Tuesday, October 09, 2007

Jakarta mencari Keimanan

Penatnya kehidupan ibukota menjadikan Ramadhan di Jakarta sangatlah khas. Ramadhan yang dikampanyekan sebagai bulan suci, membuat Jakarta berbenah sesaat sebelum memasukinya.

Jakarta khusus mencari identitas baru untuk ramadhan. Maka pub,klub dan karaoke ditutup atau izin malamnya dibatasi, ‘wanita malam’ ditertibkan, razia miras-narkoba-judi, hingga para pejabat pun memulas diri untuk ramadhan.

Saat ramadhan pun, praktis semua kehidupan Jakarta berjalan seperti biasanya. Normal di siang hari dengan aneka kemacetan, ramainya mal,sibuknya kantor serta tetap teriknya jalanan atau bahkan banyaknya orang makan-minum di tempat umum seperti biasanya. Ramadhan di Jakarta baru kemudian terasa saat menjelang bedug berbuka, waktu tarawih atau sahur.

Bukan Jakarta namanya, jika suasana itu berada di banyak sudut Jakarta dengan berbagai macam variasi. Buka puasa bersama di kafe atau restoran tanpak jauh lebih banyak di bandingkan di masjid. Kumpulan orang-orang di tempat nongkrong atau di kemacetan jalan jauh lebih banyak daripada yang menunaikan Tarawih. Hanya sahur mungkin, yang lebih banyak orang melakukannya dengan ‘khusyu’.

Tapi akhir-akhir ini, budaya sahur on the road konon lebih parah menggejala dibanding ramadhan tahun lalu. Sekarang tidak hanya orang berlomba memberikan ta’jil gratis, namun Jakarta telah mulai menambahkannya dengan sahur gratis. Salah satunya di sepanjang jalan antara Tendean - Blok M, setiap sahur akan banyak pembagian makanan yang dilakukan mulai dari partai politik hingga klub sepeda motor.

Hingga 10 hari tarakhir ramadhan pun, Jakarta masih berkutat pada identitas yang tak kunjung ada. Sudah mulai surut bulan, beban pekerjaan seperti tak mau ditinggal untuk diganti dengan keutamaan 1000 malam, shaf-shaf Tarawih dan Subuh semakin saja tergerus, pusat-pusat belanja kekurangan ruang bernafas, dan energi hidup pun mulai mengarah pada ritual silaturahim lebaran.

Namun, ada sebagian tempat di sudut Jakarta yang tetap pada usaha mencari keimanan ramadhan. Dan ternyata tidak sedikit orang yang melakukannya. Ribuan orang berkumpul, di satu tempat untuk mengejar yang dijanjikan tentang Malam Utama. Tidak hanya berkumpul untuk satu malam, ada sangat banyak orang (bahkan keluarga!) yang berpindah tinggal di Masjid itu, Masjid At-Tien, untuk beberapa malam dalam 10 hari terakhir.

Ribuan orang, rela berbagi lantai merebahkan diri sejenak sebelum bangun di tengah malam, kemudian berdesakan untuk menyucikan diri.

Ribuan orang bangun di malam hari, terisak menyadari kesalahan, menutup wajahnya karena malu atau memohon ampunan dari-Nya.

Kemudian ribuan orang duduk bersama di taman pelataran masjid, menikmati jamuan sahur bersama keluarga atau saudara seiman, sembari menikmati temaram sabit dan bintang malam.

Dibandingkan dengan lebih dari 10 juta populasi Jakarta, jumlah 2000 mungkin tidaklah seberapa. Apa yang dilakukan sejumlah orang malam itu mungkin masih belum cukup menghapus besarnya beban dosa yang harus ditanggung bersama.

Tapi dengan orang-orang yang seperti itulah, sangat mungkin yang membantu untuk membuat Jakarta aman, berkurang laknat Allah akibat kezaliman yang merajalela, dan akhirnya Jakarta masih mampu menjadi tumpuan hidup Bangsa Indonesia.

Dalam Ramadhan Jakarta mencari identitas Islam, Jakarta mencari keimanan. Semoga setelah Ramadhan, kerasnya Jakarta menjadikan makin banyak orang mendekat diri pada Sang Pemberi Kehidupan dan berempati untuk Jakarta yang lebih akrab.


Selamat Idul Fitri 1428 H,
Taqabalallahu Minna Wa Minkum
Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian

4 comments:

ikram said...

Dibandingkan dengan lebih dari 10 juta populasi Jakarta, jumlah 2000 mungkin tidaklah seberapa. Apa yang dilakukan sejumlah orang malam itu mungkin masih belum cukup menghapus besarnya beban dosa yang harus ditanggung bersama.

Bisa kasih satu contoh beban dosa yang harus ditanggung bersama itu?

Sebab sepengetahuan saya, dosa seseorang ya ditanggung orang itu langsung. Nggak bisa ditanggung beramai-ramai atau ditransfer layaknya pulsa handphone.

Tapi mungkin Bung Trian punya pandangan lain? Terimakasih.

Iman Brotoseno said...

rahasia Tuhan dalam kemegahan Jakarta ? sekaligus menghaturkan mohon maaf lahir dan bathin..

Trian Hendro A. said...

Ikram, yang dimaksud 'dosa bersama' itu adalah sebuah kesalahan yang tidak segera diluruskan oleh yang lain dan malah cenderung dibiarkan saja tanpa usaha (atau malah 'diamini'?).
misal: Perjudian di Jakarta yang konon dulun pernah mau di 'legalisasi', atau tentang Prostitusi dan bahkan Korupsi sendiri.
intinya, jika kita diam saja (bahkan hati pun tak menjerit) maka kita pun bisa turut berdosa.

begitulah maksudnya :)

Anonymous said...

Trian,

Ramadhan kali ini Jakarta benar-benar macet cet....bahkan jarak blok M-Cilandak bisa ditempuh lebih dari 2 jam udah melalui jalan-jalan tikus. Pas bedug buka puasa, sering masih terjebak di kemacetan lalu lintas. Justru karena itulah godaan puasa, karena yang terlihat banyak orang yang tak sabar, saling menyrobot, mengakibatkan kemacetan makin parah.

Bahkan pada hari Kamis sore tgl. 11 Oktober 2007...jarak antara jl. Juanda (belakang istana) -Cilandak, hanya "agak lengang" di Thamrin...Sudirman mulai penuh, merambat....dan Blok M-Cilandak ...tetap maceeet.

Minal Aidzin wal Faidzin
Maaf lahir batin