Tuesday, November 20, 2012

Langkah M&A 2; Valuation, Negotiate and Manage Post M&A

Setelah dua langkah M&A sebelumnya, Manage Pre-M&A dan Screen Candidates keluar dengan target perusahaan yang akan diakuisisi, langkah ketiga adalah Value Candidates, yaitu melakukan valuasi atau penilaian harga yang akan dikeluarkan untuk mengeksekusi M&A.

Mckinsey (lagi-lagi) membuat sebuah alur jelas proses valuasi ini seperti dalam gambar di bawah dalam alur dari kiri menuju ke kanan.

Titik A adalah nilai perusahaan yang akan melakukan akuisisi. Lalu jika ditambahkan dengan nilai perusahaan target akuisisi dan nilai sinergi keduanya, maka menjadi C. Nilai C dikurangi dengan biaya akuisisi menjadi D, dimana merupakana nilai prospek kedua perusahaan setelah proses M&A. Jika D dikurangi dengan nilai perusahan akuisisi menjadi E, maka dianggap bahwa nilai perusahaan target adalah warna hijau (D-E).
Perusahaan akuisisi akan menilai perusahaan target serendah mungkin atau berusaha mendapatkan F sebesar mungkin, namun nilai perusahaan target sendiri sudah memilki valuasi yakni B-A. Valuasi perusahan sendiri merupakan hal yang menarik untuk dikaji tersendiri, karena setiap orang yang melihat perusahaan akan berbeda terutama dalam melihat prospek perusahaan ke depan dari aktivitas yang dilakukannya saat ini. 

Dari gambar diatas, maka nilai yang sangat menentukan dalam M&A adalah Value of Synergy (VOS). Berbicara tentang VOS, nilai sinergi akan semakin besar jika dalam M&A bisa dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai universal synergy, universal & endemic synergy dan bahkan mepunyai universal, endemic & unique strategy. Nilai sinergi tersebut digambarkan dengan piramida di bawah. Jika perusahaan mampu mempunyai ketiga sinergi, maka nilai sinerginya akan semakin besar. Jika nilai sinergi membesar, maka Combined Value (D) hasil M&A perusahaan akan semakin besar pula.

Langkah keempat, Negotiate the Price. Kembali ke gambar analisis Valuasi Mckinsey diatas, besaran nilai premium/diskon yang didapatkan sangat bergantung dengan proses negosiasi. Nilai pasar (fair market value) perusahaan target memang sudah ada, yaitu B-A, namun dalam akuisisi bukan hanya nilai pasar itu yang akan dijadikan patokan. Disinilah peran valuator dan negotiator (yang biasanya dijalankan para investment bankers) untuk bisa merealisasika M&A. Oleh karena itu, kegiatan Due Dilligence menjadi penting untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin sebagai bahan menentukan valuai dan memberikan harga tawaran. Proses M&A tidak selalu dengan cerita Indah, karena banyak proses M&A dilalui tapi tidak terjadi karena faktor harga yang tidak deal. Karena proses negosiasi sendiri merupakan seni, tidak semata fungsi dari materi.

Jika M&A telah dilakukan, yang menjadi sangat kritikal adalah langkah terakhir, Manage Post M&A. Idealnya apa yang digambarkan diatas tentang nilai sinergi menjadi kenyataan, namun yang terjadi malah so-so. Jika selama proses M&A pihak luar perusahaan (konsultan) yang cenderung berperan, maka setelahnya adalah pihak internal (manajemen) perusahaan yang menentukan keberhasilan M&A sesuai harapan shareholders.

Friday, November 16, 2012

Negotiation: Your Starting Points

Any successful negotiation must have a fundamental framework based on knowing the following:
·         The alternative to negotiation
·         The minimum threshold for negotiated deal
·         How flexible a party is willing to be, and what trade-offs it is willing to make

Three concepts for establishing negotiation framework: BATNA (Best Alternative To Negotiated Agreement), Reservation Price and ZOPA (Zone Of Possible Agreement). And expanded to the fourth concept: value creation through trade.
BATNA
Developed by Roger Fisher and William Ury, it is one’s preferred course of action in the absence of a deal. Knowing your BATNA means knowing what you will do or what will happen if you fail to reach agreement. Always know your BATNA before entering into a negotiation. Otherwise you won’t whether a deal makes sense or when to walk away.

Example:  a consultant is negotiating with potential client about a month long assignment. It’s not clear what fee clear fee arrangement she’ll be able to negotiation, or even if she’ll reach an agreement. So, before she meets with this potential client, she considers her best alternative to an acceptable agreement. In this case, her BATNA is spending that month developing marketing studies for the other clients and she calculates can be billed out at $15,000
If your best alternative to a negotiated agreement determines the point at which you can say no to an unfavorable proposal.

If that BATNA is Strong, you can negotiate for more favorable terms, knowing that you have something better to fall back on if a deal cannot be arranged. If BATNA is weak, puts you in a weak bargaining position. Whenever a negotiator has a weak BATNA (or hasn’t taken the time to determine what that BATNA is), it is difficult to walk away from proposal. And if the other side knows that its opponent has a weak BATNA, the weak party has very little power to negotiate.
A weak BATNA can be improved, here three potential approaches to strengthening it:
1.       Improve your BATNA
2.       Identify the other side’s BATNA
3.       Weaken the other party’s BATNA

No negotiator is in a weaker position than one with no alternative to a deal. In that case, the other side can dictate the terms. The BATNA less party is a deal taker or not a deal maker. If you find yourself in this situation, you must have an alternative.
Most business negotiation involves many variables, some of which cannot be quantified or compared. In transaction that involves price and other features, you can make the BATNA less fuzzy by assigning a monetary value to various features and adjusting the BATNA value by that amount. But, not all situations are amenable to price adjustments, for simple reason that price is not always the fulcrum of negotiated deals. In that case, the negotiator must be able to make a trade-offs in both sizing up the deal and developing his/her BATNA.

Reservation Price
The reservation price (also referred to as the walk-away) is the least favorable point at which one will accept a deal. It could be derived from BATNA, but it is not usually the same thing.
Example: You are currently paying $20 per square foot for suburban office space. While preparing to negotiate with a commercial landlord for a lease in down-town high-rise, you decided that you won’t pay more than $30 per square foot. That’s your reservation price. Or, you can stay where you are at $20 (your BATNA). In the end of negotiation, the landlord declares that he will not accept less than $35. You terminate the negotiation and walk away from the deal.

In above case, the new location has different characteristic. Thus, there’s a subtle difference between your BATNA and your reservation price. The fact that $35 per square foot is the landlord’s reservation price.

ZOPA (Zone Of Possible Agreement)
ZOPA is the area range in which a deal that satisfies both parties can take place. Put another way, it is the set of agreement that potentially satisfy both parties. Each party’s reservation price determines one end of the ZOPA. Each party had a reservation price, and they bargained within the ZOPA. In doing so, each got a better price than his/her walk-away.
In some cases, both reservation prices were reversed, no overlap in the ranges in which two parties could not reach agreement – No ZOPA. No agreement would be possible, no matter how skilled the negotiators, unless there were other elements of value to be considered or if one or both side’s reservation price changed.

Value Creation through Trades
This fourth concept tells us that negotiating parties can improve their positions by trading the values at their disposal.

Example: Book barter between collectors of rare books. One party is building A book series and has B series –not his/her interested building.  While other party is building B book series and has A series –not his/her interested building. Both are extremely happy with the deal.

Value Creation through Trades is possible when a party has something he or she values less than does the other party –and vice versa. By trading these values, the parties lose little but gain greatly

Ref:
Negotiation, 1992, Harvard Business Essentials

Thursday, November 15, 2012

Langkah M&A 1; Manage Pre M&A & Screen Candidates

Dalam melakukan Merger dan Acquisition (M&A), langkah pertama adalah Manage Pre-M&A Phase. Sesuai dengan formula Michael Porter, keuntungan M&A harus dilihat dari 4 hal berikut:

a. Dorongan dari pembeli (forces from buyers)
Kegiatan M&A harus mampu meningkatkan atau memperbaiki produk akhir ke konsumen.

b. Dorongan dari pendatang baru (forces from new comers)
Kegiatan M&A untuk mencapai economic of scale yang baru sehingga menang dalam kompetisi.

c. Dorongan dari penyuplai (forces from suppliers)
Kegiatan M&A untuk mengintegrasikan dan memperbaiki bahan mentah atau input

d. Tekanan dari pengganti (forces from substitute)
Kegiatan M&A untuk meningkatkan inovasi dan mencari segmen baru

Langkah kedua adalah Screen Candidates. Secara umum terdapat dua pola partnership, yaitu:
1.   Stategic Investor
Hal ini seperti yang dilakukan oleh Tiger Airways dengan mengakuisisi Mandala. Atau yang terakkhir, kegiatan ‘saling akuisisi’ antara Virgin Australia (DJ) dan Singapore Airlines (SIA). DJ mengakuisisi 60% saham Tiger Australia (TT) dari Tiger Airways (TA), sekaligus menjual 10% saham DJ ke SIA. Yang menarik bahwa TA sendiri 49% dimiliki oleh SIA.

2.   Financial Investor
Hal ini banyak dilakukan oleh para private equity, semisal Recapital dan Saratoga. Berbeda dengan strategic investor yang mempunyai bisnis identik untuk memperkuat pasar, maka financial investor lebih pada prinsip investment; buy low & sell high, buy high & sell higher. Misalnya, Saratoga Capital (SC) masuk ke bisnis Power lewat akuisisi 51% saham Medco Power Indonesia (MPI) dari Medcoenergi (MEI). Kemudian, MPI berencana IPO 2016 untuk mendapat fair market value ketika nanti dilepas kembali oleh SC.

Menurut Mckinsey, seleksi kandidat menggunakan beberapa parameter seperti dalam gambar di bawah.

Dari alur tersebut, dari banyak kandidat perusahaan yang bisa menjadi target M&A, maka ternyata hanya ada 2 kandidat layak menjadi target M&A. Maka yang berikutnya yang memutuskan adalah nilai dari perusahaan dan keuntungan yang didapat jika dilakukan M&A.

----
(to be continued..)

Wednesday, July 18, 2012

(Candidate) Magister

Seorang (Candidate) Magister diuji oleh 2 Phd dan 1 Doktor. Alhamdulillah.. ujian sekolah (hampir) terlewati. Terima kasih atas dukungan semua pihak.

The new chapter is beginning.. :)


@ Paramadina Graduate School, July 13th 2012

Wednesday, July 04, 2012

Merger & Acquisition (M&A), Sebuah Tren Bisnis

Sebuah perusahaan dan industri menurut teori manajemen akan mengalami sebuah siklus hidup perusahaan atau industri. Dimulai dari perusahaan tersebut lahir, tumbuh, matang, penurunan dan akhirnya ditutup. Begitu pula sebuah industri, contohnya industri telekomunikasi yang saat ini sudah melewati masa tumbuh dan masuk tahap matang. Jika tidak dilakukan tindakan inovatif, maka bukan tidak mungkin industri telekomunikasi akan mengalami penurunan dan menjadi mati (tidak berarti perusahaan ditutup, tapi sudah tidak ada pertumbuhan di tengah biaya yang membesar seperti halnya telepon rumah).



Untuk meningkatkan performa perusahaan dalam menghadapi siklus tersebut terutama untuk tetap terus tumbuh, maka perusahaan akan menggunakan dua cara yakni dengan pertumbuhan organik dan non-organik. Pertumbuhan organik dengan mengandalkan dari pertumbuhan dari operasi perusahaan. Sedangkan pertumbuhan non-organik dengan melakukan merger dan atau akuisisi perusahaan lain.

Tren M&A berkembang pesat akhir-akhir ini terutama sejak munculnya para private equity (perusahaan ekuitas swasta) yang membeli perusahaan pasien BPPN saat krisis 1998 dan kemudian menjual lagi perusahaan tersebut setelah stabil dengan harga yang berlipat. M&A ini pulalah yang menjadikan orang-orang kaya baru dengan usia yang relatif mudah (40an, bandingkan dengan zaman Liem Si Liong dulu) seperti Sandiaga Uno, Roslan Roeslani, Edwin Soeryadjaja, serta kakak beradik Michael dan Budi Hartono (grup Djarum).

Contoh perusahaan hasil pekerjaan para Private Equity adalah Recapital (Sandi & Rosan) yang membeli Bank BTPN kemudian menjualnya kembali (grup yang sama sekarang mempunyai Bank Pundi, perubahan dari Bank Eksekutif), grup Djarum bersama sebuah investment banker membeli BCA dari pemerintah pasca krisis dan sekarang grup Djarum menjadi pemilik mayoritas BCA, serta Saratoga (Sandi & Edwin) yang mangambil alih Mandala Airlines bersama Tiger Airways.

Di dalam dunia Oil & Gas juga terjadi peningkatan volume M&A secara global selama 2008-2011 (PLS, Inc., 2012).


Karakteristik industri migas yang padat modal dan adanya ketidakpastian yang tinggi menyebabkan pengembangan lapangan migas dilakukan secara partnership antar perusahaan migas dalam bentuk aktivitas M&A. Dengan demikian perusahaan migas akan berbagi modal, resiko dan hasil investasi sebagai cara mereka untuk melakukan optimalisasi portfolio dalam investasi pengembangan lapangan migas. Secara langsung, aktivitas M&A tersebut juga menjadi salah satu pendorong pertumbuhan industri migas di seluruh dunia beberapa tahun terakhir.

M&A umumnya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Manage pre-M&A Phase
2. Screen Candidates
3. Value Candidates
4. Negotiate the Price
5. Manage the post M&A

----
to be continued

- Langkah M&A 1
- Langkah M&A 2

Thursday, May 10, 2012

The Magnificent Seven

PGSF – Strategic Finance Class of 2010

For some people eighteen months seems like forever but to us, it was only yesterday. Time flies indeed. We accomplished many things in such sort of time. It was exhausting, sometime frustrating, but exciting at the same time. And we would be lying if we didn’t have good time. It was fun.

Everyone and each of us were blasting and learned new knowledge and what so called best practices. One was so enthusiastic and suddenly spoke fluent English learning the different between merger and acquisition from neighboring country lady lecture. One never skips school, well maybe only one or two. One copied-pasting class materials for his consulting business and made money from it. One was chasing virtual girl named Maya but never has gut how to start a conversation. One gave her first birth and brought along her new baby-son completing an exam. One has to rush home as soon as the Friday class is over driving for 76 miles to the south (we know what he’s up to). One went for pilgrim struggling for changing his life upon returned. People change and grow.

We are changing and growing. We should be proud of ourselves for standing still up to this point. Attending night classes after work is challenging but we survived. Finish line is just few seconds distance.

Let’s win our final battle and together we can make it. Soon we will get what we are dreaming for. Stay in touch valued friends. We are not across universe. We are just across the corner. Heaven knows what He is planning for us and we should keep the faith that our path will cross again…

[ PGS Campus, Last Night-Class - May 8, 2012 ]

* Thanks to Mas Arif M for the picture and words.

Monday, May 07, 2012

The good tackle, isn't it? :)


At the end of the match, we won 3-2.

* Thanks to Yudi who's capturing the moment last weekend.

Monday, April 09, 2012

Backpacking: Ho Chi Minh – Siem Reap – Bangkok (HSB)

Minggu lalu saya melakukan perjalanan backpacking bersama dengan empat rekan lainnya dalam 6 hari melintasi tiga negara, yakni Vietnam, Kambodia dan Thailand. Backpacking yang menantang, karena semuanya dilakukan mandiri dengan mengandalkan internet.

Tulisan ini merupakan seri pertama yang merupakan ringkasan perjalanan tersebut, terutama terkait dengan transportasi dan waktu perjalanan-nya. Seri-seri tulisan berikutnya (mungkin) akan membahas hal-hal lain yang lebih spesifik, misal dari sisi tempat wisata ataupun kejadian menarik khas backpacking lainnya.

Secara singkat, rute dan waktu perjalanan backpacking HSB ini adalah:
Hari pertama: Flight Jakarta-Ho Chi Minh City (Departure 15.30). Night market HCMC
Hari kedua: Sightseeing HCMC, Shopping. Bus HCMC-Pnom Penh (Dep 15.00) + rental mobil PNH-Siem Reap (arrival 03.30 hari ketiga)
Hari ketiga: Angkor Wat (small tour), Night Shopping
Hari keempat: Bus SR-Bangkok (Dep 08.00, arrival 19.00). Night market Bangkok.
Hari kelima: Grand Palace, Chinatown, Shopping
Hari keenam: Vimanmek Massion. Flight Bangkok-HCMC (Dep 04.00) + Flight HCMC-Jakarta (Dep 20.20, arrival 23.00)

Hari Pertama - Senin 2 April 2012 (HCMC)
Perjalanan pesawat Air Asia berangkat dan tiba di HCMC sesuai dengan jadwalnya. Karena backpacking, tiket yang digunakan pun 100% promo dengan tanpa tambahan apapun itu (bagasi, makanan, asuransi, dll). Perjalanan 3 jam masih bisa dilawan tanpa adanya hiburan personal yang biasanya menyertai penerbangan full service. Dan satu-satunya yang tidak bisa dilawan adalah lapar! Maka satu persatu kami membeli makanan atau minuman yang ditawarkan pramugari.

Tiba di HCMC, begitu masuk ke gedung bandara yang dilakukan pertama adalah foto-foto (hehe). Proses imigrasi berjalan lancar, pun Vietnam tidak membutuhkan semacam arrival card untuk memproses imigrasi. Sederhana tapi sangat efisien, karena masih banyak negara (termasuk Indonesia) yang masih menggunakan model arrival-departure card itu dalam proses imigrasi. Namun kesan bandara yang efisien ini akan dibuktikan di hari terakhir ketika menjadikan Vietnam sebagai hub dari Bangkok ke Jakarta.

Setelah sampai di Hostel NgocThao di sebuah gang Jalan Pham Nguc Lao, maka jalan-jalan malam pun sayang jika dilewatkan. Targetnya adalah Night Market di Ben Tanh Market (600 meter dari Hostel) dan makanan halal. Sekilas melihat dan mencoba menawar harga-harga di pasar malam itu, namun mungkin karena gensi masih tinggi maka belum ada barang yang terbeli malam itu. Makanan halal pun akhirnya lebih memilih kembali ke kedai Pakistan di sebelah Hostel, karena sepanjang jalan ke pasar ternyata tidak ditemukan kedai halal. Jam 00.00, kami masuk hostel, dan tidur sekitar jam 01.00 setelah mandi.

Hari Kedua – Selasa 2 April 2012 (HCMC)Hostel menyediakan sarapan dengan empat pilihan menu. Setelah yakin bahwa 2 pilihan menu halal, maka 2 menu tersebut menjadi pilihan bersama kami, yakni Pancake dan Roti + Telur. Kami berlima menyewa 1 kamar dormitory dengan 8 tempat tidur, maka otomatis kami pun berhak mendapat 8 set menu sarapan (aktualnya yang habis hanya 6.5 set!).

Kemudian jam 8 dengan menggunakan taksi menuju War Museum sebagai target pertama. Museum ini menceritakan kisah Vietnam yang diserang Amerika, tentu dengan lebih banyak dari sudut pandang Vietnam.

Berikutnya dengan berjalan kaki 400 meter menuju Independence Building, sebuah gedung perumusan dan kongres kemerdekaan Vietnam. Kami hanya sebentar di gedung ini, entah karena kelelahan belum biasa berjalan kaki atau waktu mepet karena harus berangkat dari HCMC menuju PNH jam 15.00, sedang target belanja belum dilakukan.

Dengan berjalan sekitar 400 meter lagi, kami mengambil gambar di depat Gereja Catedral. Lalu dengan taksi, kami menuju Ben Tanh market untuk berburu souvenir. Sekitar jam 13 kami sampai hotel, dimana sebelum berangkat pagi sudah memesan tiket bus ke PNH jam 15. Makan siang dengan mencampur rendang perbekalan teman dan nasi dari hostel serta sedikit Pop Mie. Kami berpikir nasi itu harus beli, ternyata ketika akan membayar pemilik hostel malah menggratiskan. Mungkin pemilik hostel melihat wajah-wajah ngirit kami yang makan menu ‘seadanya’.

Sesuai jadwal bus berangkat Jam 15 menuju PNH dengan hanya sekitar 40% kursi terisi. Karena kecapekan, belum sampai keluar kota HCM saya sudah tidur dan bangun jam 17 sesaat sebelum sampai perbatasan. Proses imigrasi berjalan lancar baik keluar Vietnam atau masuk Kambodia karena dibantu oleh awak bus Mekong Ekspress. Tentang liku-liku di border, saya (mungkin) akan membahasnya di lain waktu nanti.

Kami beli nasi putih di border ini mengingat akan sulit mencari makan lagi karena tujuan Siem Reap masih 6 jam lagi dari PNH. Maka, di dalam rental mobil sambil bergelap itulah kami makan berbagi rendang yang tersisa siang tadi. Lalu tidur pulas sampai tiba di Siem Reap keesokan harinya.

Hari Ketiga– Rabu 3 April 2012 (Siem Reap)Mobil berangkat dari PNH jam 21 malam sebelumnya, sampai di Hostel Downtown Siem Reap jam 03.30. Kami sebenarnya sempat menambah 1 malam lagi di Hostel itu jika sampai di SR Rabu dini hari. Ternyata sampai sudah 03.30 dan jam 5 akan dijemput lagi untuk tour ke Angkor Wat, maka 1 malam tambahan dibatalkan. Setelah dijemput dan tiba di pintu gerbang lokasi, loket sudah sangat ramai oleh turis mancanegara yang ingin berburu sunrise di Angkor Wat.

Di Angkor Wat sendiri, sudah banyak turis bersiap dengan beragam jenis kamera mengabadikan Sunrise. Setelah Angkor Wat, kami ke komplek Bayon dan Ta Phrom. Sekedar info, Ta Phrom ini adalah lokasi syuting Mrs Pitt dalam Tomb Raider. Sorenya, kami berburu Sunset di Phnom Bakheng yang harus naik ke bukit sekitar 400 meter.

Sebuah kesempatan langka buat kami bisa makan siang masakan halal di SR siang itu. Kami memang keluar komplek Wat untuk makan siang ke kampong muslim di SR. Tak menunggu lama, makanan seafood itu pun ludes semuanya. Tercatat, makan siang itulah adalah makanan terbaik selama backpacking ini!

Malamnya, belanja di Night Market SR yang berjarak 250 meter dari Hostel cukup mudah. Berbeda dengan Ben Tanh (dan Night Market Bangkok) yang harus menawar paling tidak 1/3 sampai 1/2 dari harga pembukaaan, di SR proses nego hanya bisa bergerak di turun 20%-an. Tentang liku-liku belanja ini, saya pun akan mencoba membahasnya di lain waktu nanti.

Hari Keempat-Kamis 4 April 2012 (SR to Bangkok)
Jam 8 pagi kami sudah siap di pool bus menuju Bangkok. Ok, sebenarnya bus hanya dari SR ke border kemudian setelah masuk border Thailand berganti mobil Toyota berbodi Alphard (interior seperti mobil travel) dan berbahan bakar gas. Dari jadwal jam 03.30 yang ‘dijanjikan’ di agen SR, ternyata jam 7 malam kami baru sampai di Bangkok. Ditambah pula, turunnya di pinggir jalan Bangkok, bukan di tempat umum yang mudah bertanya tentang arah. Untungnya salah satu rekan kami membawa GPS (ipad) sebagai bahan nego Tuk-tuk menuju hostel (Thanks to him, yang juga membawa rendang buat kami hehe).

Sebenarnya ada opsi kombinasi selain bus dari SR ke Bangkok dan rencana ini sebenarnya rencana awal kami dengan menimbang kesempatan naik beragam moda (kereta ekonomi). Saya kopikan dari lonely planet sbb:

Step 1, travel from Siem Reap to Poipet by bus or private car: In the morning take a private car, bus or share taxi from Siem Reap to Poiphet on the Thai frontier, it's around 152 km or 95 miles. A private car will cost around $25 for 1 passenger for the whole vehicle, $40 for 2 passengers, and takes around 2 hours 25 minutes so you can safely leave just before 09:00. An air-conditioned bus takes around 3 hours with departures from Siem Reap bus station (3 km east of the town centre) at 07:30 and 08:30, fare $9, with free hotel pick up prior to those departure times. You can buy bus tickets or arrange a private car at any of the many travel agencies around town the day before departure.

Step 2, walk across the border into Thailand: You'll be dropped at the entrance to the border point at Poipet. Complete the passport stamping and fingerprint scanning at the Cambodian 'departures' office at the border entrance, then walk through the border, past the casinos, under the Cambodian 'Angkor' arch to the Thai border point 100 yards ahead. Fill out a Thai arrivals card and get your passport stamped here and emerge from the border. The whole process should only take around 25 minutes, although at busy times it can take an hour or more. The border is open 07:00-20:00.

Step 3, take a tuk-tuk from Poipet to Aranyaprathet station. Now you're in Thailand. Find a tuk-tuk and take it the 6 kilometres (3.8 miles) from Poipet to Aranyaprathet railway station. A tuk-tuk costs 100 baht ($3, £2) although you can bargain for a cheaper price if you're good at haggling. If you need a meal or a beer, there's a simple and cheap Vietnamese restaurant at the road junction at the foot of the station approach, and there's an ATM up the road from the restaurant, simply turn your back towards the station and walk up that road about 300 yards.

Step 4, take a train from Aranyaprathet to Bangkok. Two reliable trains a day run from Aranyaprathet to Bangkok, 255 km or 159 miles. You should be able to make the 13:55 departure from Aranyaprathet, arriving Bangkok at 19:55. The other train leaves Aranyaprathet at 06:40, arriving Bangkok at 12:05. Both trains are 3rd class only, but they are clean and it's a very pleasant ride with a breeze blowing in through the open window. The fare is only 48 baht (£1/$1.60), no reservation necessary, simply turn up and buy a ticket at the station. The train also drops off at Makkasan (19:40) and Phaya Thai (19:46) before arriving at Bangkok Hualamphong, these can be more convenient stations at which to get off if you're staying in northern Bangkok.

Tapi, karena ‘tergoda’ kemudahan 1 pihak yang mengatur perjalanan, biaya yang lebih murah dan waktu ‘priceless’ yang lebih cepat, maka kami memutuskan naik bus. Sekarang kalau ditanya lagi, saya pribadi lebih memilih opsi kombinasi diatas daripada bus dari SR ke Bangkok. Sekalipun tiba di Bangkok lebih malam(19.55), tapi akses ke public transport lebih mudah karena Station akhir itu tersambung ke MRT.

Sampai di Bangkok, ternyata hostel kami (D’ Lub) hanya sekitar 800 meter dari dunia malam Bangkok yang terkenal, Pat Pong. Celakanya, di dekat area itu juga terdapat KFC, MCD dll serta night market sebagai target buruan kami. Jam 11 malam kami kembali ke hostel dari makan malam dan survey harga barang belanja.

Hari Kelima– Jum’at 5 April 2012 (Bangkok)Full day di Bangkok dan masih ada setengah hari keesokan hari adalah sebuah kelebihan di Bangkok. Sengaja kami buat demikian, karena jika kami miss saja satu hari dari perjalanan sebelumnya, maka di Bangkok setidaknya masih dapat 1 malam dan setengah hari.

Grand Palace (komplek istana Bangkok) dan beberapa Wat di Bangkok serta China Town menjadi tujuan hari itu. Setelah di China Town tidak mendapat barang belanja khas pelancong (Indonesia), pilihan kami jatuh kembali ke area Night Market Pat Pong. Untungnya jam 16 dimana sebagain pedagang sudah buka tapi ‘dunia malam’ belum buka sehingga kami bisa leluasa belanja.

Thailand tahun 2011 lalu menghasilkan penjualan mobil Toyota terbesar se-ASEAN, sedang Indonesia di peringkat kedua. Jadi, macet adalah biasa di Bangkok juga. Untungnya, 1 jalur MRT dan 2 jalulr BTS Skytrain serta 1 River Boat sangat membantu menjelajah Bangkok. Sekalipun MRT tidak se-integrated Singapore, atau Skytrain tidak sehalus Monorail KL, setidaknya masyarakat Bangkok punya pilihan public transport yang lebih baik dibanding Jakarta.

Hari Keenam– Sabtu 6 April 2012 (Bangkok, HCMC, Pulang)

Jika membeli tiket Grand Palace yang berlokasi di tengah Bangkok, maka secara otomatis juga mendapatkan tiket masuk Vimanmek Massion di bagian utara Bangkok. Maka tengah hari terakhir sengaja untuk menghabiskan jatah tiket Vimanmek, targetnya hanya tiket disobek dan foto-foto (hehe). Vimanmek sendiri adalah sebuah mansion kayu terbesar di dunia.

Sepanjang di Bangkok tidak ada bus umum yang menggunakan huruf latin, semuanya huruf Thai. Sehingga kami tidak pernah naik bus umum. Kecuali bus yang melewati Vinmanek Massion itu, bus berkode 515 dan 18 yang menuju Victory Monumen tempat BTS terdekat. Jadi di Bangkok, praktis hanya Taxi Bangkok yang masih jahiliyah ‘sistem borongan’ yang belum pernah kami coba.

Jam 16.30 pesawat Air Asia Bangkok-HCMC take off dari Svarnabumi Airport, delay 30 menit dari jadwal. Kami sempat was-was karena pesawat Air Asia HCMC-CGK jam 20.20. Jam 18 sampai HCMC airport, ternyata kami harus keluar imigrasi dan keluar bandara untuk pindah ke departure gate. Ditambah lagi, mesin check-in Air Asia yang biasa tersedia tidak ada, dan memaksa manual (artinya tas terancam diperiksa beratnya). Kesan HCMC airport yang efisien di hari pertama hilang karena proses pulang yang lebih banyak usaha ini.

Jadi, lebih baik menjadikan KL sebagai hub Air Asia (yang memang Base AA di KL) jika ingin melakukan perjalan serupa dengan kami ini. Malahan, jika bisa mengulang perjalanan ini, saya bisa memilih nambah 7 hari dan 4 negara (+ KL) jika perjalanan dari Bangkok ke KL menggunakan opsi Night Bus. Kedua negara relatif lebih aman dan maju, sehingga night bus yang nyaman banyak menjadi opsi bagi backpackers.

Oiya, untuk detail biaya saya akan mencoba membahasnya di tulisan berikutnya. Tertarik untuk mencoba yang serupa?



Biaya Non-Flight & Oleh2
 

Tuesday, March 27, 2012

Baby Sitter dan Gaji

Di restoran Italia pada jum'at jam 10 malam di sebuah gedung SCBD, seorang baby sitter sedang menunggu di luar bersama dengan sang bayi yang tidur di dalam keretanya. Tebakan saya, ibu bayi pasti sedang makan malam bersama di restoran itu.

Langsung terbersit berapa gaji yang dibutuhkan untuk seorang ibu bekerja di luar, sehingga pilihan meninggalkan bayi (balita) dan membayar baby sitter 'cukup' terkompensasi oleh gajinya itu?

Dalam ekonomi kita mengenal analisis Cost-Benefit (CB), dimana secara prinsip biaya yang dikeluarkan harus sebanding dengan manfaat yang didapatkan. Kelemahan analisis ini, semuanya diukur dengan materi (uang sebagai alat ukur), sehingga ada beberapa biaya dan manfaat yang tidak bisa diukur dengan uang sulit untuk dibandingkan. Bagaimanapun, kita masih bisa melakukan analisis dengan pendekatan CB.

Mari kita berhitung untuk kasus diatas, asumsi gaji baby sitter 1.5 juta/bulan (gaji, seragam, dll). Jika gaji ibu 15 juta/bulan, maka 10% nya akan dibayarkan untuk baby sitter. Kalau selama kerja masih menitipkan bayi di daycare yang sedang marak sekarang ini (asumsi 3 juta/bulan), maka 20% nya akan membayar daycare itu.

Bagaimana jika gaji ibu ternyata tidak sampai 15 juta? Ok, mungkin cukup baby sitter tanpa perlu daycare. Kalau gaji 7.5 juta, maka 20% untuk baby sitter. Anda bisa membayangkan sendiri jika ternyata gaji ibu kurang dari 7.5 juta/bulan.

Benar Ibu masih punya waktu untuk bertemu di sela-sela jam kantor sehingga pengeluaran baby sitter dan daycare masih masuk akal. Tapi bagaimanapun pengasuhan akan sepenuhnya bukan di tangan ibu bekerja tersebut. Artinya, ada unsur waktu interaksi dan pendidikan yang hilang dan sulit untuk di-uang-kan.

Saya tidak anti perempuan bekerja, justru saya sedang melakukan analisis secara ekonomi yang mungkin terjadi dimana banyak perempaun bekerja tidak melakukan analisis mendalam tentang itu. Mungkin hal itu memang kebutuhan karena pendapatan suami juga pas-pasan, sekalipun lebih 50% gajinya untuk membayar baby sitter, pembantu atau daycare. Tapi tetap, menurut saya analisis 'masuk akal' semacam cost-benefit harus dilakukan sebelum memutuskan bekerja penuh sepanjang hari.

Jadi kembali ke pertanyaan awal, berapa gaji minimal ibu jika memutuskan untuk menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya ke baby sitter dan atau daycare?

Monday, February 13, 2012

Business Leaders: Story and Principles (2)

Principles of Business Leaders

It is not easy to become a successful business leader, and it does not happen by accident. In addition, successful entrepreneurs have a great deal of responsibility, and hold the destiny of their businesses in their hands. As Daniel Budiman said, sometimes luck also plays an important part. But businessman cannot run their businesses relying on luck. Some essential principles include good opportunities (right time, right place), focus, and finding appropriate partners.

Finding the right partner is a key, and perhapsis a factor neglected by some entrepreneurs. Good partners will contribute a great deal. Benny Subianto, TP Rachmat and Sandiaga Uno are in partnership to develop Adaro. Oke Trikomsel and Global Teleshop are now in partnership to upgrade their supply chain management, whereas a few years ago they were competitors.

Doing business is also about focus. Businessmen usually have a passion for a specific business. For entrepreneurs, doing business is not only about creating wealth, but is also about the challenge of being successful. In fact many businessmen choose a relatively modest lifestyle. TP Rachmat, Benny Subianto and the Hartono family (Djarum group founder, BCA owner) are examples of that. As Ahmad Yuniarto (President Director of Schlumberger Indonesia) said, “It’s not a job, it’s a way of life”.

The principles of successful entrepreneurship are universal, and even apply to employees (intrapreneurship), where employees implement the principles of entrepreneurship within the company they work for. These principles are mentioned by Sandiaga Uno, and include:
1. Hard work (kerja keras)
2. Smart work (kerja cerdas)
3. Full work (kerja tuntas)
4. Sincere Work (kerja ikhlas)

Company employees must acquire as much knowledge as possible and upgrade their competencies to gain leverage. Omas S. Anwar (former Vice CEO of Pertamina) has some talent principles for employees in leveraging their competencies:
1. The first 6 months : learn everything about the job (learn)
2. The next 6 months: master the job (move)
3. The final 6 months : be ready to move on (move on)

According to those principles, employees will not stagnate in positions for a long time and will have a better opportunity to step up to higher positions as business leaders. John C. Maxwell’s study reveals that only 5% of business leaders obtained their businesses through inheritance and 10% due to study/training/courses. Yet 85% started up their business because they were inspired by other leaders. Therefore, there are excuses for not becoming a business leader!

In summary, business leaders are persons who have successfully overcome and adapted to some challenging periods whilst adhering to the values and principles they believe in. A simple way to summarize the importance of principles when facing a tough life is from this statement: “We have to adjust to changing times, but maintain our unchanging principles” (Charter, US President).

Prepare yourselves to be the next future leaders!

Wednesday, February 08, 2012

Business Leaders: Story and Principles (1)

Business Success Story
The economy of Indonesia has grown fast since recovering from the Asian financial crisis of 1997-1999. Though this crisis put Indonesia’s economy into deep water, some new entrepreneurs, such as Daniel Budiman, Benny Benny Subianto, Sandiaga Uno and Sugiono, emerged from it and were able to start up and expand their businesses, reaching great heights. They had faith that Indonesia, with its huge resources and multiple opportunities, would become a re- emerging “tiger” nation.

Daniel Budiman and Sandiaga Uno run private equity companies, a relatively new form of business in Indonesia. A private equity company is one which acquires an unhealthy company, pours capital into it to improve its performance to become a healthy and excellent company, and then sells it on again to a new owner. PT Pangansari, Bank Tabungan Pembangunan Nasional (BTPN), Adaro and Mandala are examples of companies which were taken over by private equity companies.

In terms of buying out, mergers and acquisitions, there were 3 phases, as highlighted by Sandiaga Uno.

Phase 1 (1997-1999): buying low and selling high. This can be achieved in the right conditions, i.e. when capital is scarce and competition is limited.

Phase 2 (2004-2007): financial engineering and cost cutting (2004-2007). This was achieved when cheap funding was available and it was a golden period for buying out. In this period, PT Pangansari was acquired by Daniel Budiman, BTPN was acquired by Sandiaga (both of them are already sold), and Adaro was acquired by Benny Subianto and his friends (including TP Rachmat and Sandiaga). Adaro is now the most valued private mining company in Indonesia.

Phase 3 (2008-now): buying high and selling even higher. The environment is that sellers are getting smarter, good assets will get auctioned, so buyers must take a “hands on” approach and add value to the business. Mandala Airlines is the latest example of a high profile buy out. It was acquired by Sandiaga and is now being restructured after being non-operational for several months.

Generally, when taking over a company, private equity companies do not always use their own money to invest in the acquired company. Instead, they usually lend from banks (with certain percentage limitation) to leverage the multiplying effect of capital gain. For instance, when PT Pangansari was acquired by Daniel Budiman, he obtained a loan from Bank Danamon to the value of 80% of the acquisition price (but nowadays it is much more difficult to obtain loan for company acquisition). Here is the process using a simple math calculation:

Value of acquired company = 100. For the next 3 years, after restructuring and the value of the company will be 300. If using its own equity, the capital multiplier will be 300/100 = 3 times. And yet, if using 70% of loan with flat annual interest 15% (own equity is 30), the added value of company will be 300 – 70 (1+15%)^3 = 193 and the capital multiplier now will be 193/30 = 600% more!

The diagram below shows the Jakarta Stock Exchange (IHSG) and how the value of public companies tends to be increase year on year. The key to success is how to restructure and improve the fundamental performance (not only financial number!) of the acquired company, so that its value can multiply in the near future.

Source: Finance Yahoo


PT Pangansari is a good example for analysis. The company has a very specific business, providing and serving meals to all PT. Freeport operations in Papua. It provides 80,000 package meals every day to employees who work at headquarters, in the field, and even in the mountains. The business value is USD 60-70 million per year!

Sugiono is an interesting case. He has an expanding business, a chain of mobile phone stores. He started his business in 2003 with 2 shops in Oke Trikomsel in Jakarta. Over the next 7 years he expanded his business to a total number of 800 shops, and he holds the official license as distributor of the major mobile phone principles, i.e. Nokia, Blackberry and iphone. He has a vision to provide a digital lifestyle to Indonesians, whose annual income has increased significantly in recent years. A digital lifestyle is an unstoppable wave, proven by the ever-increasing number of social network users and internet penetration throughout the world. To continue to fulfill his vision, he also acquired Aora TV, a pay TC channel which had been dormant for several months.

to be continued... Principles of Business Leaders

Tuesday, January 31, 2012

Sejarah Lokal: Gedoran Depok

Buku ini bercerita tentang peristiwa revolusi kemerdekaan di Depok di era 1945-1949. Bukan revolusi dalam arti merebut atau mempertahankan kemerdekaan yang berhadapan dengan Belanda, namun merupakan sejarah ‘kelam’ dimana Depok yang zaman penjajahan adalah ‘daerah istimewa’ Belanda (yang mempunyai Presiden sendiri) akhirnya direbut oleh rakyat dengan sebuah peristiwa yang disebut Gedoran Depok.

Buku ini secara umum terbagi dalam tiga bagian utama, masa awal terbentuknya Depok (1696-1945), masa revolusi kemerdekaan RI (peristiwa Gedoran) dan pasca revolusi setelah perundingan Meja Bundar (1949-1955).

Seorang Belanda Cornelis Chastelein membeli tanah di daerah Srengseng tahun 1695 dan memperluas ke selatan (Depok) setahun kemudian untuk keperluan perkebunan. Untuk mengolah perkebunan, didatangkanlah buruh-buruh dari Sulawesi, Kalimantan, Timor dan Bali yang kemudian membentuk 12 marga ‘Belanda Depok’. Belanda Depok adalah orang Indonesia yang bekerja untuk Cornelis dan kemudian mendapatkan jatah harta warisan Cornelis.

Belanda Depok inilah yang mendapatkan hak istimewa selama masa Belanda dan Jepang, mulai dari Batavia hingga penduduk kampung di sekitar perkebunan. Wilayah Depok sendiri tidaklah seluas sekarang, kurang lebih hanya 1/6 luas sekarang dengan pusat pemerintahan presiden Depok ada di Jalan Pemuda.

Hingga akhirnya ketika Proklamasi, masyarakat kampong merebut semua harta melalui peristiwa Gedoran Depok dan menawan para Belanda Depok ke Bogor. Gedoran Depok sendiri digambarkan sangat mencekam dimulai pada malam hari, dimana para Belanda Depok harus bersembunyi dari patroli-patroli pejuang.

Selama agresi Belanda 1 dan 2, Depok menjadi front depan antara Batavia dan komado Siliwangi yang bermarkas di Bogor. Margonda dan Tole Iskandar, nama pejuang Depok yang gugur dalam misi mempertahankan kemerdekaan dan sekarang diabadikan menjadi dua jalan utama di Depok.

Selanjutnya setelah KMB, para Belanda Depok kembali ke Depok untuk membangun rumah mereka kembali. Namun peristiwa revolusi di pinggiran Jakarta belumlah selesai. Dimana tentara mengalami restrukturisasi, para pejuang ada yang bergabung dalam tentara resmi (gabungan antara PETA,KNIL, dan BKR) dan tidak sedikit yang (kembali) menjadi bandit atau perampok. Masa tahun 1950-1955, Depok menjadi daerah pertempuran antara milisi bandit dan tentara pemerintah.

Mencermati pergulatan itu sendiri, dimulaai saat para pejuang melihat kenyataan yang tidak memuaskan terhadap jalannya perundingan dengan Belanda dan kemudian berperang sendiri dengan tentara pemerintah yang seolah-oleh mewakili kekuasaan. Bahkan pasca KMB pun, perlawanan terhadap tentara pemerintah masih dilanjutkan dalam skala lebih kecil yang dilakukan oleh para bandit yang dulunya juga merupakan pejuang.

Selain merupakan catatan-catatan, sesuai judulnya beberapa kopi manuskrip asli perihal asal Depok juga disertakan dalam buku. Salah satunya adalah surat wasiat Cornelis dan pembagian ke 12 marga. Beberapa foto Depok tempo dulu juga menambah nuansa historis dari beberapa titik familiar di Depok. Wawancara dengan saksi hidup menjadi salah satu titik kuat dari buku ini.

Tapi menurut saya pribadi buku ini belumlah disebut sebagai buku utuh sebuah sejarah Depok. Hal tersebut karena secara sistematis buku ini tidaklah seperti buku sejarah dimana alur cerita dan sumber dirunut dengan rapi. Seperti disampaikan diatas, model sistematika buku ini mirip lebih seperti catatan sejarah dibandingkan buku sejarah.

Terlepas demikian, tekad dan usaha penulis untuk menyusun sebuah Buku sejarah lokal sangatlah harus diapresiasi, apalagi di tengah dunia modern dan populis saat ini. Walaupun belum sempurna, paling tidak buku ini mampu hadir di tengah masyarakat Depok menjawab keingintahuan atas sejarah daerahnya sendiri. Buku ini juga layak menjadi bahan bacaan generasi muda Depok.

Dan karena manfaat tersebut yang menutupi harga sedikit mahal dari buku ini jika hanya dipandang sebagai sebuah catatan sejarah lokal. Layak dikoleksi, terutama oleh warga Depok. Selamat membaca.

Tuesday, January 24, 2012

Catatan kecil: Notes from Qatar

Buku yang diambil dari kumpulan tulisan blog dengan judul yang sama ini menyajikan cerita yang dialami penulis dimulai ketika proses mendapatkan beasiswa penuh untuk sekolah sarjana di Universitas di Malaysia dan kemudian beasiswa penuh lagi ke Qatar dari Qatar Foundation. Hikmah kejadian sehari-hari selama di Qatar hampir memenuhi seluruh isi buku ini.

Beberapa Hikmah yang serin dijadikan mainstream dari buku ini adalah kekuatan ikhlasnya sedekah. Penulis mengalami berkali-kali kejadian yang proses awalnya adalah karena sedekah. Tema-tema tentang kerja keras dan pembelajar juga menjadi bahasan dalam buku ini. Dengan mengutip beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi, maka penulis mampu memberikan argumentasi logis dengan gaya khas anak muda (penulis kelahiran 1987).

Buku dengan citation dari banyak tokoh nasional (dan istri Emir Qatar) dan artis ini juga merupakan gambaran bahwa anak muda yang memutuskan sekolah ke timur tengah tidak berarti ‘kalah populer’ dari yang belajar di Eropa atau Amerika. Karena beberapa top university di dunia, juga membuka ‘cabang’ di Qatar dala komplek education park-nya. Apalagi saat ini, beberapa Negara Timur Tengah sedang memposisikan dirinya menjadi Hub International (UEA, Qatar). Dan bagi muslim, sekolah internasional di Timur Tengah akan mendapatkan banyak keuntungan sekaligus, diantaranya belajar dan praktek bahasa Arab, kedekatan melaksanakan Umrah dan Haji.

Selain kelebihan dari buku ini diatas, salah satu hal menarik dari buku ini adalah diberikannya sedikit informasi mengenai Qatar di antara pergantian judul topik. Misalnya, harga BBM di Qatar 0.3 QR/liter (1 QR = ±Rp 3,000), sedangkan air mineral 1 QR/Liter (fenomena mirip juga terjadi di beberapa Negara Eropa, antara harga BBM atau susu cair). Info tentang Qatar lainnya adalah Negara berpenduduk 1.7 juta (bayangkan Kota Jakarta saja 10 juta orang, Jabodetabek lebih 20 Juta!) ini ternyata menggunakan hukum liberal, sehingag minuman alkohol sangat bebas dijual disana. Hal tersebut karena sebagian besar dari pendukuk Qatar adalah ekspatriat yang bekerja disana. Yang menarik, ternyata populasi wanita di Qatar hanya 1/4 dari pendukuk.

Meskipun informasi tersebut sudah memberikan tambahan bagi isi buku, namun hal tersebut sebenarnya masih bisa di eksplorasi lebih jauh lagi misal dalam sebuah catatan khusus di akhir buku dengan semacam peta perjalanan kecil tentang Qatar. Hal tersebut tentu akan menjadi daya tarik plus dari buku ini, sehingga informasi mengenai Qatar dari sudut pandang penulis pun bisa didapatkan pembaca secara lebih lengkap.

Buku ini sebenarnya buku yang dicetak tahun semester awal 2011, tapi saat ini konon sudah 6 kali cetak ulang sehingga dikategorikan dalam national best seller (berapa batasannya ya?). Jujur, saat menyaksikan di sebuah acara tayangan televisi pagi hari tentang peluncuran buku ini tahun lalu, saya tidak terlalu antusias untuk membaca apalagi membelinya. Saya justru memutuskan membelinya (seri limited edition) karena insyaAllah akan ada kesempatan untuk mengunjungi Negara tersebut.

Dan setelah membacanya, menurut pandangan saya, bahwa memang banyak yang bisa diambil pelajaran dari buku tersebut. Namun, untuk harga yang sedemikian bukan hal yang layak untuk dijadikan koleksi. Anda cukup membaca dari meminjam, atau membaca blog penulisnya saja.

Saturday, January 21, 2012

Setelah Sekolah Lagi

Sekolah lagi setelah baru beberapa tahun bekerja dan berkeluarga adalah keputusan yang tidak populer. Di saat baru mengenyam nikmatnya membangun karir dan euforia keluarga kecil, maka sekolah lagi bukan pilihan yang mudah. Apalagi bagi sarjana teknik yang melanjutkan sekolah di bidang bisnis, bukan core tekniknya.

Ada yang beranggapan seharusnya sekolah lanjutan itu lebih baik dilakukan diantara dua waktu penting, sebelum menikah atau saat sudah dalam posisi manajerial atau cukup berpengalaman di perusahaan. Jika sebelum menikah, akan mudah untuk pindah pekerjaan tanpa adanya beban perpindahan comfort zone. Sedangkan harus menunggu pengalaman cukup, karena saat hanya beberapa tahun bekerja, tidak ada efek langsung terhadap pekerjaan yang dihadapi sehari-harinya.

Tapi bukan tentang itu semua saya pikir seseorang kemudian memutuskan untuk sekolah bisnis. Sekalipun tidak terkait langsung dengan pekerjaan hariannya, sekolah adalah sarana untuk membuka cakrawala baru. Memang banyak orang pintar dari pengalaman, tapi sekolah tidak bisa dipungkiri adalah langkah efektif untuk belajar secara cepat dan sistematis. Tidak dipakai saat ini tidaklah jadi soal, karena orang tersebut pasti sudah merencanakan sesuatu untuk masa depannya.

Sedangkan saat awal mempunyai keluarga kecil, justru itu adalah keputusan strategis yang dibuat. Disaat anak masih kecil, maka tidak akan terlalu berat bagi seseorang untuk membagi waktu lebih banyak kepada kuliah dibanding bersama anak. Bayangkan jika nanti saat anak sudah sekolah, maka waktu bersama untuk membimbingnya belajar pasti akan lebih berharga.

Memang akhirnya ada kenikmatan saat ini yang dikorbankan, zona nyaman yang ditinggalkan. Mengorbankan kesenangan saat ini untuk sesuatu lebih baik di masa depan adalah pilihan bijak yang seharusnya selalu dilakukan manusia. Bukankah tidak akan ada perbaikan jika selalu merasa dalam kenyamanan?

***

Kesibukan sekolah sambil bekerja adalah salah satu yang membuat blog ini menjadi tidak se-aktif yang dulu. Tentu lebih memilih untuk bermain bersama keluarga ketika ada waktu luang. Alhamdulillah, setelah satu tahun menjalaninya ternyata ritme hidup menjadi lebih baik dan belajar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Walaupun setelah dipikirkkan kembali, ternyata memang cukup berat sekolah sambil tetap bekerja itu.

Saya masuk di program pascasarjana pada bulan Januari 2011 setahun yang lalu. Semester satu kuliah padat dari jam 19 sampai 21.30 selama 5 hari kerja (senin-jum’at)! Karena tempat kuliah yang satu gedung dengan kantor, maka gedung itu sudah seperti ‘rumah utama’ mengalahkan rumah saya sendiri, karena dalam satu hari saya hanya tinggal di rumah dari jam 23 sampai 5.30 selama semester berjalan (4 bulan).

Praktis semester satu lalu adalah masa paling berat, saya tidak pernah keluar kota atau liburan pada masa itu. Bahkan jatah perjalanan dinas atau training dari kantor lebih baik saya tolak baik-baik atau mundur di saat kuliah libur. Dengan keluarga yang mendukung penuh, maka semester satu pun terlewati dengan seratus persen kehadiran!

Lalu semester dua berjalan dengan jadwal berkurang menjadi 3 hari seminggu. Dengan waktu lebih sedikit, hal tersebut membuat sedikit terlena sehingga masih bisa mensiasati kegiatan liburan akhir pekan atau perjalanan dinas keluar kota.

Setelah lolos padatnya semester satu, malah di semester dua ini kesehatan menjadi catatan khusus. Satu minggu istirahat di Rumah Sakit dan satu minggu di rumah karena Hepatitis A. Tidak ada penyebab khusus, selain pola makan salah dan ketahanan tubuh melemah. Allah SWT mungkin memberikan peringatan bukan di saat kita siaga terhadap kondisi yang akan menimpa kita, tapi malah disaat kita lengah untuk menghadapinya.

Dan tibalah sekarang di semester tiga alias semester terakhir dari yang dijadwalkan tiga semester. Saya ingin menyelesaikan sekolah ini secepatnya dalam tahun ini. Sehingga cuti awal tahun satu minggu penuh yang lalu, kegiatan yang dilakukan adalah menyusun draft Thesis. Masih jauh dari selesai, namun kerangka dan jalan menuju akhir sudah terlihat. Meski terlihat, masih mungkin ada jalan berliku yang akan ditemukan saat sedang menuju kesana nantinya.

Hal yang memudahkan dalam sekolah ini adalah, kebaikan Medco Foundation untuk membiayai biaya sekolah saya di Paramadina Graduate School program Strategic Finance. Dan tentu saja, karena dukungan penuh dari istri tercinta (daripada sering terpisah karena di lapangan ya?hehe) dan secara tidak langsung adalah buah hati kami.

Bagi saya keputusan sekolah setahun yang lalu sehingga seperti ini sangatlah tepat (Alhamdulillah). Dan pasti saya juga sangat gembira bila mengetahui bahwa saudara, sahabat, atau teman juga sedang melanjutkan sekolahnya dimanapun itu.

Manusia memang tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi dengan kebijaksanaanNYA, Allah SWT pasti akan melihat siapa diantara hambaNYA yang mempersiapkan diri untuk menyongsong hari esoknya.

Selamat sekolah lagi..