan kurang sopan, ga pantas dibahas disini, 'risih',hehe
tapi kalo orang jawa asli, udah maklum :p

Anonymous said...

dadi kapan tole cah bagus ngerabi gendhuke sing ayu?
(sorry, pake javascript)

wakakakakak

Anonymous said...

Hueeeeek..! (mual mode on)

Amorita Kurnia Dewi said...

Harusnya judulnya "Ndhuk dan Le", L-nya besar! Tadi aku pikir ie, bukan le.

Trian Hendro A. said...

oke mbak amorita, sudah diganti. matur nuwun mbak! :)

#Mas Jaya+ Mbak Ika: ojo gumaya, gek susah jodo! :p

Anonymous said...

Hi Trian....mosok panggil Nduk ke adik kelas...yang bener ke anak yang umurnya beda jauh, dari ibu/tante/ bude ke anak/ponakan.

Ngomong2 saya masih memanggil Nduk dan Le ke anak-anakku.

Anonymous said...

Trian..:(
Jangan nyumpahin dooong!


*'afwan jiddan ya, atas yg kamu tulis di offline message..:)

Amorita Kurnia Dewi said...

aku biasanya manggil ndhuk ke temen deketku, umurnya ga jauh dekat denganku, dia juga manggil aku ndhuk.

Rachmawati said...

yang menarik adalah bagian terakhirnya... jadi what does ndhuk cah ayu refer to?
*kaya pertanyaan bahasa Inggris kalo abis baca paragraf*
:P

*verifying:ezzawa
keren verifying wordnya, kaya bahasa Jepun :D

Unknown said...

Aku paling seneng dipanggil Nduk, temen2 aku pengaruhi supaya manggil Nduk. adikku juga aku panggil Le. gelem ra tak undang Le, hehe..