Monday, December 22, 2008

Dari ibu untuk anaknya

Jika kau bisa memilih, tentu kau akan memilih memiliki keluarga yang bahagia selamanya. Lengkap kedua orang tuamu, ibu dan ayahmu, yang mendampingi sepanjang hidupmu. Senantiasa menemani saat-saat kecilmu, dan membimbingmu menemani masa depanmu. Tempat kau bisa pulang setiap saat, ketika hatimu resah atau jiwamu lelah menapaki kerasnya hidup ini.

Itu jika kau bisa memilih. Tapi kau tak bisa memilih nak..! Kau hanya bisa menerima. Itu bukan salahmu, karena setiap orang pun bisa mengalaminya. Jangan pula kau salahkan takdir. Takdir berbicara hanya kepada orang-orang yang pantas menerimanya. Dan kita pantas, kau juga pantas.

Sekarang, sudah dewasa pula kau berumur. Cepat sekali waktu mempermainkan kita. Sudah tak sanggup lagi, ibu menggendongmu ataupun hanya sekedar memelukmu sekuat yang dulu. Layaknya tunas, kau telah tumbuh dengan akar menghujam dalam. Angin sepoi tak membuatmu terlena, angin badai pun tak membuatmu roboh serubuh-rubuhnya.

Kau tahu diri, kapan saat tersenyum, kapan saat tegar, dan kapan saat menangis. Oh..menangis bukan cengeng nak..! Menangis tidak selalu bermakna kesedihan. Itu adalah suara hati paling dalam, paling tulus dan paling sejati. Karena tak semua orang bisa menangis. Saat lahir saja manusia diharuskan menangis. Lalu, kenapa saat besar tak diperbolehkan menangis?

Betapa indahnya, bisa menatap tersenyum. Kau tak perlu datang setiap hari. Menatap fotomu dan membayangkan dirimu sudah cukup mengobati rindu ibumu. Sesekali datang, secepat itu pula kau pergi kembali. Tapi ibu tahu, kau punya kehidupanmu sendiri. Dan pastinya, kau sedang menuju masa depanmu.

Kemudian kau bekerja. Bekerja membuatmu makin dewasa. Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu melihat anaknya mandiri. Ibu tak pernah meminta banyak dari hasil jerihmu. Tiga ratus, empat, atau lima ratus ribu sudah cukup untuk ibumu. Tentu ini bukan urusan setali, tiga tali uang. Tapi seperti katamu, “aku ingin sedikit membantu beban ibu.” Terima kasih nak..!

Oiya, sekalipun kau sudah punya banyak kaya sendiri. Tetaplah hidup bersahaja. Hidup bersahaja bukan sederhana semata. Sederhana itu harus nak.. jangan kau boroskan hidupmu dengan kesia-siaan. Dan bersahaja itu, adalah mampu membawa diri dimana kita berada. Janganlah kesederhaan membuat susah hidupmu. Hadapilah dengan bersahaja, niscaya kau akan lapang hati dalam menjalani dunia yang makin gemerlap.

Kejarlah apa yang kau cita-citakan dalam hidupmu. Pergilah ke seluruh penjuru dunia jika itu mungkin, lalu lihat dan belajarlah dari sana. Bergaulah dengan beragam jenis orang, maka kau pun akan berhati dan berpikiran luas. Namun, sejauh-jauhnya kau melangkah, ingatlah darimana kau berasal. Dan seberat-beratnya kehidupan, serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Jangan sekali-kali kau tinggalkan agama sebagai pegangan hidupmu, jika kau ingin selamat.

Dan sebentar lagi, ibu tebak kau pun ingin menggenapkan setengah agamamu. Tidak. Ibu tidak sedih. Ibu bahagia. Melihat kau bisa bersanding dengan pilihan hidupmu. Kau keras, tapi lembut. Maka kau mungkin pantas mendapatkan seseorang yang yang lembut tapi keras. Ah, kenapa juga ibu mempersoalkan pasanganmu. Tentu kau lebih bisa melihat seseorang yang cocok untuk dirimu.

Sebentar, kau akan memilihnya sendiri bukan? Kau tidak akan mempercayakan sepenuhnya kepada orang lain untuk menentukan pasangan jiwamu bukan? Nak.. hidup kita adalah tanggung jawab. Kita sendiri yang akan merasakan, dan menanggung akibatnya, bukan orang lain. Sekarang di dunia, atau saat menghadap Sang Pangeran kelak.

Atau jangan-jangan kau tak berani memilih? Tidak perlu kau jadikan takdir sebagai penghalang. Kau menusia baik. Agamamu baik. Jauh lebih baik dari ibumu ini. Kau bisa menghargai manusia lain. Dan manusia yang bisa menghargai, adalah jodoh bagi semua orang.

Jangan melihat seseorang dari apa yang telihat. Apa yang indah, belum tentu indah pula perangainya. Banyak yang hanya siap bahagia, tapi tak siap guncangan mendera. Jelaskan jujur siapa dirimu. Lebih baik kau tertolak diawal, daripada kau merasakan sakit kemudian. Bukankah kau sangat membenci kebohongan dan pengkhianatan?

Ini bukan masalah usia, tapi kedewasaan. Dan sudah saatnya menurut ibu. Ah, lupakan. Kau lebih tahu. Tapi ingat, menunggu itu membosankan. Bukan soal 1, 2 tahun, atau 3 tahun. Dan jika itu kehendakmu, buatlah menunggu itu menyenangkan.

Ibu tak ingin merusak mimpi yang ingin kalian wujudkan kelak. Tapi, jika kau berkenan. Sempatkanlah ibu untuk menginap di rumahmu, ya.. rumahmu atau rumah kalian sendiri. Rumah adalah harga diri, kalian harus mewujudkannya. Tak perlu besar, megah atau lengkap. Dan sebentar saja, ibu tak ingin merepotkanmu. Ibu hanya ingin merasakan, bahwa anaknya telah jadi manusia seutuhnya.

Dan terakhir nak, menjaga itu lebih sulit daripada mendapatkan. Menjaga kesetiaan, lebih sulit daripada mendapatkannya. Menjaga apapun, selalu lebih sulit daripada mendapatkannya. Mungkin akan mudah kau dapatkan, tapi tak akan mudah kau bisa menjaganya. Jagalah, apa yang bisa kau jaga sebaik-baiknya. Jangan kau mainkan sesuatu hanya untuk kepentingan dirimu, karena hidup sendiri sudah permainan. Percayalah, siapa yang menebar benih, akan menuai sendiri hasilnya.

Sudah anakku, cukup semuanya. Dan ibu hanya bisa berdo’a untuk kesholehan, kesehatan dan kesuksesan dirimu. amin.

Selamat Hari Ibu,
Untuk ibuku, semua ibu dan (calon) ibu anakku...


Friday, December 19, 2008

Maryamah Karpov

Apa yang diharapkan oleh pemirsa film Laskar Pelangi ketika tahu bahwa buku tetralogi Laskar Pelangi terbit? Barangkali itulah strategi pemasaran dari buku tersebut, Maryamah Karpov. Berangkat dari film sukses Laskar Pelangi, maka launching buku terakhir tetralogi itupun istimewa. Dikabarkan, sold out di minggu pertama cetakan pertama.

Itulah fenomea lanjutan Andrea, sosok utama yang berada di balik buku tetralogi tersebut. Laskar Pelangi (LP), Sang Pemimpi (SP), Edensor (ED) dan Maryamah Karpov (MK).

Maryamah Karpov, dimana buku ini dalam forum-forum diskusi sastra Andrea selalu mendengungkan didekasikan untuk perempuan melayu menurut saya akhirnya tidak mencapai tujuannya. Apa yang menjadi fokus tetap sisi Andrea, dan sangat sedikit sisi menyinggung tentang perempuan melayu.

Sang judul buku sendiri, hanya terbahas kurang dari satu halaman sebagai Maryamah, penjaga warung tempat ramai orang bernain catur gaya Karpov. Ada juga bahasan perempuan melayu oleh sosok Narmi, remaja putri yang elok bermain biola dua kali seminggu di warung kopi.

Lalu jika yang dimaksud untuk perempuan itu adalah segala daya upaya Ikal mencari A Ling, maka tiada bukan itu adalam roman cinta. Bukan khusus sebuah tribute untuk perempuan melayu.

Jalinan cerita Maryamah Karpov mengalir khas Andrea, dengan beberapa gaya bahasa khas melayu pedalaman. Tentu ini sangat bagus melestarikan khasanah bahasa melayu sebagai bahasa induk dari bahasa indoensia. Sebuah upaya untuk mengenalkan dialog-dialog melayu ke masyarakat non-melayu. Sebuah bentuk aktivitas budaya positif di tengah jawa-centris akut yang melanda negeri kita.

Mozaik bermula dari romantisme keluarga yang sangat memegang petuah bijak orang-orang tua, dengan cara ”dibungkus tilam di atas nampan pualam”. Romantisme sosok ayah dan meloncat ke kisah-kisah akhir penyelesaian tesis Ikal di Eropa. Dan pada bagian sidang tesis master itu buat saya adalah bagian yang paling inspiratif, dan momensial. Tidak mudah mendapatkan beasiswa Eropa, dan yang lebih sulit lagi karena saya pernah diberi sebuah buku tentang bahasan split pricing di jasa telekomunikasi.

Selanjutnya, kisah perjalan pulang ke indonesia hingga sampai di Belitong dan berjumpa dengan kawan-kawan lama. Saat setting berpindah penuh ke Belitong inilah bagian terbesar dari novel ini. Tentang kultur masyarakat melayu pedalaman Belitong yang terbagi dalam beberapa suku bangsa, hingga akhirnya kisah heroik usaha pamungkas untuk menemukan A Ling.

Pada titik menemukan A Ling, adalah rangkaian cerita yang sangat sukar di percaya. Maaf, dari awal pun LP, SP, dan ED bukan murni kisah nyata namun hal-hal disana meski banyak kritik tetap menarik dinikmati tetap dengan kepala rasional.

Sedangkan MK, menurut saya tidak lebih baik dalam membungkus ’segala ketidakmungkinan’ dalam jalinan cerita. Singkatnya, mana yang benar dan mana yang merupakan bumbu cerita. Pembaca sebenarnya tidak perlu jauh mencari tahu apakah ini atau benar. Tapi dengan frame di awal bahwa tetralogi Laskar Pelangi ini seperti perjalanan hidup Andrea sendiri akan dihantui pertanyaan ”apakah ini benar seperti itu?”.

Di bagian awal segalanya terlihat wajar, cerita tentang keluarga, masyarakat, eropa dan Belitong. Setelah sampai pada upaya mencari A Ling, segalanya terkesan masuk dalam ranah ’abu-abu’. Usaha keras membuat kapal, menaikan kapal lanun tua yang karam ratusan tahun di dasar sungai, lalu ahirnya berlayar ke pulau Batuan. Pada bagian-bagian tersebut saya hanya menikmati jalannya cerita, tak bersusah payah berpikir mana bagian yang masuk akal atau kreasi sastra.

Maryamah Karpov juga mempertemukan kembali semua angota Laskar Pelangi Bu Muslimah. Lintang sang jenius menjadi saudagar kopra, dan Mahar benar-benar sangat berhasrat menjadi dukun sakti. Diantara nostalgia laskar pelangi itu, saya menemukan sebuah keanehan. Mungkin salah ketik atau kekurangcermatan Andrea (editor), yaitu saat sepuluh anggota laskar pelangi melihat ukiran tinggi badan masing-masing, dari kelas dua SMP ke tiga SMP ada beberapa tinggi anak yang berkurang. Apakah itu mungkin?

Seperti pada buku-buku sebelumnya, primadona untuk menyajikan rupa-rupa perasaan antara sedih, haru, lucu dan ironi disajikan dalam MK ini. Sampai pada ujung cerita, kisah kelam Ikal tidak mendapat persetujuan bapaknya untuk meminang A Ling, perempuan yang diselamatkannya dengan susah payah dari seberang Singapura.

Akhirnya, anda sendiri lah yang harus membaca untuk menuntaskan tetralogi. Ya..buku ini memang harus dibaca oleh orang yang sudah membaca trilogi laskar pelangi sebelumnya. Tentu menjadi semacam buku wajib jika penonton loyal film laskar pelangi. Buat yang murni ingin menikmati jalinan cerita, kisah sastra di dalamnya, maka gaya Andrea menceritakan liku-liku kultur masyarakat pun patut di acungi jempol. Dan sekali lagi, jangan teralu banyak menggunakan logika realisme karena justru akan mengurangi cita rasa bacaan anda.

Selamat membaca.

Friday, November 28, 2008

Manado, Denyut Indonesia Utara

Dari Sabang sampai Merauke,
Dari Timor sampai ke Talaud..

Selama seminggu saya berkesempatan mengunjungi Manado, pusat kota di Sulawesi bagian selatan. Pesawat Garuda berangkat pagi jam 7 dari Cengkareng, transit di Makasar dan sampai di Bandara Sam Ratulangi sekitar jam 13 (terbang efektif 3,2 jam dari Jakarta). Langsung kami (saya bersama teman-teman kantor) meluncur ke Hotel Santika, di Tongkaina, Kecamatan Bunaken.

Namun acara menginap di Santika tidak berlangsung lama sesuai rencana karena jauhnya lokasi hotel dari kota (Santika sangat cocok yang khusus menuju ke taman laut Bunaken karena hanya 10 menit). Maka esok harinya kami berganti ke Sintesa Peninsula, hotel yang baru beroperasi 1 oktober lalu.

Ini pengalaman pertama saya ke Manado. Tampaknya Manado adalah pusat kota yang unik, karena berada persis di tepi teluk Manado. Sangat dekat sekali dengan garis laut. Memandang dari jendela hotel, maka langsung mata menuju ke paduan kota dan laut. Eksotis.

Kawasan yang sangat terkenal di Manado adalah Boulevard. Kawasan ini berada sepanjang garis laut teluk Manado sekitar 5 km. Disini akana banyak ditemukan pusat bisnis, kuliner, hiburan hingga perbelanjaan modern. Kawasan ini sebagian merupakan hasil reklamasi pantai yang di lakukan pemerintah dimana pembangunan fasilitas masih terus berjalan. Sesuai dengan slogannya visi kawasan ini adalah area B&B, Bussiness and Boulevard.

Tidak terlewatkan untuk mencicipi makanan Manado. Sesuai dengan lingkungan laut, seafood menjadi makanan pilihan setiap malam sesuai variannya. Salah satu tempat makan yang nyaman, enak dan terjangkau adalah Raja Sate, dekat dengan MegaMall.

Ada juga resto yang terkenal di Boulevard yaitu Wisata Bahari, sekitar 3 km dari Mega Mall. Dibanding Raja Sate, harga di Wisata Bahari lebih mahal karena suasana makan di ’atas laut’ yang ditawarkannya dan live music nya. Kita akan mendengar debur ombak, dan bebas kita memandang laut malam.

Terusan Boulevard sekitar 7 km dari MegaMall, terdapat kawasan khusus pusat makanan laut yang dinamakan Kalesey. Banyak restoran berjejer di pinggir jalan yang langsung menghadap laut. Dari sini, kerlip Boulevard dan Manado lebih terlihat. Selain restoran, juga ada warung-warung pinggir jalan di Kalesey ini.

Untuk harga yang lebih terjangkau, ada Tikala di dalam kota (sekitar 1 km dari Bouleverd) tempat food area dengan dilengkapi free-wifi. Bermacam-macam penjual makanan ada disini. Bubur khas Manado yang terkenal juga bisa dinikmati di Warung Wakeke di Tikala ini. Jika Resto Wisata Bahari atau Kalesey banyak pejabat, bule atau keluarga disana, maka di Tikala akan banyak anak-anak muda yang nongkrong dengan laptopnya.

Makanan terjangkau ada Tikala, maka hotel yang terjangkau dan banyak direkomendasikan Indobackpacker adalah Unique Inn, lokasinya tidak jauh dari Boulevard. Hotel ini memang unik karena berada di atas jembatan penyeberangan jalan menuju ke Pelabuhan Manado. Di pelabuhan Manado (orang biasanya menyebut Hotel Celebes), akan banyak kapal untuk ke Bunaken atau daerah-daerah lain seperti Pulau Sangir, Bunaken atau Talaud.

Dan pengembaraan berikutnya adalah Bunaken. Dari dermaga Hotel Celebes, perjalananan membutuhkan 1 jam dalam cuaca baik. Namun kami tetap saja mual-mual dalam perjalanan pagi karena melawan angin laut dan efek tabrakan aliran air laut di teluk Manado. Konon jika gunung di Pulau Manado Tua (pulau di sebelah pulau Bunaken) tertutup awan gelap, maka ombak menuju ke Bunaken bisa mencapai 2 m.

Sampai di taman laut Bunaken, perkiraan saya bahwa taman laut berada di tengah laut salah. Taman laut ini berada sekitar 1-2 km dari garis pantai Pulau Bunaken. Tips dalam perjalanan ke Bunaken, jangan mendadak berhenti setelah melawan ombak. Karena isi perut akan menyesuaikan ombak jalan dengan ombak saat kapal diam yang akhirnya bisa membuat muntah (untungnya saya hanya mual).

Taman laut Bunaken mengesankan, luar biasa. Sekalipun saya tidak diving atau snorkling, dari dek kapal sudah terlihat bahwa taman laut Bunaken memang indah. Bersih dan nyata habitatnya. Pantas saja Bunaken termasuk dalam cagar alam dunia. Namun sayangnya, di kawasan pantai wisata Pulau Bunaken sendiri masih belum terawat dan terorganisir sehingga mengesankan sedikit kumuh. Kondisi ’standar’ yang masih terjadi umumnya di kawasan wisata Indonesia.

Selain Pulau Bunaken, ada beberapa pulau tempat wisata yang lain diantaranya Siladen dan Lembeh. Jika punya cukup waktu (dan dana pastinya), agendakan untuk pulau-pulau tersebut sekaligus program diving. Dengan mengunjungi Manado ini, saya semakin sadar bahwa negeri kita adalah negeri yang besar dan bersatu dalam kemajemukan.

Sulawesi Utara sendiri merupakan ’tapal batas’ Indonesia di bagian utara, berbatasan laut dengan Filipina. Jika kita hafal lagu diatas, maka Talaud merupakan kepulauan di bagian utara Sulut dimana membutuhkan 24 jam perjalanan kapal penumpang dari dermaga Manado. Semakin tidak terbayang alangkah jauh dan luasnya Indonesia ini. Sayang sekali jika penduduk Indonesia sendiri tidak pernah saling mengunjungi di buminya yang luas nan indah.

***
Manado yang ingin menjadi kota wisata laut dunia 2010 sedang berusaha keras berbenak untuk menyambut World Ocean Conference (WOC) 2009. Giatnya pembangunan tidak akan lepas dari lingkaran-lingkaran di sekelilingnya. Jika anda berjalan menyusuri Boulevard lebih dari Jam 9 WITA, maka di titik tertentu akan ditemui ’kembang malam’. Sehingga tidak heran ada plesetan B&B menjadi Beach and Bitch.

Akhirnya saya ingat pernah dapat cerita, bahwa mengunjungi Manado ’haruslah’ mencoba 4B, yaitu pertama datang ke Boulevard, makan Bubur khasnya, jangan melewatkan berkunjung Bunaken, dan terakhir rasakan Bibir manado. Maka saya sudah mencoba sempurna 3B nya. 1B yang terakhir, pasti saya tak mau mencoba. Saya segera ingat untuk pulang ke rumah esok hari.

*sharing: Manado Album

Wednesday, November 26, 2008

Selamat Pagi Manado

Matahari menyusup keluar balik gunung.














Kota di pinggir laut, tersapu hembusan angin laut pagi.













Manado, 5.34 WITA


Saturday, November 22, 2008

Menjadi Warga Depok

Awalnya proses pencarian tempat tinggal dilakukan dengan memilah beberapa lokasi di sekitar Jakarta yang potensial dijadikan hunian. Karena aktivitas kerja di Jakarta, maka prioritas utama adalah wilayah di dalam kota Jakarta sendiri.

Karena ’harga tidak wajar’ untuk ukuran ’layak’ hunian di dalam kota, kemudian beralih di Jakarta pinggiran. Jujur sebenarnya surveinya sendiri tidak dilakukan dengan optimal karena padatnya waktu yang tersisa saat di Jakarta (dibandingkan di Palembang). Serta tentunya keinginan kuat untuk memproses sebuah rumah secepatnya (tahun ini).

Dan akhirnya, pilihan pun jatuh ke Depok. Kenapa depok? Inilah beberapa alasannya menurut saya.
1. Harga rumah yang ’relatif terjangkau’ dimana tetap bisa mendapatkan hunian’cukup layak’. Memang dari biaya hidup umumnya tidak jauh berbeda dengan Jakarta, namun indeks harga pasti lebih rendah dibanding Jakarta.

2. Sarana transportasi yang tidak hanya mengandalkan jalan raya, tapi juga kereta api (KRL) yang scheduled, banyak waktu dan varian. Jika bosan motor/mobil/bus, bisa sesekali naik KRL. Untuk jalan raya sendiri, konon nantinya akan dibangun jalan tol dari Simatupang sambung ke Depok. Menuju Jakarta pun bisa menggunakan jalur alternatif non Margonda (Beji-Kukusan).

Pun alasan pribadi, dengan jadwal kerja selama ini 2 minggu di Palembang, 1 minggu kantor Jakarta dan 1 minggu off, maka praktis dalam sebulan saya hanya ’terjebak transportasi’ Depok-Jakarta selama 5 hari kerja (kadang malah cuma1 hari ke kantornya). Dengan kondisi ini tentu sangat tidak ekonomis jika meneruskan tinggal kos sekalipun di belakang kantor.

3. Universitas Indonesia. Ya..karena UI jadi salah satu pertimbangan. Saya bukan UI (dan dari dulu tidak punya cita-cita masuk UI!), tapi lingkungan kampus (UI dan beberapa kampus lainnya) memang membuat suasana kota menjadi lebih energik dan dinamis. Secara track record akademik pun, lulusan SMU Depok masuk ke kampus unggulan. Indeks pembangunan SDM Depok selama 2006-2007 tertinggi di Jawa Barat. Jadi lingkungan akademik cukup terkondisikan, pastinya untuk masa depan anak-anak nantinya.

4. Lingkungan kota yang relatif nyaman menurut saya dan teman yang lainnya dibandingkan ’kota satelit’ Jakarta lainnya. Depok itu kecil dan terpusat (coba bandingkan dengan Bekasi dan Tangerang), masih ada pedesaannya dan cukup kental nuansa Islamnya. Tentu ini terkait dengan pengaruh lingkungan sosial terhadap kehidupan keluarga (anak) nantinya.

5. Alasan lainnya. Untuk yang terakhir ini, anda pun bisa membuat alasan kelima versi masing-masing.

***
Akhirnya tepat 2 tahun sejak mentas dari kampus, saya membeli sebuah rumah. Sebuah rumah milik sendiri. Tentu tidak menggunakan uang sendiri, Alhamdulillah..ada kesempatan yang bisa dimanfaatkan di kantor.

Rumahnya relatif ’tidak besar’, simpel dan siap huni (dengan sedikit perapihan). Tentu pertimbangan lokasi strategis menjadi dasar memilih lokasi hunian. Termasuk di lingkungan Kota Depok, tidak jauh dari terminal ataupun stasiun Depok Baru. Dekat SMP, SMU dan pastinya UI. Pasar tradisional hingga pasar modern, RS, dan bank juga mudah di akses.

Saat akad di depan notaris dan akhirnya transaksi di Bank, perasaan saya deg-deg an. Saya belum pernah transaksi sebesar ini, dan yang lebih lagi karena itu sebuah rumah. Cukup mendebarkan saat dijelaskan hak dan kewajiban sebagai pembeli dan pemilik rumah. Saya belum pernah merasakan yang seperti ini, mudah-mudahan perasaan yang baik sehingga timbul tanggung jawab untuk merawat dan mengelola rumah, tidak hanya sekedar tempat pulang.

Terima kasih atas dukungan dan do’a teman-teman semua. Suatu waktu silahkan berkunjung dan sampaikan via pesan pribadi saja. Sekarang kondisinya masih kosong karena harus dirapihkan dulu sebelum pengisian rumah (plus mengatur budget, maklum rumah pertama hehe).

Terakhir, saya ingin berbagi diantara sudut dalam rumah yang paling saya sukai berikut. Hmm, tidak harus pintar memasak. Tapi setidaknya ’dia’ mau belajar memasak buat saya, buat kami.. :)

Tuesday, November 11, 2008

[Disapproved] Kartu Kredit Mandiri

–----Original Message-----
From: *****.******@m*********.com [mailto:*****.******@m*********.com]
Sent: Monday, November 03, 2008 8:47 PM
To: Customer Care
Cc: *****.******@m*********.com
Subject: Mail Contact Us Bank Mandiri, Ticket ID : CBCC/0000097.11/08
Ticket ID : CBCC/0000097.11/08
Tanggal : 11/3/2008 8:46:59 PM
Bahasa : Indonesia
Nama : TRIAN
No.Identitas : 121908190484****
Alamat : ******** Office, Jl Gatot Subroto, Jakarta
Telepon : 0811190****
Nasabah : Nasabah Perorangan
Jenis masalah : Komplain
Topik masalah : Fitur Produk
Detail masalah : Kartu Kredit Mandiri Visa

Isi masalah : sudah 3 bulan (per 6 Aug 08) pengajuan kartu kredit saya menggantung. setiap telepon ke 14000 (sudah 3x) selalu bilang akan speed up. saya mengajukan aplikasi double kartu kredit dengan platform satu.
Dan saya hanya butuh kepastian, kalau tidak approved tidak apa-apa. Saya bisa cari bank yang lain. apa sebegitu lama untuk keputusan ya/tidak??

CC : Ya Attachment File : IP : 202.173.65.68

***
From: Customer Care [mailto:customer.care@bankmandiri.co.id]
Sent: Tuesday, November 11, 2008 11:55 AM
To: Trian Hendro Asmoro
Subject: [MV] Reply from Bank Mandiri CBCC/0000097.11/08

Bapak Trian yang terhormat,

Terima kasih atas kepercayaan Bapak kepada kartu kredit Mandiri.
Kami memahami ketidaknyamanan yang Bapak alami sehubungan dengan lamanya proses persetujuan pengajuan aplikasi kartu kredit Mandiri Bapak. Untuk itu perkenankan kami menyampaikan permohonan maaf.

Sehubungan dengan pertanyaan Bapak dapat kami sampaikan bahwa permohonan aplikasi kartu kredit MandiriVisa dan Mandiri MasterCard Bapak saat ini belum disetujui. Bapak dapat mengajukan kembali aplikasi kartu kredit setelah 6 bulan dari hasil pengajuan aplikasi terakhir.

Jika masih terdapat pertanyaan, Bapak dapat menghubungi kami melalui Call Mandiri (layanan 24 jam) di nomor telepon (021) 5299 7777 atau 14000 (pulsa lokal) atau melalui layanan email ini.
Demikian kami sampaikan. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Customer Care Kartu Kredit Bank Mandiri

***
Note: Petugas minta fax copy kartu kredit lain yang digunakan at 6 Okt 2008 (Done per 7 Okt)
Kesimpulan: ???

Monday, October 27, 2008

Kenapa mulai dengan rumah?

Saya punya beberapa alasan kenapa rumah menjadi salah satu milestone penting dalam hidup seseorang dalam merangkai kehidupannya.

1. Kebutuhan rumah tinggal. Tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa rumah termasuk kebutuhan dasar manusia, yang kita ingat dulu terdiri atas sandang, pangan dan papan (tempat tinggal). Setiap manusia membutuhkan tempat tinggal.

Bisa jadi memang tempat tinggal tidak harus berbentuk rumah, misal gua jika di hutan atau apartemen jika di kota besar zaman sekarang. Tapi pada dasarnya tetap, tidak bisa tidak, bahwa setiap manusia membutuhkan tempat tinggal (rumah).

Lalu seiring perkembangan kehidupan manusia, dunia properti pun semakin dinamis sesuai karakter manusia masa kini. Dan tren masa kini tampaknya anak muda mapan lebih suka berburu rumah dibandingkan harus tetap tinggal bersama orang tuanya.

2. Harga rumah semakin mahal. Ini kita ketahui dan patut disadari bahwa setiap tahun harga tanah dan rumah naik cukup besar (bergantung lokasinya). Dan buat kalangan yang mengandalkan kredit kepemilikan rumah dari potong pendapatan bulanan, perlu diwaspadai bahwa kemungkinan kenaikan harga tanah dan rumah per tahun selalu di atas kenaikan pendapatan per tahun.

Dengan demikian berlaku ’hukum’ bahwa semakin cepat membeli rumah, maka akan semakin menadapatkan harga rumah optimal. Apalagi untuk orang yang secara finansial mampu, sudah selayaknya untuk segera memilki rumah sedniri. Tentu saja cepat membeli rumah ini harus dibarengi dengan ilmu dan teknik dengan pertimbangan kebutuhan, lingkungan dan prospek kehidupan masa depan.

3. Investasi stabil. Di bandingkan investasi jangka panjang lainnya, rumah paling stabil. Margin mungkin tidak akan sampai melebihi jika ’bermain saham’ atau reksadana, tapi kemungkinan loss dalam investasi rumah pun jauh lebih kecil. Dalam situasi gonjang-ganjing ekonomi dunia saat ini, maka memilki rumah cukup menjaga nilai asset kita.

Resiko mendasar dalam investasi rumah memang sulit mencairkannya kembali, dibandingkan dalam instrumen keuangan. Ini mungkin kelemahan investasi dalam rumah, tanah atau tempat tinggal. Tapi bisa juga ini dipandangn sebagai kebutuhan pertimbangan matang dalam melakukan investasi tersebut. Intinya, jika punya kecukupan dana berlebih tidak lantas diguyur untuk membeli beberapa tempat tinggal, namun cukup sesuai dengan pertimbangan kebutuhan, lingkungan dan prospek masa depan.

4. Pengeluaran tepat orientasi asset. Ini alasan yang sangat praktis, bahwa pengeluaran dalam bentuk uang sewa tidak akan menghasilkan asset. Sewa rumah untuk tinggal atau kamar kos, selamanya tidak akan menjadi asset penyewanya.

Jadi lebih baik melakukan kredit rumah (sama-sama pengeluaran rutin bulanan) daripada pengeluaran untuk sewa tempat tinggal. Karena kredit rumah (tempat tinggal) pada periode akhir kredit akan menghasilkan asset kepemilikan penuh rumah, sedangkan sewa tidak akan menghasilkan asset selamanya.

Walaupun memang relatif lebih murah untuk sewa dibanding kredit pembelian. Tapi dengan pertimbangan sekecil apapun rumah itu kalau kepemilikannya sendiri maka akan menjadi bagian tetap asset kita.

5. Alasan Emosional. Ya..karena alasan emosional sehingga memutuskan untuk cepat membeli rumah. Bukan karena tuntutan, tapi lebih tepatnya karena tekad dan kemauan tertentu.

Misalnya, seorang suami yang ingin segera mempunyai rumah untuk tempat tinggal istri atau keluarganya. Atau, seseorang yang punya tekad ingin memiliki rumah sendiri sebelum menikah maka dia berusaha mewujudkan sungguh-sungguh tekadnya itu. Filosofinya ingin mempunyai rumah dulu, kemudian baru mencari ’yang mengurusi rumah’ tersebut.

Lalu ada juga yang tersinpirasi karena sebuah cerita pendek. Koq? Ya.. anda harus percaya bahwa ada yang salah satu inspirasi ingin memiliki rumah sendiri karena cerita tersebut. Dalam cerita tersebut memang digambarkan tentang sebuah perselingkuhan yang tidak berhasil, dimana akhirnya laki-laki kembali ke istrinya kembali. Hal itu karena sang istri mensyaratkan suami sebelum mencerainya untuk membopongnya keluar rumah setiap pagi selama 30 hari seperti halnya dulu suami membopong istrinya pertama memasuki rumah itu setelah menikah.

Masuk akal? Tidak perlu berpikir terlalu dalam tentang alasan emosional itu. Hanya sebuah alasan dan masing-masing orang juga berbeda. Dan lima alasan diatas, menurut saya sudah cukup kuat untuk menjadi pertimbangan penting memilki rumah dalam menapak tahap kehidupan.

***

Buat saya pribadi, contoh alasan kelima diatas (rumah sebelum menikah) tidak akan mengurangi sedikitpun rasa respek saya buat teman-teman yang telah berani menikah terlebih dulu. Jadi buat yang sudah di ambang pintu menuju pernikahan, harus makin mantap dengan pernikahannya tersebut.

Pun keinginan saya tersebut belum tentu tercapai (mohon do’anya ya, amin). Dan menurut saya, mengurus pembelian rumah tidaklah serumit (dan se deg-deg an) daripada menyiapkan sebuah pernikahan. Betul kan kawan? :)

Wednesday, October 22, 2008

Cinta Setaman, Cerita Satire

Seorang teman menulis tentang film Cinta Setaman ini dalam notes facebook nya berikut;

Cinta Setaman sebuah Komedia Absurd

Dari judulnya, seakan-akan film ini cukup menjual sebagai sebuah kisah romantis. Kenyataannya, film yang diisi sederet bintang terkemuka ini sukses membuat cengok orang yang mencari kisah mengharu biru penuh cinta dan air mata. Saya berani katakan bahwa film ini sebuah film komedi !

Lho, memang apa lucunya kisah tentang : guru PMP yang digoda muridnya, karyawan toko yang ngotot jajan di Stirbucks caffe dan bossnya yang galak, ibu yang mau naik haji tapi kemudian mengetahui uangnya berasal dari usaha haram, istri yang kehilangan suaminya dalam kecelakaan, dan istri yang dengan ikhlas dipoligami suaminya meskipun dihantam kesulitan.

Ga ada, kalau pun ada itu dibuat dengan suasana yang jauh dari komedi yang selama ini kita nikmati. Letak lucunya justru terletak dari kisah-kisah itu sendiri. Film ini menawarkan kisah yang sulit diterima akal sehat dan cenderung suatu yang absurd. Bayangkan saja, bagaimana mungkin seorang ibu yang beruntun ditimpa musibah, TK-nya kebakaran, ditinggal penghuni kostan yang malah minta ganti rugi, kecurian perhiasan, kemudian justru bahagia begitu mendengar suaminya ingin menikah lagi.

Memang sih, tidak semua orang dapat langsung menangkap inti ceritanya. Topik cerita dalam film ini sangat luas, dan kesannya tidak fokus. Kita jadi bertanya-tanya, siapa sih yang sebenarnya ingin "ditembak" dalam film ini. Parameter sulitnya film ini dicerna dapat dilihat dari respon audience.

Kami datang berenam, saya, Bram, Igun, Trian, Luki, dan Roja.
Hanya satu orang yang keliatan tertawa bahagia : Luki ! :D

***

Terang saja saya tersenyum-senyum membaca coretan itu. Dan memang begitulah film Cinta Setaman itu berkisah. Absurd. Salah satu kami menyebutnya ‘Black Comedy’.

Kadang kita menolak mentah-mentah yang ditampilkan dalam film tersebut. Namun kemudian bisa saja kita berpikir mendalam bahwa gambaran film tersebut sangat ‘satire’, menyindir penonton atau masyarakat kita sendiri.

Selain kisah yang dicontohkan diatas, ada juga sketsa yang lain. Anak yang mulai beranjak remaja saat melihat instruktur senam, keributan suami istri karena ikan arwana, dan kebodohan orang jepang ‘ditipu’ perempuan yang akhirnya jadi istri kedua dari suami yang istrinya ditimpa banyak musibah diatas.

Kami yang menonton film ini cukup ‘teraduk-aduk’ perasaannya. Ada terharu, tertawa, hening, senyum getir, menyayat hati dan akhirnya (seperti kata teman diatas saya), cengok.

Walaupun kami sebenarnya mendamba akan menonton film yang romantis sesuai judulnya, Cinta Setaman (setaman, dekat artinya dengan satu rangkaian). Apalagi dengan banyak artis papan atas indonesia dalam film itu, seperti Slamet Rahardjo, Jajang C Noer, Nicholas Saputra, Ria Irawan, Djenas Mahesa Ayu, Inul Daratista, Julia Perez, Indi Barens, Marsha Timothy (pemeran istri tabah yang paling membuat 'terenyuh' hehe) dan lainnya.

Namun tidaklah mengapa kami akhirnya menonton film ’satire’ Cinta Setaman tersebut. Di PVJ Bandung midnight weekend lalu, setidaknya tujuan kami tercapai. Kumpul dan jalan bersama sebelum ada yang akan menggandeng pasangan nantinya :).

Wednesday, October 15, 2008

Kereta Api Jalan di Tempat

Perjalanan jauh menggunakan kereta api menjadi salah satu pilihan. Pertimbangan karena lokasi stasiun dekat dengan tujuan, harga yang lebih terjangkau, cepat dan anti macet atau karena alasan emosional adalah beberapa alasan kenapa memilih kereta api menjadi moda transportasi.

Moda kereta api merupakan moda transportasi massal yang sangat efektif dan efisien. Mampu mengangkut banyak penumpang, konsumsi bahan bakar relatif rendah, dan dapat menempuh perjalanan dengan cukup cepat.

Dengan kelebihan yang dimiliki, kemajuan sektor transportasi sebuah negara selalu dikaitkan dengan kondisi sistem kereta api di negara tersebut. Kereta api cepat lintas daerah dan negara, serta subway adalah sistem kereta api yang menjadi andalan transportasi di negara maju.

Di indonesia, kondisi kereta api masih sangat jauh dari sistem perkeretapian modern. Indikasi yang kentara adalah dalam aktivitas lebaran saat kemarin. Kereta ekonomi masih berjubel, bisnis di bebas-tempat-dudukan dan eksekutif harga selangit dengan pelayanan yang pelit.

Wajah kereta api setiap tahun pun tidak mengalami perubahan berarti. Kita bisa melihat ke belakang, kereta api 10 tahun lalu dan sekarang tidaklah berbeda. Fasilitas sama, model pelayanan sama, masih keterlambatan, serta ketidaksesuaian antara harga dan pelayanan, menurut saya beberapa poin yang masih saja berulang. Artinya dalam 10 tahun (atau malah lebih), kereta api kita jalan di tempat.

Benar-benar menyedihkan, jika tahun-tahun mendatang kita akan tetap disuguhkan potret lebaran dengan kereta api dan tidak ada perbaikan terhadapnya. Padahal dalam momen lebaran tersebut, PT Kereta Api mengantongi nilai omzet yang tidak sedikit yang bisa digunakan untuk perbaikan ke depannya.

Di belahan dunia lain, kereta api sudah sedemikian majunya. Sedangkan kita masih membayangkan kapan Jakarta-Surabaya bia ditempuh dalam 3 jam dengan kereta api sejenis Shinkansen yang petama dioperasikan tahun 1964. Atau kapan ada subway di Jakarta yang tanahnya makin hari makin kritis.

Memang sudah terwacana, cerita revitalisasi PT Kereta Api. Divisi Jabodetabek sudah menjadi anak perusahaan PT KA. Juga rencan revitasliasi itu akan ada anak perusahaan yang khusus mengelola aset-aset non-operasional kereta api, seperti lahan dan gedung PT KA. Dengan revitalisasi tersebut juga, dibuka peluang investor swasta dalam perkerataapian nasional.

Tapi menurut saya, yang lebih penting seharusnya terjadi pemisahan PT KA sebagai operator sarana kereta api dan pengelola prasarana kereta api (stasiun dan rel). Dengan pemisahan tersebut, diharapkan operator swasta masuk dalam perkeratapian kita. Karena jika PT KA tetap seperti sekarang sebagai operator dan pemilik prasarana, swasta sulit masuk menjadi operator kereta api karena harus membangun dulu prasarana kereta api.

Padahal dengan masuknya swasta dalam perkeretaapian, layanan kereta api diharapkan menjadi lebih maju. Lebih cepat, tidak terlambat, dan nyaman. Atau apakah mungkin PT KA menjadi progresif lalu mengubah ’budaya’ layanannya menjadi jauh lebih maju? Menjadi operator kereta api modern dengan sarana canggih? Saya sendiri sangsi, karena PT KA tampaknya masih lebih suka ’memainkan’ tarif seperti turunnya kereta api Jakarta-Bandung atau naik drastisnya kereta api mudik (eksekutif), di bandingkan membenahi fundamental kualitas operasi kereta api sendiri (sarana dan prasarana).

Pemerintah pun sebenarnya sangat berperan dalam revitalisasi kereta api ini. Tapi sayangnya, pemerintah kurang komprehensif dalam menyusun kebijakan transportasinya. Proyek jalan Trans Jawa dikedepankan. Dimana sebenarnya semakin banyak jalan raya akan membuat laris kendaraan bermotor kelas menengah atas, sedangkan masyarakat umum tidak mendapatkan transportasi yang layak. Proyek itu sendiri sekarang masih alot proses pembebasan lahan di beberapa ruas. Padahal kereta api, lahan sudah siap tersedia sepanjang Jawa. Hanya membutuhkan investasi sarana dan prasarana tambahan, maka masa depan transportasi indonesia pun bisa lebih cerah.

Lalu jika 5 tahun lagi kereta api tetap seperti ini, sampai kapan kereta api akan jalan di tempat? Saya hanya bisa berharap, suatu saat (masih) bisa menikmati perjalanan yang menyenangkan dengan kereta api yang lebih modern.

Monday, October 06, 2008

Dokumen Penilaian Rumah

Penilaian rumah yang dilakukan oleh pihak ketiga (agen independent) digunakan sebagai dasar bagi yang berkepentingan. Buat yang hendak mengajukan kredit pembelian rumah kepada Bank atau perusahaan, maka penilaian rumah (appraisal) ini sangatlah penting. Karena harga yang ditawarkan penjual belum tentu menggambarkan keadaan rumah yang sebenarnya, sehingga penilaian ini menjadi dasar penentuan dana cair untuk pembelian rumah tersebut.

Pendekatan dan metode penilaian yang digunakan adalah;
1. Pendekatan Data Pasar
Pendekatan ini mempertimbangkan penjualan dari properti sejenis atau pengganti dan data pasar terkait, serta menghasilkan estimasi nilai melalui proses perbandingan. Biasanya, properti yang dinilai dibandingkan dengan properti yang sebanding yang telah terjadi maupun dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli.

2. Pendekatan Biaya
Metode ini digunakan untuk menentukan suatu nilai properti berdasarkan perhitungan seluruh biaya-biaya yang diperlukan untuk pengadaan, pembangunan/penggantian properti yang identik. Nilai yang dihasilkan disebut nilai reproduksi. Dari biaya reproduksi ini, dilakukan penyesuaian berupa penyusutan akibat kerusakan fisik, kemunduran fungsional, dan kemunduran ekonomi.

Dalam laporan penilaian, disebutkan juga uraian properti yang dinilai. Mulai dari lokasi dan peruntukan, fasilitas dan keadaan lingkungan, data kepemilikan tanah, perijinan, dan penggunaan terbaik dan tertinggi (highest and best use).

Berikutnya adalah proses penilaian itu sendiri. Penilaian properti terdiri dari;
Penilaian Tanah
Dengan menggunakan perbandingan data pasar, dilakukan justifikasi properti terhadap, faktor lokasi, fakor kondisi fisik, faktor luas dan bentuk tanah, faktor best and highest use, faktor status kepemilikan, dan faktor waktu. Data transaksi yang menjadi dasar nilai adalah nilai properti sebandingm, terutama di sekitar lokasi terdekat dari properti yang dinilai.

Penilaian Bangunan
Penilaina bangunan berdasar kondisi bangunan menyangkut jumlah lantai, sifat bangunan permanen/tidak, konstruksi, pondasi, atap, plafon, dinding, partisi, lantai, pintu, jendela dan luas total nya. Dari kondisi bangunan ini, didapatkan nilai dari bangunan tersebut. Selain itu, ada nilai untuk sarana pelengkap, yaitu daya listrik, air bersih dan telepon.

Terakhir, kesimpulan dari sebuah penilaian properti adalah perbandingan antara Biaya Reproduksi dan Nilai Pasar. Biaya reproduksi umumnya lebih besar dari nilai pasar, karena nilai pasar mempertimbangkan penyusutan dari fisik bangunan dan sarana pelengkap. Untuk nilai tanah, antara biaya reproduksi dan nilai pasar sama karena perhitungan dilakukan untuk saat dilakukan penilaian (tidak melihat masa lampau).

Sebuah laporan penilaian yang lengkap juga disertai oleh peta lokasi, plot properti, dan copy sertifikat tanah. Untuk membuat sebuah laporan penilaian, sebuah agen penilai indenpenden membutuhkan waktu 2-3 hari termasuk survei asal data yang dibutuhkan lengkap (IMB, SHM, PBB).

Jika anda punya kelebihan uang, tidak ada salahnya untuk ’iseng’ menilai berapa sebenarnya nilai properti anda. Tarifnya ’tidak terlalu’ mahal, untuk Jakarta sekitar 500 ribu sampai 1 juta. Buat yang ingin membeli rumah dengan mangandalkan kredit, penilaian ini semacam ’wajib’ dan menjadi tanggungan calon pembeli. Kecuali jika anda meminjam dana dari orang tua atau (calon) mertua, maka tidak usah repot-repot dan pusing dengan penilaian properti macam ini.

Monday, September 15, 2008

Kiat Membiakkan Uang di Masa Sulit

Diantara dua buku yang sudah ditulis oleh Mas Nofie Iman, saya lebih tertarik dengan Kiat-kiat Membiakkan Uang di Masa Sulit. Apa yang saya harap adalah dalam buku kecil ini sudah cukup mencakup tentang beberapa bentuk investasi sekaligus, tidak hanya satu jenis yakni Reksadana seperti dalam buku pertamanya.

Dalam buku ini, dijelaskan dari awal tentang konsep-konsep dasar dalam investasi. Bahwa investasi bukan gambling atau judi, karena investasi adalah menaruh uang pada instrument dengan pertimbangan matang dengan harapan memberikan return memadai. Bahwa kemudian investasi menjadi ‘tercoreng’ karena dekat sekali dengan gambling (terutama di instrumen pasar uang dan saham), maka itu bukan investasi yang seperti didefinisikan dalam buku ini.

Dan setiap investasi selalu mempunyai resiko. Resiko ini yang sering tidak disadari oleh para calon investor dan bahkan investor yang malang melintang. Makin besar tinkat pengharapan return, makin tingggi pula resiko nya. High return, high risk. Low risk, low return. No risk, no return!

Bahasan investasi yang dicakup dalam buku ini meliputi investasi di pasar saham, yaitu transaksi saham dengan tujuan menjadi investor (atau pemilik) dari perusahaan, bukan untuk mengambil untung dari harga saham dalam periode pendek (jam atau harian). Karena orientasi menjadi pemilik, maka bersikaplah seolah-olah kita hendak memilki perusahaan tersebut. Mencermati kinerja dari laporan keuangan, bahkan jika perlu datang ke kantornya. Satu yang sangat praktis, dalam buku ini diberikan langkah dan contoh dalam menilai (valuasi) saham dan membaca kinerja perusahaan.

Kemudian ada pembahasan tentang investasi obligasi, reksadana, emas, properti, benda seni dan koleksi. Per bagian di bahas cukup detil dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti bagi pemula. Sekali lagi, tidak hanya ditunjukan tentang keuntungan di setiap jenis investasi diatas, namun juga kemungkinan-kemungkinan resiko yang harus dihadapi oleh investor. Sebuah ungkapan yang bagus, lebih baik kehilangan waktu untuk mempelajari investasi yang akan dilakukan daripada kehilangan uang karena salah dalam keputusan investasi.

Melihat jenis elemen investasi yang dibahas dalam buku ini, saya sendiri cukup tercerahkan karena beberapa akhirnya terbuka dengan buku ini. Namun, jenis investasi yang ‘ditawarkan’ buku ini berbasis pada ceruk pasar yang ‘sempit’ yaitu lebih dekat ke pasar finansial. Pasar yang spesifik dengan perangkat tertentu yaitu pasar saham, uang, bank, perdagangan emas, perantara atau broker. Mungkin karena background penulis sebagai seorang financial analist dengan pendidikan master ekonomi dari Inggris.

Padahal dalam dunia investasi yang lebih umum, ada ranah investasi yang juga sangat terbuka lebar yaitu sektor riil (usaha). Namun dengan sangat terbukanya sektor riil, akan lebih baik jika penulis tidak hanya membahas investasi finansial yang fokusnya memberikan return seoptimal mungkin untuk pribadi. Sedangkan investasi dalam dunia riil, ada roda ekonomi yang riil digerakan disana untuk masyarakat, public investment.

Mungkin penulis bermaksud fokus dalam private investment untuk para calon investor pemula. Memang ada area bank-bank umum disana, tapi sebagai khasanah bagi calon investor dan tujuan gerakan roda ekonomi tadi, pembahasan public investment juga dibutuhkan. Dan justru dengan background penulis yang kuat dalam ekonomi, saya berharap akan ada pembahasan tentang hal tersebut, entah di buku atau dalam blog nya.

Wednesday, August 27, 2008

Menjadi laki-laki

“Aku ingin menjadi laki-laki“
Kalimat itu yang terucap saat terakhir kita bertemu di lembah itu. Dan sekejap langsung nafasku terhenti. Kupandang dirimu yang menatap kosong pada rerumputan ilalang di bawah sana. Wajahku serius menenatpnya, menunjukan sebuah keterkejutan sekaligus pertanyaan. Ingin menjadi laki-laki, apa sedari dulu kau bukan seorang laki-laki?

Hingga akhirnya kau meninggalkanku di kota itu. Bukan saja diriku, tapi juga semua kehidupan mapanmu lainnya. Kau sudah bekerja pada sebuah perusahaan multinasional, dengan jabatan yang tidak semua orang bisa mudah mendapatkannya. Gaji? Jangan kau tutup-tutupi, tapi untuk hidup, lalu menabung, dan lainnya pun masih terasa berlebihan. Kau laki-laki, tepatnya laki-laki yang sudah bisa mendapatkan kemapanan, sebuah tingkat yang jarang manusia lain bisa mencapainya di seusiamu.

Lalu, kehidupan bahagia yang disyaratkan dengan adanya rasa cinta dan kasih sayang pun sudah kau ciptakan. Orang tua atau ibumu, tentu bangga dengan apa yang raih. Lulus dari sebuah perguruan tinggi bergensi dengan predikat berprestasi, dan diteruskan dengan karir kerjamu.

Sahabat atau teman, sebuah kelompok yang harus dilihat jika ingin mengetahui pribadi seseorang. Kau punya sahabat dan teman yang menyayangi. Dan bahkan sangat menyayangimu. Yang namanya kepercayaan dan pengkhianatan adalah dua hal sekeping yang kau hati-hati disana. Hampir teman atau sahabat orang mengenalmu yakin, bahwa kau teman atau sahabat yang baik.

Jika kemudian kau rasakan bahwa kehidupan begitu hampa dan sendiri, mungkin itu karena kau tak kunjung juga menemukan belahan hatimu. Tapi itu hanya urusan waktu bukan, seperti yang pernah kau katakan. Seseorang yang mantap dengan calonnya pun belum tentu akan menjadi pasangan sejatinya karena memang bukan jodoh untuknya. Ah, aku jadi ingat bagaimana kau jatuh cinta pada seseorang dan tak tercapai cintamu itu. Dengan perempuan, laki-laki memang siap melakukan tiga hal: mencintainya, terluka karena cintanya, dan menjadikannya inspirasi karya sastra.

Pun bukan masalah besar mengenai pasangan itu. Sekali lagi, kau sedang menunggu saat yang tepat (atau orang yang tepat?). Bisa saja kau akan melupakan atau setidaknya tidak memikirkan tentang berkeluarga.Ingat yang kau katakan, manusia itu berproses dalam hidupya. Dan menikah serta berkeluarga, adalah salah satu proses kehidupan yang maha penting. Jangan kau biarkan dirimu terlena dengan kehidupan yang kau rasakan sekarang.

Dan, kau memang tidak terlena dengan kehidupan yang kau capai sekarang. Sengaja kau mengajakku ke lembah ini untuk mengucapkan kata perpisahaan. Pekerjaan dan uang adalah penting, namun semua akan sia-sia tanpa ada kepuasaan hati disana. Dan kau katakan padaku, bahwa kau ingin bekerja (atau mengabdi lebih tepatnya) di sebuah lembaga sosial yang menangani rehabilitasi Aceh pasca tsunami.

Antara bahagia dan heran aku tanggapi rencanamu itu. Bahagia, karena tidak semua orang punya itikad untuk melakukan pekerjaan sosial seperti itu. Jangankan untuk pergi ikut bersama menangani kondisi pasca bencana, untuk membuka mata hati atas ketimpangan di sekitarnya pun tidak semua orang bisa. Mulia, sungguh niat mulia yang kau punya untuk pergi ke Aceh.

Tapi aku juga heran, itu artinya kau akan meninggalkan semua yang kau dapat disini. Kehidupan mapan dengan pekerjaan yang prestis, ibu yang selalu mendo’akan dan tak berhenti mencurahkan kasihnya, teman serta sahabat yang selalu menyediakan diri berbagi dalam suka maupun duka. Kau akan tinggalkan semuanya. Benarkah, kau akan meninggalkan itu semua?

“Tapi, aku ingin benar-benar menjadi laki-laki“ Sekali lagi, kau ucapkan itu dalam suara mantap dan dalam. Tentu bukan tanpa alasan kaui ucapkan itu. Sebuah bahasa tersirat, bukan bahasa tersurat.

“Apa yang kau inginkan dengan manjadi laki-laki?“ sebuah pertanyaanku menyergap datang kepadamu.
“Seorang laki-laki, adalah manusia yang punya tanggung jawab, tangguh dan berani. Semuanya dalam keadaan yang lebih dan lebih lagi dalam setiap penggalan masa.“ Kau memulai untuk menjelaskan panjang lebar alasanmu.

Bagaimana laki-laki akan mempunyai tanggung jawab, jika tanggung jawab yang diemban sekarang tidak membuatnya merasa berat sehingga hidupnya benar-benar harus dipertaruhkan untuknya. Untuk tanggung jawab, kau tidak sepakat bila tanggung jawab sebagai suami atau ayah adalah jawaban. Ini adalah tanggung jawab terhadap orang lain, katamu. Dan kau katakan bahwa tanggung jawab yang paling tinggi kepada tanah yang diinjaknya. Aceh adalah bagian tanah kita yang sedang bangkit kembali, dan kau ingin mengambil tanggung jawab itu.

Lalu, laki-laki seharusnya tangguh dalam menghadapi kehidupan. Ketangguhan itu dilakukan, bukan dengan berdiam. Semakin mendapatkan sesuatu terpaan menggoncang, disitulah ketangguhan diuji. Dan kau tak merasa tangguh dalam kondisi nyaman, semua tercukupi seperti sekarang. Tidak memicu ketangguhan itu muncul, dalam wujud yang sejati. Dan laki-laki, tak pantas dalam kondisi yang seharusnya dirasakan oleh seseorang yang diayominya.

Laki-laki pun harus mempunyai keberanian, harus berani. Dan kau katakan untuk selalu menjalani hidup seperti dalam keadaan antara hidup dan mati, maka kita akan berani maju tanpa berpikir apa yang kita punya sekarang dan tidak takut untuk meninggalkan semuanya. Itulah yang dialami para serdadu, atau pejuang perang. Maju terus tanpa beban dan senantiasa menghargai hidup, karena sedetik kemudian bisa saja tertembus peluru dan nyawa pun meregang.

Tanggung jawab, tangguh dan berani. Ternyata itu kau cari, yang kau kejar dan ingin kau dapatkan. Kau ingin tanggung jawab lebih, kepada bangsamu. Kau sengaja lemparkan dirimu dalam kondisi selalu genting, sehingga tangguh itu terbentuk. Kau ingin antara ada dan tiada, lalu berani itu muncul.

Dan kau katakan yang paling membuatmu tersentak adalah ucapan pimpinan gerakan pembebasan Libanon suatu ketika, sesaat setelah Israel memborbardir daerah perbatasan hingga kota. Pimpinan itu berkata pada seluruh rakyat Libanon terutama kepada kaum prianya. “Jadilah laki-laki, sekalipun hanya untuk sehari.“

Aku diam, kau sudah katakan apa yang harus kau katakan.
“Kapan kau akan berangkat?“

”Besok. Secepatnya.“ Suaranya tercekak, dia menatapku dengan pandangan yang teduh, senyum hangat dan penuh sayang. Aku tak kuasa mendekap, memeluknya dan tak terasa kelopak mata terasa hangat oleh air mata yang mulai membasah.

Dan kau katakan lagi dengan mantap dalam dekapan.
“Aku ingin menjadi laki-laki“

***
Selamat milad...

Thursday, August 14, 2008

Mencari rumah

Bulan-bulan ini saya sedang giat-giatnya mencari rumah di sekitar Jakarta. Inginnya dalam tahun ini rumah tersebut sudah terealisasi. Bukan apa-apa, buat saya rumah itu penting, bahkan lebih dulu di bandingkan menikah (maunya, realisasinya tidak tahu). Lho?

Filosofinya, saya ingin mempunyai ‘sangkar’ dahulu baru kemudian mengajak pasangan tinggal di sana. Bisa menjadi kisah masuk rumah yang indah setelah menikah nanti. Itu artinya pasangan itu juga harus mau tinggal disana. Kalau tidak mau, rumah sebagai investasi bisa di alihkan nantinya. Tapi konon, orang tua lebih tenang melepas putrinya jika calon menantunya sudah punya rumah (dan pekerjaan pastinya).

Alasan logisnya, susah nyari rumah akhir-akhir ini di Jakarta. Lahan yang makin langka. Plus, harganya yang semakin ‘tidak menusiawi’, apalagi kalau ditunda-tunda hingga tahun berganti. Dan sebagai bagian dari investasi jangka panjang, rumah salah satu jawabnya.

Awal tahun ini dalam sebuah pameran properti di JCC, muncul beberapa kandidat yang ingin di tindak lanjuti. Dari sisi budget, ada yang sesuai dengan anggaran. Kekurangannya, lokasinya yang di pesisir jakarta atau di luar jakarta yang pastinya akan membutuhkan banyak waktu dalam akses kesana. Kalau saya tidak masalah, keluarga nantinya khawatir kerepotan.

Beberapa teman karena pertimbangan lokasi lebih memilih apartemen di pusat kota, dimana harganya mirip dengan rumah di luar kota. Bedanya tentu saja lingkungan sosial, dan tanah. Setidaknya ingin mempunyai rumah utuh terlebih dulu, dan jika nanti di masa depan ingin mencoba ke apartemen bisa dipertimbangkan.

Ada tawaran tanah, maka harus siap dengan usaha membangun rumah sendiri. Adakah agen atau biro yang menyediakan jasa pembangunan rumah dari awal sampai jadi? Misalnya kita sediakan lahan 10 x 15 m, lalu memilih design dan di bangunkan oleh biro tersebut.

Ada teman yang giat untuk mencari rumah second di dalam jakarta. Harganya mahal, tapi kalau memang berjodoh maka rumah idaman bisa di dapatkan.

Kalau disuruh memilih, inginnya rumah di Jakarta yang siap pakai (means second?). Rumah tersedia minimal 2 kamar tidur dan 1 kamar tidur pembantu. Lokasinya setidaknya masih masuk kota jakarta dan mudah di akses. Kalau harga, hmm… ini rahasia. Biasa, berharap fasilitas kredit perusahaan.

Saya sedang mencari rumah. Jika ada informasi, saya akan berterima kasih sekali.

Friday, August 01, 2008

Telkomsel, begitu dekat?

Awal bulan lalu, teman kantor saya sumpah-sumpah karena merasa ‘dibekuk’ dari belakang oleh Telkomsel. Ya.., Telkomsel operator GSM terbesar di indonesia itu.

Ceritanya, sekitar bulan Oktober 2007 lalu aplikasi Kartu Halo teman saya di approve. Karena dia bukan orang Jakarta, maka segala keperluan administrasi di urus via kantor (Halo Corporate). Karena pertimbangan dia sudah terlanjur menggunakan nomor Simpati saat Trip ke field, maka Halo nya tidak di aktivasi olehnya.

Dan itulah ‘kesalahan’ nya yang akhirnya pada bulan lalu ’baru’ dibuka oleh Telkomsel. Dia akhirnya menemukan surat todongan uang Rp 420,000 atas biaya abonemen (+ pajak) dengan rincian Rp 52,500 kali 8 bulan sejak Halo diserahkan. Surat itu konon baru datang kali itu, pertama kalinya. Tentu saja dia kaget, karena tidak pernah merasa di kirimkan surat teguran atau pemberitahuan selama itu.

Bagaimana menurut anda? Saya sebagai sesama teman yang sama mengajukan aplikasi Halo Corporate merasa ada yang tidak benar dengan sistem Telkomsel ini. Bukan masalah uangnya, pun teman saya akhirnya membayarnya juga (dimana mungkin salah satu pertimbangan daripada nama perusahaan juga ikut rusak).

Tapi mungkin saja dengan jangka waktu selama itu Telkomsel sudah mengirimkan surat ke teman saya itu, dan karena ada banyak lantai serta orang maka jika kurang spesifik surat pun tidak akan karuan. Tapi apa mesti selama itu baru kemudian hal ini bisa diketahui? Bukankah ada beberapa contact number (termasuk Account Representative-AR di corporate) yang tetap bisa dihubungi? Atau bahkan email untuk mengirimkan pemberitahuan? Kenapa seolah ’membiarkan’ argonya terus berjalan?

Disini saya semakin meragukan dengan keseriusan Telkomsel untuk me-maintanin pelangggannya. Oke, customer nya memang banyak, tapi itu sebuah konsekuensi untuk maintain pelanggan pada tingkat kepuasan tertentu.

Awal tahun ini saya juga sempat dibuat kesal oleh tingkah Account Executive (AE) yang lingkup area nya termasuk kantor saya. Saya mengajukan komplain tentang tagihan yang tidak pernah dikirimkan (setelah lebih dari 4 bulan pengguna Halo). Dan bulan berikutnya pun dikirimkan. Tapi bulan berikutnya lagi tidak dikirimkan, padahal saya sudah memberikan alamat lengkap pengiriman.

Saya kemudian berusaha email kepada AE dan CC ke AR. Benar-benar tidak ada respon, bahkan dengan email ke person in charge yang ada dalam autoreply si AE pun tidak ada respon. Apa Telkomsel serius dengan para customer nya??

Walau akhirnya dengan bantuan teman yang bekerja di Telkomsel regional lain untuk mengirimkan via mail tagihan Halo saya. Pun ’kesal’ saya ikut tertumpah ke teman saya tersebut (dan maaf teman, akhirnya saya menulis di Blog ini). Tapi tetap, bulan berikutnya pun tidak dikirimkan lagi. Apa ini tidak membuat semakin kesal?

Akhirnya saya menggunakan Customer Service (CS) Halo Corporate 111 untuk meminta pengiriman tagihan tiap bulan ke alamat yang sudah jelas dan lengkap itu. Dan selama 3 bulan belakang ini, tagihan itu pun datang.

Satu lagi saya akan mencermati tentang gaya CS 111 dalam berkomunikasi dengan customer nya. Saya merasa bahwa keramahan yang ditunjukan tidak alami (Ok, memang sengaja dibuat sesuai SOP nya), yang buat saya malah terkesan berbelit-belit seperti robot.

Misalnya, pengulangan kalimat tanya kita lebih dari satu kali (dengan nada ’robot’) menjadikan saya sering heran dengan cara berkomunikasi CS Telkomsel ini. Pun dalam mengakhiri pembicaraan dengan menanyakan apakah ada keluhan lain pun tidak membuat saya nyaman karena bertele-tele seperti akrobat, dan kadang saya menutupnya sepihak karena ada kesibukan lain (atau harus terus melayani CS?).

Hal itu tidak hanya sekali, karena hampir semua CS yang pernah saya hubungi pun demikian. Begitu sistematik, akrobatik dan robotik. Ok, saya jujur mengakui bahwa masalah kita terpecahkan dengan bantuan CS tersebut. Tapi dengan cara dan bahasa yang digunakan, saya merasa kurang meng-orang-kan (berkomunikasi dengan menganggap lawan bicaranya benar manusia, bukan bicara dengan bahasa ’terprogram’). Untuk cara berkomunikasi ini, saya pribadi masih suka dengan cara berbahasa CS Indosat. Silahkan anda bandingkan.

Pada akhirnya, tulisan kepada Telkomsel ini masih beritikad baik. Bukan mencari nama pribadi, apalagi malah menjatuhkan Telkomsel (pun sudah sangat besar dengan banyak teman beraktivitas disana). Harapannya semoga Telkomsel meningkatkan layanannya. Sekali lagi, semakin banyak pelanggan sudah merupakan konsekuensi untuk semakin banyak yang harus ditangani. Bukan karena sudah besar lalu ’jumawa’ dengan kebesarannya itu.

Dari semuanya ini saya bertanya, apakah benar Telkomsel Begitu Dekat?? Atau hanya sebatas slogan? Dan buat saya Telkomsel, i don’t prefer but i need it..

Sunday, July 27, 2008

Pelabuhan Ratu Bay

Weekend kemarin bersama seorang teman, saya melakukan perjalanan ke Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Teman saya memang berniat hunting fotografi, saya hanya karena belum pernah kesana dan ingin juga menikmati pantai. Rencana kami, one day trip!

Berangkat jam 7 KRL menuju Bogor. Kami memilih KRL karena cepat (1 jam dari Tebet), murah (Rp 2,500) dan nyaman (Sabtu, tidak padat). Dari stasiun Bogor, kami langsung meluncur ke terminal Baranangsiang, dan memilih rute bus Bogor-Pelabuhan Ratu (Bus MGI, seukuran Kopaja). Dengan tarif 25 ribu (AC), kami mulai berangkat ke Pelabuhan Ratu sekitar pukul 8.30

Sebuah perjalanan yang panjang. Kalau tidak salah, saya tidur bangun sampai tiga kali dan akhirnya tiba di Pelabuhan Ratu sekitar pukul 12 (3,5 jam). Di terminalnya, begitu bus masuk langsung berdatangan para tukang ojek di sekeliling bus. Benar-benar membingungkan jika baru pertama datang kesana.

Yang kami lakukan sederhana, janjian di warung makan yang kami tunjuk lalu kami berpencar. Sementara solutif, kami terlepas dari kepungan. Tapi ternyata selama kami makan (dan bahkan saat sholat di masjid), masih ada saja tukang ojek yang ‘setia’. Tentu yang seperti ini justru membuat kami tidak nyaman dan meninggalkannya. Oiya satu lagi, di warung makan itu kami ‘sepakat’ menemukan pelayan yang ‘khas sunda’ :p.

Berdasarkan info dari sopir angkot (yang efeknya kami harus membayar ongkos ‘mahal’), maka kami menuju Pantai Karanghawu, 14 km dari kota kecamatan Pelabuhan Ratu. Karanghawu, asal kata Karang berbentuk Hawu (tungku), pada dasarnya pantainya terbagi dua, yang berkarang dan yang berpasir. Masih bersih, tidak terlalu ramai. Sayang, kami tidak menemukan fasilitas hotel atau tempat makan ‘representative’ yang banyak kami temukan di area Pantai Citepus, sekitar 4-8 km dari kecamatan.

Diantara yang hotel eksotis adalah Samudera Beach Hotel (SBH). Hotel ini satu diantara tiga hotel yang dibangun Soekarno, yakni Hotel Indonesia, Sanur dan Pelabuhan Ratu sendiri. Percaya tidak percaya, banyak ‘cerita’ yang mengiringi di hotel-hotel tersebut. Dan di Pelabuhan Ratu sendiri, hotel ini tampak dari luar kurang terawat. Padahal eksotisme bangunan lampau masih terpancar dari hotel ini (dalam hati, ingin suatu hari menginap di hotel ini).

Berikut adalah beberapa snapshot yang diambil teman saya (his courtesy).


Ini adalah view dari Karanghawu, karang yang tegak melawan ombak.









Pasir yang terhampar, menggugah keinginan untuk merasanya.









Dan inilah kami, dua orang di balik ide perjalanan ini.









Saya mulai menuliskan sesuatu di pasir, untuk sebuah nama.







Sebelum pulang, kami menemukan view yang bagus dari bukit kecil. Sebuah sawah dengan background pantai. Subhanallah, sungguh indah indonesia kita.






Kami lalu pulang jam 4 sampai terminal Pelabuhan Ratu. Harapan kami, menuju Bogor dengan bus AC. Sayangnya, bus AC sudah tidak ada setelah kami menunggu hingga jam 5. Sudah sejam terbuang, maka kami memutuskan bus AC Pelabuhan Ratu-Sukabumi. Sebenarnya bisa menggunakan yang menuju Bogor tapi non-AC. Pikir kami ideal, di Sukabumi pasti banyak bus ke Jakarta (AC). Dan karena si teman tampaknya ingin tahu Sukabumi, kotanya Vagetoz (hehe).


Jam 8 sampai di Sukabumi, terminal sudah sepi. Jangankan bus Jakarta AC, bus menuju Jakarta sudah tidak ada (yang masih banyak justru Bandung, sempat terpikir ke Bandung aja). Jadilah harapan tinggal harapan). Tapi kami bertekad, lebih baik bisa makan tidak bisa pulang daripada bisa pulang tapi tidak bisa makan. Maka, kami makan dulu. Selesai makan, kami akhirnya memutuskan naik colt L300 menuju Ciawi untuk harapan 24 jam bus menuju Jakarta.


Sempat kami di ’handover’ ke Colt yang lebih penuh penumpang di Cibadak, daerah dimana jalan percabangan ke Sukabumi dan Pelabuhan Ratu. Setelah peristiwa itu, saya tidak bisa tidur. Khawatir ada ’handover’ lagi atau malah-malah kena ’akal’ orang. Tiba di Ciawi sekitar jam 10.30, sebuah malam yang ramai.


Tapi perjalanan tidak berhenti disini. Masih harus memilih antara Bus Kampung Rambutan, Merak (ancaman turun di Slipi atau di tengah tol Pancoran), atau mobil ’omprengan’ Cawang. Sampai detik terakhir, Cawang lah yang kami pilih karena alasan lebih dekat ke tujuan. Tiba di Cawang lalau meluncur langsung dengan Taksi pilihan menuju Pancoran sampai jam 11.30.


Menurut teman, kami baru saja seperti melakukan Black Hawk Down, rencana penyerangan 15 menit namun akhirnya jadi seharian. Kami menikmatinya, seperti benar-benar tidak direncanakan, menantang. Dan berpikir bahwa dalam hidup, sekali-kali kita perlu melakukan yang seperti itu. Kuncinya, kita harus menemukan teman perjalanan yang tepat.