Jakarta, 3 Agustus 2017 - Engineer dari PT Medco E&P Indonesia (MEPI), Bapak Trian Hendro Asmoro, tampil berbagi ilmu dalam kegiatan yang diadakan oleh Forum Energi Muda yang bertema Challenges and Improvements of Oil & Gas PSC in Indonesia. Acara diskusi dan sharing knowledge tersebut digelar di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis malam (3/8).
Senior Project Engineer ini mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan S2 jurusan Petroleum Energy Economics & Finance di University of Aberdeen, UK tahun 2014-2015. Jalur beasiswa tersebut berasal dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan RI.
Senior Project Engineer ini mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan S2 jurusan Petroleum Energy Economics & Finance di University of Aberdeen, UK tahun 2014-2015. Jalur beasiswa tersebut berasal dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan RI.
Dalam pertemuan edisi ketiga
yang diadakan Forum tersebut, Bapak Trian memulai diskusi dengan presentasinya
mengenai beberapa hal tentang perkembangan dunia minyak dan gas bumi (migas),
sistem Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia beserta tantangan
di fase eksplorasi, pengembangan dan produksi. Dia juga menyoroti topik yang
sedang hangat diperbincangkan di kalangan pelaku industri hulu migas nasional,
yaitu migas sebagai komoditas atau katalis perekonomian, serta fenomena
kebijakan gross split versus cost recovery dan economic
sliding scale.
Menurut Senior Project Engineer
MEPI ini, migas adalah investasi jangka panjang yang secara normal melalui
tahapan eksplorasi, pengembangan dan produksi, sehingga kondisi supply
tidak bisa elastis terhadap perubahan demand dan harga minyak. Dengan
begitu, response perusahaan migas ketika harga minyak naik atau turun
tidak bisa dilakukan dengan cepat seperti industri manufaktur atau industri
lainnya.
“Inilah yang menjadi salah satu
resiko bagi para pelaku industri hulu migas. Misalnya, ketika pada fase eksplorasi
atau pengembangan harganya tinggi, lalu ketika memasuki fase produksi harga
turun. Maka itulah resiko yang harus dihadapi,” papar Bapak Trian.
Sementara ketika menerangkan
mengenai mekanisme gross split sliding scale yang per 1 Januari 2017 mulai
diterapkan di PSC PHE ONWJ, Bapak Trian berpendapat bahwa secara umum
Pemerintah ingin mendapatkan kepastian porsi bagi hasil untuk pendapatan negara
dalam menghadapi fluktuasi harga minyak. Sementara di sisi lain, KKKS harus
melakukan efisiensi.
“Paling tidak, apapun kondisi
harga minyaknya, mekanisme gross split memberi kepastian untuk negara.
Pemerintah ingin mendapatkan porsi bagi hasil yang pasti. Namun oleh
kontraktror migas, hal ini dilihat sebagai suatu hal yang kurang menarik,
karena perbedaan keekonomian lapangan antara harapan saat PSC atau PoD
ditetapkan dan kenyataan menghadapi faktor lain misalnya fluktuasi harga
minyak. Karena itulah, perlu adanya mekanisme yang fair bagi kedua belah
pihak,” ungkapnya dalam diskusi tersebut.
Ratio Factor Sliding Scale
Lebih lanjut, dia juga sharing
mengenai paper-nya di acara IPA Convention tahun 2016 tentang
opsi perbaikan selain gross split. Dia menamakannya PSC with R-Factor
(Ratio Factor) Sliding Scale. Ini untuk menentukan pembagian porsi bagi
hasil antara Pemerintah dan kontraktor.
“Semakin baik dan ekonomis
sebuah proyek, maka porsi yang bisa diambil oleh Pemerintah semakin besar.
Begitu pula sebaliknya. Tujuannya adalah menciptakan sistem incentive yang
lebih progresif dan fair bagi kedua belah pihak dan bisa berlaku
otomatis bagi industri hulu migas, tidak perlu lagi ada penyesuaian fiscal
terms saat harga minyak turun atau naik, dan hanya menggunakan rumus
sederhana accumulated revenue dibagi accumulated cost,” jelas
Bapak Trian.
Menurutnya, mekanisme ini
menggunakan basis bahwa dalam banyak lapangan migas hanya ada tiga faktor utama
yang sangat mempengaruhi keekonomian migas. Pertama adalah harga, kemudian production
rate atau berapa produksinya, dan terakhir adalah belanja modal (development
capex). Artinya, faktor-faktor komersial lebih dominan dalam menentukan
keekonomian sehingga desain fiscal terms juga harus mempertimbangan hal
tersebut.
Semakin larut suasana diskusi
menjadi semakin hangat. Para peserta datang dari beragam latar belakang
pendidikan dan pekerjaan. Mereka serius menyimak penjelasan dari Bapak Trian
mengenai beragam tantangan dan perbaikan yang saat ini dialami para pelaku
industri hulu.
Beragam pertanyaan dan
pernyataan dilontarkan terkait fenomena kesiapan seluruh pelaku industri lain
yang terdampak dalam menghadapi kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah pada
industri hulu migas mengenai gross split sliding scale.
Apakah kebijakan gross split
ini lebih baik dibandingkan cost recovery? Menurut Bapak Trian, pro dan
kontra pasti ada, namun belum bisa dilihat hasilnya karena baru tahun ini
diterapkan. Apapun skema fiscal terms yang diterapkan, diharapkan bisa
menjawab kebutuhan tidak bergairahnya kegiatan eksplorasi di Indonesia. Seperti
ditunjukan data tahun 2000 hingga 2016, di mana lebih dari 50% lapangan migas
fase eksplorasi dikembalikan ke Pemerintah dan kurang dari 10% lapangan
eksplorasi menjadi produksi hari ini.
Akibatnya, reserve
replacement ration (RRR) Indonesia menjadi sekitar 0,49 dan produksi migas
cenderung turun. Sedangkan permintaan selalu naik. Demikian benang merah yang
bisa diambil dari acara diskusi yang berlangsung hampir selama dua jam
tersebut.
Forum Energi Muda adalah
perkumpulan yang dimotori ikatan alumni penerima beasiswa LPDP bernama MataGaruda. Forum ini berfungsi sebagai wadah kontribusi para anggotanya dalam
pembangunan Indonesia atas ilmu dan pengalaman yang diterima ketika bekerja dan
mendapatkan kesempatan belajar di tingkat sekolah lanjutan (S2 dan S3) baik di
dalam maupun di luar negeri. Kegiatan ini juga sebagai wujud dharma bakti dan
sekaligus menempa jiwa kepemimpinan mereka. (***)
*Laporan dan dokumentasi dari Tim PR Medco, Terima kasih :)