Tuesday, August 22, 2006

rumah kami

Dulu, kami sempat memberikan nama, Acapela. Kenapa? Karena beberapa orang dari 5 orang yang tinggal disitu suka menyanyikan sebuah genre lagu dengan acapela, mengandalkan kombinasi bunyi suara. Lalu ada yang menyebut pondok derita. Tidak tahu, apa maksud pondok derita itu.

Sudah 3 tahun, rumah ini kami sewa sejak 1 September 2003 dan akan menyewa lagi di tahun ke-4 ini. Aku sendiri menempatinya hanya 4 bulan diawal, karena pindah ke PPSDMS. Lalu berganti-ganti orang yang masuk disana, tapi 4 orang penghuni selalu tetap.

Rumah ini bersejarah bagi ”kami”, tidak hanya penghuninya. Di rumah ini, proses transformasi beberapa manusia yang berniat menjadi baik dimulai. Dan sekarang, beberapa manusia yang lebih muda pun memulainya di tempat ini.

Di rumah ini, sekelompok orang pernah menangis bersama, karena tidak adanya perubahan signifikan yang kami lakukan di tengah kejahiliyahan yang langsung atau tidak langsung, kami terlibat disana. Padahal sebelumnya, kami masih sempat menonton Passion of Christ bersama-sama.

Di rumah ini, bahasan dan perdebatan tentang masa depan aktivitas di antara kami dibahas oleh kami sendiri, bukan para dewa. Apakah harus menjadi ketua organisasi, ketua panitia atau kemajuan adik-adik, dan langkah-langkah yang bisa dilakukan. Walaupun dimulai dan diakhiri dengan khusyu, selalu saja ada canda dan tawa (serta ”hinaan”) yang tak bisa kami hindarkan.

Di rumah ini, sebuah aktivitas persiapan menuju cita-cita pernah bersama dilakukan. Sebagai ruang diskusi, sekaligus gudang. Menjadi bengkel intelektual, sekaligus bengkel perkakas. Tentang intelektual, pernah teman tetangga rumah memberi julukan kawasan kami, KISS (Kawasan Intelektual Sedang Serang).

Di rumah ini, kesepakatan tak terrtulis menyebutkan wanita (bukan muhrim) dilarang masuk. Tapi tetap saja, dengan alasan tugas atau apa (emang apa ya?), semua kamar pernah dimasuki oleh wanita. Tapi itu dulu.

Penghuni dan ”kami” memang khas. Jangan heran dengan suara gitar, musik masa kini, film terbaru, atau shubuh yang kesiangan (agak mending sekarang). Tapi, membaca Al-Qur’an atau berjuang keras sedikit-sedikit menghafalnya, sholat malam (walaupun beberapanya sebelum tidur, karena sangat malam) atau puasa senin-kamis.

Hidup memang dinamika, hitam, putih dan warna-warna lainnya. Kalau menurut Nabi, mungkin kami akan masuk orang syahid tingkat tiga, orang yang beriman baik dan masih mencampuradukan kebaikan-keburukan, tapi saat agama membutuhkan, siap membela.

Kalau anda sempat, mampirlah atau sekedar lewat di depannya. Tengoklah manusia-manusia penganut paham brunch -breakfast and lunch- (baca: bawa makanan). Jangan lewatkan untuk Ashar di masjid Muhajirin, masjid dekat rumah. Terutama hari senin-kamis, dan bersiaplah 20an adik-adik kecil kita berebutan mencium tangan kita setelah sholat.

----

buat ganda, kapan kita "bertukar rumah"?

17 comments:

Anonymous said...

Halah malah buka kartu :D.
Aku ngaku aja lah ya. Yang sering main gitar itu aku :D. Sori komentnya gak penting.

ganDA RAHman garNADI said...

bertukar rumah?
wah, sekarang masi "bergembira" jadi orang nomaden. masih mencari "rumah" berfasilitas antena telepati yang mampu memahami rona muka dan gerakan halus dalam hati...
u yourself? kapan mau "berdikari"?

Liva said...

oooo...itu rumah yg kamar mandinya pernah jd objek ergonomic assessmentnya aan??n tangganya dievaluasi ma bram??heheh..terkenal tu rumah di kelas ergin, hihihi....

Trian Hendro A. said...

walah..koq malah ngaku an. [harusnya ngaku semua, yang nangis, yang sufi-suka film-, dan suka shubuh...tit..:p]

"bertukar rumah", means tahu masing2 rumah kita, ur promise? berdikari, hmmm..sabar.

wah dasar liva, tapi bener kan? emang tuh rumah "bengkel intelektual" :D

Anonymous said...

ternyata rumah itu emang indah

Trian Hendro A. said...

ya dit..memang indah...
jangan lupa bayar kontrakan,
ama ibunya dilarang ngutang lagi,tega..:D

Anonymous said...

bukan cuman bengkel intelektual, Mas Trian..

bengkel politik juga...
jadi inget masa kampanye kahim dulu...
tempat paling indah untuk melepas penat abis hearing...hehehe...

jadi kangen...kapan2 mampir ah...

-fajar-

Trian Hendro A. said...

ya, bengkel politik kahim, ppab dll..:p
dan perkakas, abisnya ngebuat alat2 kampanye disitu.

boleh boleh, silahkan mampir..!
*bawa makanan ya..:D

nona said...

Seperti pernah lihat rumah ini,, di jalan Palm kah?

Hamba ALLAH said...

Mampir ke Blog kami

Anonymous said...

gila, keren ++
ngomong rumah aja bisa seromantis itu yah, trian.

sayang, rumahnya ga diajak dialog.

kapan-kapan, dibikin tulisan tentang rumah tersebut dan rumahnya diajak bicara, termasuk tangga dan bukaannya yang terkenal itu.

Lucky said...

klarifikasi:
bukan PPAB. Bukan bengkel politik PPAB, tapi tempat gw, adit ma raja ngerancang buat nge bacot dulu...and it's not politic.

Trian Hendro A. said...

buat 'dewinya desi' (ehem..ehem..), rumah itu di jalan sadang sari blok VI no 36, masuk lewat jalan depan koramil..tetanggakah? kalo palm, ga bisa di foto dr depan kali..:p (baca: sempit)

buat anonymous (siapa ya? koq tau tangga segala.. btw,bukaan yg mana ya?)..ya, semuanya bergantung gimana memandang dan menyampaikan, betul kan?

ah..kemana aja ki? ya..apapun itu, tapi itu tetap aja 'bengkel'.

amircool said...

sekeren itukah rumah trian sampe banyak yang 'aware'. Jadi pengin promosi rumah saya juga ni. Mungkin ditambah dengan romantika akan menjadi lebih keren. Hihihih
PS: aliran kepenulisan trian adalah gaya romantisme abad 21

nona said...

desi itu sodara kembar gw,,, :p

Lukman Nul Hakim said...

Home sweet home...

Anonymous said...

bukan PPAB ya ki...

tapi OSKM...hehehehe...

loe langsung nutup kamar gw, merenung,,mikirin apa yang bakalan loe bawa ke khalayak kampus...seorang diri....hehehe...

bikin nyengir euy klo inget jaman dulu...