Awalnya dari sebuah nama, kami berani mengubahnya menjadi Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo), dari yang sebelumnya kita kenal dengan Departemen Komunikasi Publik (Kompub), salah satu departemen dalam kabinet KM ITB periode tahun lalu.
Mungkin orang melihat, tidak ada yang istimewa dengan perubahan itu. Tapi kami sendiri punya sebuah cita-cita besar atas perubahan itu. Seperti halnya sebuah produk dengan “warna baru” yang dilemparkan ke pasar oleh pembuatnya, kami melihat bahwa perubahan nama tersebut sebagai bentuk citra baru yang ingin dibangun sebagai dasar dari keberjalanan kami sendiri.
Mengapa kami berpandangan seperti itu? Karena Kabinet KM yang sekarang terbentuk memilki visi agung untuk kembali menghadirkan KM di tengah-tengah mahasiswa ITB. Dan secara organisasi, tugas itu banyak berada di wilayah kami.
Hal itu yang kemudian membuat kami berpikir keras untuk membuat racikan khusus sehingga kami sendiri (Kominfo) menjadi sebuah penggagas dan pembuat ‘produk’ yang mampu membuat jarak KM dan mahasiswa semakin dekat.
Karena kami juga tahu, bahwa tugas yang sama pernah diemban oleh satu Departemen Kabinet KM tahun sebelumnya. Dengan berbagai pelajaran dan pengalaman yang kami dapat, kami memulainya dengan bermetamorfose menjadi Kominfo. Dari itu, kami telah membuat semacam lompatan kesadaran. Yang menjadikan kami seolah-olah orang baru dengan jiwa, semangat dan pikiran baru pula.
Perubahan ini yang kami harapkan menjadikan kawan pembaca penasaran tentang “ruh” baru apa yang akan kami bawa. Persepsi yang selama ini ada tentang kabinet dan KM tergugah kembali untuk melihat ada apa di balik ini semua.
Konsekuansinya bagi kami, persepsi yang harus sekuatnya kami pertahankan dengan tidak hanya menyertakan diri dalam keakraban kita di acara dan kegiatan, tapi juga hadir langsung di tengah-tengah seluruh kawan pembaca kampus ini.
Mungkin kami masih menggunakan label-label yang lama untuk hadir bersama kawan pembaca. Kawan-kawan akan menjumpai Infocus dan Soul of Campus (SOC), atau program-program kami yang mirip dengan kemarin. Untuk kali ini kami berpendangan, perubahan besar tidak dengan merubah tatanan yang telah terbangun. Dan label media diatas, bukan hanya menjadi sekedar suara KM, tapi juga merupakan spirit kampus itu sendiri yang telah ikut mewarnai kita akhir-akhir ini.
Hanya untuk sebuah nama, kami cukup melakukannya di sumber dan intinya, bukan di depan yang langsung berinteraksi dengan pembaca sekalian. Semoga pertimbangan yang kami lakukan tidak salah. Tuntutan untuk selalu hadir di tengah dinamika mahasiswa yang membuat kami mengambil keputusan itu. Kami khawatir, kami terlena dalam membangun sebuah brand, daripada melayani kawan-kawan pembaca sendiri.
Dan semangat yang kami utarakan di awal kami ejawantahkan dengan bahasa media yang mulai ada di tangan pembaca saat ini. Media yang mencoba merakyat dengan bahasa dan tampilan yang renyah serta enak untuk dikonsumsi. Media ini pula yang menjadi ujung tombak penyamaan persepsi mahasiswa tentang KM. Mengingat bertebarannya ragam media dari kabinet yang biasa membanjiri ruang kampus kampus kita.
Secara jujur kami akui, bahwa kami memang pada dasarnya adalah media “pemerintah” layaknya sebuah TVRI atau RRI. Tapi sekali lagi, kami telah dan sedang bertransformasi diri. Kami mencoba tidak hanya menjadi media kehumasan yang menyajikan pandangan dari satu sumber (KM), kemudian diolah, diedit untuk menjadi sajian berita seakan-akan kami telah melakukan tugas kami. Karena kami ingin kawan pembaca juga menjadi obyek aktif yang manjadi sarana kami (dan kabinet) berkaca diri dan berbenah pula tentunya. Dan mungkin juga, perbaikan atas kampus dan bangsa ini berasal dari kawan pembaca semuanya.
Disinilah ternyata, yang menjadai tantangan bagi kami. Satu telah coba kami lakukan, adanya forum sms yang akan tampilkan setiap edisi infocus. Selain itu, pertisipasi yang besar kami harapkan bisa pembaca lakukan media SOC kita.
Kami ingin juga tidak hanya menjadi media kehumasan, tapi juga media kampus yang ikut aktif dalam kedinamisasiannya. Harapan besar yang ingin kami usung bersama dengan media-media kampus lain yang telah eksis.
Semuanya kami lakukan karena kami berusaha tidak sekedar menghadirkan jurnalisme fakta, yang hanya menyajikan reportase, program, opini dan banyak menu lainya. Kami ingin pula menyajikan jurnalisme makna, yang mampu menguraikan hubungan antar pelbagai kejadian dan menjadi katalis semangat kemahiswaan di kampus ganesha tercinta.
Disinilah, tugas kami menjadi semakin berat. Seperti kalimat seorang wartawan Far Eastern Economic Review, Susuma Awanohara, “Bung, pekerjaan ini terlalu berat, kalau kami tidak bergelar Phd, kami tidak sanggup melakukannya” . Apalagi kami yang baru memulai transformasi. Terlalu besar cita-cita, tapi kami berani dan berkeinginan kuat. Mungkin sampai waktunya nanti, kami sendiri yang menyerah atau yang akan memetik hasil atas apa yang kami tanamkan. Belum tahun depan mungkin, karena pekerjaan menulis adalah pekerjaan mengabadikan sejarah.
Terakhir, kami sangat berharap kawan pembaca menyadari keterbatasan kami. Oleh karenanya, dukungan dan (tentunya) do’a adalah dua hal yang kami harapkan mengiringi langkah kami. Mari satu persatu kita susun batu bata kehidupan, demi kemajuan kita bersama di masa yang akan datang. Untuk Tuhan, Bangsa dan Almamater.... [3an]
*
Tulisan ini khusus untuk buletin Soul of Campus edisi perdana Kabinet KM ITB 05-06 (Juni 2005)
No comments:
Post a Comment