Monday, April 21, 2008

Perempuan dalam cinta

Mengerikan, mengerikan benar perempuan itu
Mereka tak pernah bisa percaya,
Mereka tak biasa jujur,
Sekalipun pada diri sendiri

...
-
puisi ‘panas’ yang sudah di klarifikasi-

***
Bagi laki-laki, cinta hampir selalu identik dengan perempuan. Karena dunia yang didominasi cara pandang laki-laki, maka berbicara cinta dari paradigma perempuan pun jarang ada. Hal itu yang kemudian memunculkan pertanyaan, bagaimana perempuan memandang cinta?

Dalam khasanah indonesia, kedudukan cinta perempuan sebagian besar tidaklah istimewa. Kecuali di daerah-daerah tertentu, perempuan selalu menjadi ‘obyek’. Yang dipilih, yang dipinang, yang dilamar, yang diperebutkan atau yang tidak bisa menolak untuk dijodohkan.

Kartini, sosok emansipasi pun tidak lepas dari perlakuan umum terhadap perempuan. Dinikahi oleh Bupati Rembang sebagai istri kesekian, adalah bentuk dari pasrah kartini sekaligus sosok perempuan umumnya kala itu. Kartini lebih beruntung, karena untuk yang berasal dari keluarga bukan ningrat maka perempuan pun hanya ‘dinikahi’ bangsawan untuk melahirkan anak lalu dikembalikan kepada orang tuanya.

Seiring dengan perkembangan zaman, gaya feodal terhadap perempuan pun jauh berkurang. Perempuan mengenyam pendidikan sama halnya laki-laki.
Dunia perempuan makin diakui, sebagai partner dari laki-laki bukan pelengkap saja. Intinya dalam kehidupan sekarang, kesempatan pada umumnya sama antara laki-laki dan perempuan. Tentu saja tidak melupakan peran masing-masing dalam kehidupan domestik keluarga. Walaupun dalam kaitan dengan keluarga, banyak perempuan yang akhirnya berada di ‘persimpangan’, memilih antara keluarga atau aktivitasnya.

Jika ‘kesetaraan’ perempuan sudah berada dalam porsi yang cukup ideal dengan kebebasan untuk memilih, lalu bagaimana dengan cinta? Apakah benar bahwa perempuan merdeka dalam menentukan cinta nya?

Pertanyaan diatas dilandasi atas dasar sederhana bahwa selama ini muncul kesan bahwa perempuan cenderung tertutup, diam-diam, tidak berani mengungkapkan (baik lisan atau tindakan) perasaan cinta atau simpatiknya terhadap seseorang. Berbeda dengan laki-laki, yang cenderung lebih ‘ofensif’ dalam mengungkapan perasaannya. Mungkin juga karena secara fitrah nya, hati peremuan sensitif nan lembut sehingga cenderung hat-hati (defensif).

Sikap memandam rasa itu wajar karena lebih menyakitkan bagi perempuan ketika cintanya ditolak daripada laki-laki. Bagi laki-laki, cinta ditolak ibarat tamparan yang berujung pada pembuktian bahwa dirinya bisa mendapatkan yang lain. Sedangkan perempuan, konon tidak sesimpel itu. Sakit hati karena ditolak. Merasa sudah jauh melangkah memberanikan diri, dan ditolak. Malu serasa mengguyur tubuh. Seolah tidak bisa mundur. Dan parahnya, hancur.

Dan terdapat kesan bahwa perempuan yang baik, adalah yang mempersiapkan diri untuk menyambut pangeran datang. Bersiap sebaik-baiknya untuk menunggu hingga waktu tiba. Usaha yang dilakukan adalah mempersiapkan diri, dan berdoa. Dan jika nantinya sudah di ‘ambang waktu’, maka tibalah saat ujian kesabaran.

Tapi
semuanya tak bisa di generalisasi, toh apa yang dipertontonkan dalam kisah kehidupan tentang perasaan perempuan tidak serta menjadi dalih bahwa begitulah perempuan apa adanya. Kondisi tersebut memang umumnya yang terjadi sekarang, namun bukan berati hal tersebut menjadi kondisi yang seharusnya.

Sejenak ketika melihat sosok
Khadijah, Ibu dari semua muslim, bahwa apa yang dilakukan Kahdijah saat menikah dengan Muhammad adalah mengajukan lamaran alias mengungkapkan perasaannya. Namun bukan berarti Khadijah tanpa perhitungan, karena memalui sosok pamannya, Khadijah sudah mendapatkan keterangan bahwa Muhammad dalam kondisi bisa di ajak menikah. Dalam hal ini, Khadijah tetap menjaga kehormatan seorang perempuan.

Jadi mendalihkan apa yang terjadi pada cinta perempuan sekarang pada agama (Islam) bukanlah alasan yang berdasar. Satu-satunya alasan yang mungkin sekarang adalah dari sosok perempuan itu sendiri.

Suatu hari saya pernah bediskusi dengan teman tentang posisi perempuan dalam memperjuangkan cinta. Seperti yang lumrah kita ketahui, banyak terjadi laki-laki yang ‘berjuang’ (baca: ofensif) dalam mencari cintanya. Lalu perempuan, bagaimana bentuk perjuangan cintanya?

Teman saya waktu itu menjawab bahwa bentuk perjuangan cinta perempuan adalah pergolakan batinnya untuk menerima sosok laki-laki tersebut, dan membawanya ke pihak keluarga. Namun saya mengelak, bukanlah laki-laki pun secara substansi juga berdamai dengan perasaan lalu juga keluarganya? Baiklah, memang pertimbangan perasaan yang digunakan laki-laki tidaklah sedominan seperti perempuan. Karena laki-laki sebagian besar melihat dari apa yang tercitrakan.

Kembali lagi tentang perjuangan cinta perempuan, apakah demikianlah adanya dimana perempuan harus menjaga hati, menutup perasaannya dalam-dalam dan ketika sosok laki-laki itu datang maka barulah perjuangan cinta perempuan dimulai.

Kenapa tidak perempuan juga memperjuangkan cinta nya itu. Pastinya, dengan tetap menjaga kehormatan seperti yang diteladankan Khadijah. Jika selama ini misalnya, perempuan cenderung bisa berharap terhadap seseorang namun tak kunjung datang seseorang tersebut, tidak kah lebih baik jika melalui perantara mencari kemungkinan memulai hubungan dengan yang bersangkutan lebih serius? Ringkas, tidak ribet dan tidak lama berharap cemas. Daripada hanya berharap, dan berharap. Lalu pada akhir kesedihan, melihat dia memilih yang lain.

Jadi tetap kembali ke perempuan sendiri, bagaimana mereka mendefinisikan perjuangan cinta nya. Perempuan lah yang memilih, dan memang harus memilih. Jangan sampai awalnya berharap romantis, lama kelamaan dramatis, lalu akhirnya menjadi ironis.

Sudahlah, saya tidak bisa merasakan bagaimana perempuan dalam mencinta. Tapi saya percaya bahwa perempuan yang jujur dan menjaga kehormatan selalu bernilai lebih. Itu saja.

Selamat memaknai Hari Kartini..

13 comments:

Ulya Raniarti said...

setelah membaca "klarifikasi"
ternyata, ini toh tulisan yang dijanjikan tahun lalu?

ck ck ck...

Ini nulisnya kapan? Mei 2007?

Anonymous said...

sebelumnya,,mau tau dong
definisi cinta menurutmu?
hubungan cinta dan menikah?

maria blg dlm film AAC,,
"cinta dan keinginan untuk memiliki, itu tidak sama,,dua hal yang berbeda"
:D

anyway,,seandainya saja seperti ali dan fatimah..hehe

Anonymous said...

sepakat Tri...
bukan cuma wanita yg butuh kejelasan,
laki2 juga butuh... :)

Adit-bram said...

trian..butuh..kejelasan...

hehehe.....

noerce said...

Tnyta byk yg penasaran dgn kaum kami (hee..jd seolah2 mewakili kaum hawa gitcu, maaf...). Bginilah kami didesain, shg bgitu pulalah yg akhirnya tampak (memang gimana yach?hee...)

Dalam hal2 tertentu, misal dalam masalah "cinta" perempuan lebih mengambil sikap "hati2" (2 sisi: tidak menyakiti hati sendiri jg orang lain).Terlebih perempuan itu ada kecenderungan ketika mencinta seseorang, dia akan cukup bisa, setia padanya...(pdhal bisa jadi bertepuk sbelah tangan, namun dia pintar menyimpannya). Disinilah prinsip "kehati2-an" itu berlaku.

Perempuan berjuang dalam konteks "cinta", tentu utk ke arah yg lebih serius, bukan hny skadar letupan emosional sesaat.

Intinya,tdk bisa saling menuntut hrs siapa yg memulai, baiknya pakai konsep reaksi reversible kalie yach?...^_^
panjaaang skalie...hee

Trian Hendro A. said...

#Ulya: nulisnya baru aja koq, inspirasi nya sejak tahun lalu.
terima kasih telah menunggu :)

#Anonymous: cinta itu.. perasaan suka yang membutuhkan perjuangan, pengorbanan dan tanggung jawab.
terima kasih sudi komentar.

#Jaya: Ok mas Jay.. kepastian! hehe

#Adit: butuh kepastian, kapan adit mau 'maju' :p

#Mbak Nur: whatever it is, kenapa perempuan tidak 'berjuang' (sesuai tulisan ini)?

Anonymous said...

Trian,
Perempuan juga bisa memilih kok, cuma caranya halus...ini dulu pernah diobrolkan dengan temanku. Bagaimana cara dia naksir cowok, yang akhirnya jadi suaminya...jadi tak semua perempuan hanya menunggu.

Tapi itu juga tergantung cowoknya, kan kebanyakan cowok lebih suka menjadi penyerang, yang merasakan bagaimana rasanya berhasil mengalahkan para pesaing? Atau merasakan deg2an kalau ditolak atau ditanggapi?

noerce said...

Hhmm...waduh,M'edratna pake kata"serang-menyerang", sereem ah mbak..hee

kenapa perempuan tidak 'berjuang' sesuai tulisan ini)?("mancing niy?" hee)

Klo sudut pandang saya pribadi(jgn digeneralisasi sbg wakil kaum hawa yach), perempuan lebih aman di posisi ada "gayung"..baru di sambut...menghindari "hati terluka..", krn klo udah "luka", lebih lama sembuhnya dr laki2 kali yach?? perasaan bangets yg dominasi diri, laku, jiwa...hhm ^_^

Anonymous said...

Perjuangan cinta seorang perempuan?
(banyak tahu...)

1) ketika harus melupakan seseorang yang istimewa di masa "jahiliyah" dan hijrah ke masa "kemenangan"
--> sama harusnya laki2 juga

2)ketika perempuan bisa menerima orang lain yang sama sekali tidak dikaguminya sebelumnya, bahkan mungkin tidak dikenalnya, menjadi seseorang yang dianut, dicintai, serta dihormati.
--> hmm kalo laki2 kan pemimpin,, jadi dia yang memimpin kalo menikah dengan orang yang belum dikenal

2) ketika poligami menjadi kebutuhan ummat
--> bagaimana pendapat laki2, I dont know lah.. :D

just to share my tought

Anonymous said...

Aku................

berjuang kok............

Kapan main ke Bandung? Mau denger update-an kisah kasih gak? (Halah!)

Kamu kok jarang main ke blogku lagi sih?? Semakin tidak dipahami ya, Dik blogku?

Anonymous said...

Untuk perjuangan Cinta kaum Hawa, sama dengan dewi...
Sejogjanya cinta itu memang diperjuangkan, namun bagi wanita yang fitrahnya diciptakan sebagai manusia yang perasa maka banyak sekali pertimbangan untuk memperjuangkan cinta. Kepentingan, harga diri dan tentunya kecenderungan hati sebagai pertimbangan dalam memilih. Perempuan sama halnya dengan lelaki, yaitu memiliki hak untuk memilih dan menentukan pasangan dengan kriteria yang disukainya.
Kenapa wanita lebih banyak yang menunggu? Wanita sangat yakin bahwa ada lelaki nun jauh disana yang akan menjadi pasangannya. Seorang wanita pandai sekali menyimpan perasaan suka maupun simpatik pada seseorang. Walaupun sulit melupakan sesorang yang pernah tertoreh di hatinya, namun ketika seorang lelaki telah menjadi pasangannya, maka sikap baktilah yang akan tampak. Berusaha memberikan kesetiaan dan kasih sayang yang tak terhingga, sebagai wujud bakti seorang istri.
Bukan sesuatu yang perlu diributkan, antara memulai duluan ataupun hanya menunggu. Wanita yang menawarkan dirinya akan menjadi seorang yang mulia, namun wanita yang menunggu pun bukan berarti tersiksa dan tertindas oleh perasaannya, cuma menunggu pria yang tepat untuk sekali dan terakhir . Siapapun akhirnya yang terpilih ...
Pada akhirnya, seorang wanita, merdeka untuk menentukan bagaimana dia mendapatkan pendampingnya...entah memulai ataupun menunggu.

Anonymous said...

kalau tanya kenapa?...wah jawabanya kamu cari sendiri...karena semua itu akan terjawab ketika engkau mengenal sosok perempuan itu (nanti kalau kamu dah nikah, tanya kepada istrimu kenapa ini), kalau sekarang sampai berbuih pun ngejelasin, enggkau ga akn mengerti...oke, sabarnya buat dapat jawabnya...semangat ya...ganbatte..

Alwin Khafidhoh said...

Waah trian...kamu pandai menulis. Sebagai perempuan saya merasa tertarik dr rubrik khusus perempuan. Aku seorang muslimah yg belajar sedikit isu gender dan sampai hari ini aku berkesimpulan bahwa Islam adalah agama yg paling peka gender. Tp bener lho trian, bagi akhwat jangankan memperjuangkan cinta, mengungkapkan cinta saja butuh energi ber-joule2...:)