Pagi itu sekitar jam 8, hari Sabtu 17 Juli kemarin, kami serombongan Pelayaran Kebangsaan (PK) V tiba di dermaga Belawan Medan, setelah semalam kami melempar jangkar di teluk Belawan untuk menunggu pagi. Dan segera, kami pun bersuka kaena tujuan Medan telah kami injak. Sambutan dari mahasiswa2 Medan beserta bus yang akan mengangkut kemi ke Medan. Tapi kami baru sadar, Belawan-Medan bukanlah jarak yang singkat ternyata. Membutuhkan setidaknya 2 jam, yang membuat kami terkantuk-kantuk. Sengingatku, sepanjang jalan itu banyak terdapat perumahan penduduk yang jarang diselingi dengan pohon-pohon nyiur, lalu pasar, pemukiman, dan banyak bukit.
Rasa kantuk hilang, ketika kami tiba di depan kantor gubernur Sumut. Disamping adalah sebuah potongan sketsa masjid Gubernuran itu. cukup luas, bahkan terkesan lebih luas dan megah bangunannya dibandingkan dengan Istana Wapre yang kami kunjungi 5 hari yang lalu. Segera kami naik ke aula utama, lantai dua jalan menjauh dari bangunan masjid.
Sederet kursi telah ada, dan tak lama acara pun dimulai. Seorang bapak mengenakan safari gelap menyambut kami dengan memperkenalkan Sumut sebagai potret multikulturalisme. Selain itu, banyak potensi yang dimilki oleh propinsi ini yang akan digunakan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Bapak inin juga menyampaikan bahwa Medan adalah ibukota Sumatera secara keseluruhan, karena menjadi kota terbesar di pulau itu dan terbesar ketiga Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Dan memang, kota ini tergolong besar (apalagi dibandingkan Bandung), walaupun jalannya tidak selebar Surabaya.
Kemudian, seorang ibu menyampaikan laporan kegiatan PK V ini. rupanya dia dari panitia lokal Medan. yang membuat peserta riuh adalah ketika ibu tersebut menyampaikan bahwa sebenarnya peserta akan diajak ke Prapat untuk melihat keindahan Danau Toba dan Samosir. Tapi karena perjalannya Medan-Prapat tidak sebentar dan acara padat, maka niat tersebut diurungkan. Bagi sebagian besar peserta, Toba adalah cita-cita ketika berkunjung ke Sumut ini. Dan inilah yang ditangkap oleh Sang Bapak tuan rumah kita saat itu.
Aku sendiri, duduk persis di baris ketiga, sehingga sangat jelas melihat
bisik-bisik yang dilakukan oleh ka panitia pusat (Bapak Mu’in) dan bapak itu, serta perwakilan dari TNI AD, AL dan jajaran pemda sumut. Dan hasilnya, di luar dugaan kami semua. Dengan spontan saat sambutan, Bapak Mu’in mengatakan bahwa bapak kita telah menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan untuk berangkat ke prapat sore itu juga. Padahal, saat itu jam menunjukan sekitar 11 siang, dan kami harus ke panti asuhan siang sampai menjelang ashar. Karuan saja, seluruh peserta bersorak girang dan aku melihat persis, bapak kita tersenyum melihat ekspresi peserta.
Dalam akhir acara “Horas” itupun, kesediaan yang terbuka beliau untuk berfoto dengan peserta setelah salah seorang kami memberikan cinderamata kepadanya. Dan peserta merasakan, seorang bapak yang memberikan keinginan anaknya kala sang anak ingin merangkai kenangan indahnya di bumi Sumut tersebut. Dan bapak itu adalah T. Rizal Nurdin, Gubernur Sumatera Utara.
Singkatnya, sore itu kami berangkat ke Prapat dengan disediakan 10 bus yang jauh dari memadai bagi kami. Mengenai Prapat, aku sendiri sering salah menyebutnya Prapatan, karena dalam bahasa jawa banyak digunakan untuk menyebut perempatan jalan. Selama perjalanan, rombingan dikawal oleh mobil patroli Dishub dan artinya semua mobil yang ada di depan mempersilahkan kami lewat dulu. Pemandangan yang luar biasa, ketika kami diperlakukan seperti tamu resmi dan terhormat di Sumut. Sedangkan di sebelah kiri kanan jalan, perpaduan bukit dan gunung, hutan musim, sawah dan lembah menghibur ruang penglihatan kami. Sungguh daerah yang indah.
Tiba di toba, hari sudah malam. Waktu itu sekitar jam 9 malam. Segera, panitia lainnya sudah siap dan mencarikan perahu untuk langsung menyeberang ke Samosir. Aku sendiri membatin, “
karena perintah dari orang berkuasa di Sumut, semuanya berjalan sigap tanpa ada hambatan berarti”. Luar biasa juga ketika di Samosir, sebuah komplek vila bernama Toledo telah siap dengan makan malam dan kamar2 yang akan digunakan membersihkan diri. Aku melihat saat itu, betapa seluruh peserta menikmati penyambutan yang disediakan.
Selanjutnya, jam 10 malam telah disiapkan pula di aula Toledo, sajian kesenian khas Sumut. Mulai dari orang yang membawa patung (mirip ondel2), dan tarian2 lainnya yang aku lupa. Serta tak lupa, nyayian daerah Sumut dan penampilan beberapa peserta. yang menambah kami merasa terhormat diperhatikan saat itu dengan ada pengumuman seperti ini, “Bapak Gubernur telah menyediakan kaos Danau Toba yang diberikan gratis kepada setiap peserta dan panitia PK V.” Untuk kedua kalinya dalam hari itu (atau sudah lewat tengah malam kali ya?), kami bersorak gembira sebagai ungkapan rangkaian pengalaman indah mengesankan sepanjang hari itu.
Kami pun beranjak dari samosir sekitar jam 1.30 dinihari. Di dalam perahu dan bus, masih ada bebarapa tanggapan yang menyadari betapa beruntungnya kita hari itu. mendapat sambutan sudah merupakan penghargaan, diperlakukan terhormat adalah anugerah, kemudian diberikan tanda mata yang akan dibawa di seluruh peserta ke daerahnya masing2 di Indonesia ini.
Paginya, secepat kami naik Kapal kembali dan upacara pelepasan yang lebih sederhana dilakukan oleh TNI AL. Belawan makin jauh, tapi kami masih sangat ingat saat-saat kemarin menjalani salah satu perjalanan terindah dalam benang kehidupan kami masing-masing. Serta tak lupa, seorang bapak yang telah memberikan yang terbaik bagi kami.
***
Dan siang kemarin, Senin 5 September. Teng....tet....tet..., sebuah sms datang dari seoran kawan yang juga tahu perjalanan PK.
“...Udah tau kan kecelakaan pesawat di medan td, korbannya 100 lebih. Ikut tewas gubernur sumut rizal nurdin.."
Sejenak diam, tak bisa berkata dan tidak pula membalas sms itu. Bapak itu telah meninggalkan kami. Dan kami masih belum menjawab harapan-harapannya untuk menjadi pemuda masa depan, yang mengangkat bangsa ini menuju kejayaan. Yang mampu membawakan pesan persatuan untuk seluruh komponen bangsa, dan yang menjunjung tinggi budaya bangsanya.
Harapan-harapan itu kini dipercayakan kepada kami sepenuhnya. Dan kaos itu akan kujaga, sebagai pengingat harapan sekaligus karena mungkin kami tak akan pernah lagi merasakan pengalaman seindah 1.5 bulan yang lalu. Yakinlah bapak, segenap anakmu dari Sabang sampai Merauke akan mengenang dan mendo’akanmu.