Saturday, November 18, 2006

6 tahun kebersamaan

November, enam tahun lalu dia datang. Cukup diantar oleh pengantar sederhana, masuk rumah dan dia pun menjadi bagianku. Bukan barang aneh. Sebuah sepeda motor Yamaha Vega.

Lalu sejak itu, dia menemani perjalanan setiap hari. Memenuhi perjalanan di sebuah kota kecil bagian barat jawa timur, menyusuri desa bukit dan gunung di sekitarnya, dan berjalan setidaknya 50 km setiap akhir pekan. Bahkan di akhir tahun mencoba ketangguhannya dengan perjalanan magetan-solo pp dalam sehari. Artinya, memutar roda untuk sekitar 200 km.

Mulailah sedikit perilaku ”kreatif” anak muda menjangkit. Pertama, dibongkarnya ”sayap”. Lalu dilepasnya pegangan tangan di jok, padahal itu tidak rusak atau apa. Hanya pingin terlihat lebih sporty, jika tanpa ada pegangan itu. Walaupun dulu ketika ditanya, jawabnya, ”biar orang yang membonceng pegangan sama yang di depan...”

Ingin lebih banyak berkreatif, tapi saat berpikir biaya semuanya terhenti. Bukan karena tak mampu, tapi lebih ada hal lain yang butuh. Semua dipertahankan, kecuali pagangan tangan.

Saking lekatnya, dia dulu (dan sampai sekarang sepertinya) mendapat sebutan ”second wife” dari empunya. Second dalam hal ini bukan karena ada first-nya. Hanya sebuah sebutan. Sekalipun belum ada first, dia sudah menempati sedikit ruang yang akan tersisa.

Lulus pelajar, mantap sudah kaki melangkah ke jogja. Semua yang bisa harus dicoba. Maka magetan-jogja via gunung lawu dirasakan. Walaupun harus dibayar dengan tersungkur di turunan Tawamangu. Roda dan setir sedikit bengkok, sayap motor lecet, serta pastinya dagu dan tangan ku kalah melawan aspal. Tapi jogja tetap jogja. Perjalanan lanjut dan menata jejak masa depan disana. Lagi-lagi, ditemani olehnya.

Menyenangkan, hemat, penuh tantangan dan juga konservatif. Dibandingkan berkendara roda 4, motor tetap bisa menghadirkan suasana. Sekalipun nyaman bermobil, orang yang berani membawanya harus lebih banyak uang. Bayangkan jika tiba-tiba bocor, rusak mesin atau nyerempet orang. Sedangkan motor, 10 ribu pun sangat cukup. Kalau ada apa-apa, di bawa jalan bisa asal ada bensin atau tenaga lebih.

Lalu tiba-tiba sekitar 6 bulan lalu, sebuah sms masuk. ”kalau sudah wisuda, motornya di bawa pulang ya..” wah, tidak biasa berpisah dengan second wife. Walaupun mobil bukan sebuah kesulitan, tetap saja histori selalu lekat dengannya. Sebuah perjalanan hidup. Saat cita-cita dirangkai, saat belajar mengharga, saat belajar cinta, saat kebersamaan dan saat merasakan diri sendiri.

Masih ada keinginan untuk mengajaknya kencan spesial. Sebuah perjalanan bandung-magetan. Sepertinya akan seru, penuh inspirasi, makna dan tentu menjadi bahan cerita menarik. Seharusnya itu semakin dekat terjadi saat ini. tidak lama mungkin, sekitar 12 jam jika harus dengan bus. Bisa berhenti dimana, lalu mengambil gambar, menghirup udara, merasakan hidangan dan teh hangat. Ditemani obrolan dengan penduduk dan tatapan hangat darinya. Ingin sekali.

----

Untuk dikatakan cantik, seperti lainnya, dia hanya tampak berparas di awal. Untuk dapat disebut hebat, bukan pula dia sesuatu yang hebat. Tapi saat ini, cara dia berjalan di awal cukup membuatnya lebih unggul dari lainnya. Lalu untuk dikatakan kekinian, ah...itu cuma soal waktu yang terus bergulir.

Dan sekarang, aku tahu rasanya bagaimana 6 tahun itu berlalu.

6 comments:

ikram said...

Melankolis :)

Anonymous said...

mellow, iya kram. ihihi..gw pernah juga posting tentang 6-tahun-kebersamaan-bersama-vw-pat-pat-ku-tercinta, tapi gak bisa aku buat seindah mas trian ini..webahah...btw, second wife aja...first wife nya sapa nihh..;p

Anonymous said...

Bandung-Magetan? Coba aja. FYI, Teh Ita IF00 pernah dari Bandung-Surabaya pake motor. Akhwat loh!

// aku cukup jadi pengamat dan 'pengagum' [gak kagum2 amat sih] Rossi saja [baca: gak berani coba]

Trian Hendro A. said...

ikram: :)
ubrit: first wife nya masih kosong brit... nunggu signal positif:p
dewi : masa cmn berani nyobain jogja-sleman?

jundihasan said...

et dah !!
cinta banget nih kayaknya!!

Trian Hendro A. said...

iya..cinta banget!:D