Teknik Industri (TI) pertama di buka di Indonesia tahun 1971 di ITB. Sejarah TI ITB tidak bisa dilepaskan dari sub-jurusan teknik produksi, teknik mesin. Sehingga, manajemen produksi adalah cikal bakal TI di indonesia dan juga konon di MIT.
Lalu, jika dulu berasal dari Teknik Mesin (MS) dan sekarang di Teknik Mesin masih terdapat pula sub-jur teknik produksi, maka dimana posisi TI saat ini?
TI sendiri banyak berkembang justru dengan ‘melepaskan’ diri dari MS. Secara pengertian, Industrial Engineering is concerned with the design, improvement and installation of integrated systems of people, material, information, equipment and energy. It draws upon specialized knowledge and skills in the mathematical, physical and social sciences together with principles and methods of engineering analysis and design to specify, predict and evaluate the results to be obtained from such systems (sumber: IIE).
Sebagai pendidikan TI tertua di Indonesia, Teknik Industri ITB sekarang terbagi dalam tiga Kelompok Keahlian (KK): Sistem Manufaktur, Manajemen Industri, Sistem Industri dan Tekno-Ekonomi.
Sistem Manufaktur (SM), adalah kelompok keahlian yang ‘menjaga’ asal muasal TI sebagai teknik produksi-nya mesin. Maka, SM berkutat dengan design dan menajemen sistem shopfloor semisal MRP (Manufacture Resource Planning), proses dan sistem manufaktur. Yang membedakan SM dengan Tekprod MS adalah bahwa sudut pandang TI dalam manufaktur sesuai dengan definisi TI, an integral system.
Manajemen Industri (MI), bidang kelompok keahlian yang berada lebih pada level manajemen, bukan ‘shopfloor’ seperti halnya SM. Bidangnya sangat beragam mulai manajemen yang ‘berbau’ engineering semisal finance atau project management hingga manajemen yang juga dipelajari oleh Jurusan Manajemen (Sosial) semisal SDM, marketing atau organisasi.
Sistem Industri dan Tekno-Ekonomi (SITE), bisa diibaratkan sebuah bidang keahlian diantara shopfloor dan manajemen. Bidang ini identik mathematical-approach, misalnya statistik, operational research (macam teori transportasi, supply chain dll) serta yang terbaru financial enginering. Karena termasuk sangat kuat di bagian matematis, maka banyak mahasiswa yang memilih SITE adalah orang ‘pintar’ (saya lebih suka menyebutnya ‘orang akademis’).
Selain tiga KK diatas, ada juga dulu sebenarnya ‘dua KK’ lainnya (yang dulu berdasarkan Lab), yaitu Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi (PSKE) dan Sistem Informasi dan Keputusan (SIK). Dengan kebijakan 3 KK, maka PSKE masuk ke MI dan SIK masuk ke SITE.
Jika anda jeli, maka ‘dua KK’ diatas sebenarnya memang berbeda dibanding tiga lainnya. Masing-masing KK sebenarnya customized. Maka perubahan menjadi tiga KK bukan hanya karena dekat-tidaknya sebuah bidang dengan bidang lain tapi juga ‘kedekatan personal’ dan ‘ego ilmu’ lah yang akhirnya bicara. Dan bila sudah masuk ke ‘urusan dalam’, kurang etis bila dibicarakan disini.
***
Setelah proses pendidikan di kampus, maka di ‘dunia riil’ seorang industrial engineer secara umum akan dihadapkan pada dua kutub TI yang harus dipilih, hard atau soft TI. Dari pembahasan diatas, hard lebih ke arah engineering yang dalam hal ini menufaktur, design atau shopfloor. Misalnya, bekerja sebagai PPC (Planning and Production Control) atau quality staff di perusahaan manufaktur, atau pekerjaan yang dikesankan ‘keras’ yaitu di pabrik.
Sedangkan soft mengarahkan pada manajemen yang belantara-nya ‘relatif’ sangat luas dan dikesankan ‘lunak’. Mulai dari officer di bank atau policy management di konsultan.
Pun sebenarnya, pembagian itu kurang fair mengingat ada beberapa bagian TI yang tidak bisa dipisahkan menjadi dua kutub begitu saja. Bagaimana dengan seorang project engineer di perusahaan minyak misalnya, yang harus ke lapangan (‘keras’) tapi kerjaanya ‘lunak’. Namun, sekali lagi pembagian itu lebih ke arah generalisasi yang memudahkan saja, antara shopfloor dan manajemen. Dan project engineer tadi, tetap dimasukan ke ranah manajemen.
Dua kutub manufaktur-manajemen ini jugalah yang konon membidani lahirnya Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) ITB. Katanya, jika dulu TI tidak memberikan ‘restu’, maka SBM urung ada. Entah benar tidak, yang jelas SBM sekarang memang banyak digawangi dosen-dosen ‘ex-TI’, khususnya bidang manajemen.
Tentu saja, ini lagi-lagi ada hubungannya dengan ‘kecenderungan kebijakan’ TI ITB pasca 2000 untuk lebih ke manufaktur. Tapi tenang, sekalipun sejak tingkat I hingga IV mahasiswa TI lebih ke arah pendekatan manufaktur, tapi di tingkat IV (dan Tugas Akhir pastinya) banyak sekali daftar mata kuliah pilihan TI bidang manajemen yang leluasa dipilih.
***
Jika kemudian ada sebuah selentingan (atau pembunuhan karakter karena rasa iri?) yang menyebutkan bahwa TI itu tidak jelas, mempelajari semua ilmu ‘dasar’ engineering (mesin, elektro, informatika, material) dan manajemen juga, maka sebenarnya ada juga ilmu-ilmu ‘khas’ TI semisal ergonomi, operational research, rekayasa kualitas atau project management. Dan itulah salah satu ‘kelebihan’ TI yang justru tidak dimiliki oleh bidang non-TI yang langsung spesifik.
Pun bila dikaitkan ‘fakta’ dunia kerja bahwa lulusan S1 itu lebih membentuk paradigma daripada keahlian dan ilmu kuliah yang digunakan di dunia kerja ‘tidak seluruhnya’, maka TI bisa menjadi ‘peletak paradigma’ yang kesempatan selanjutnya masih terbuka. Seorang sarjana TI sesuai minatnya, bisa saja memilih menekuni bidang IT, manafaktur, manajemen atau entrepreneur, dan karena konsep TI yang integral, maka seorang industrial engineer lebih mempunyai nilai lebih karena mempunyai ‘cakupan lebih luas’. Sebagai contoh katanya, sebuah employer akan lebih memilih TI untuk posisi manajemen daripada yang ‘asli’ dari bidang manajemen sendiri.
Maka, seorang TI ibarat gelas yang baru terisi setengah air dan masih terbuka. Kemudian, kesempatan terbuka untuk mengisi setengah-nya lagi dengan bidang yang diminati. Seorang guru besar TI, mengibaratkannya TI adalah ketan yang bisa diubah lebih lanjut menjadi beragam macam jenis makanan.
Salah satu kelemahan TI pastinya, karena ‘pengetahuan kulit’ yang tidak spesifik ke bidang tertentu. Ini harus diakui, juga karena konsep integral itu sendiri. Bila ini tak bisa diimbangi oleh semangat belajar lagi (terus menerus) yang kuat dan keberanian memilih bidang yang mau ditekuni, maka kebingungan mulai menjemput saat di tahun-tahun akhir kuliah.
Bidang TI juga bukan merupakan keilmuan dengan spesifikasi keahlian, semisal elektro, sipil atau bahkan kedokteran. TI seolah 'mengkombinasikan' engineering dengan management. Jadi, pertimbangan masuk TI untuk mendapatkan 'skill khusus' engineering seperti halnya teknik-teknik lainnya jelas salah.
'Kelemahan' lain yang akhir-akhir ini muncul terutama di TI ITB adalah kebijakan mahasiswa baru pada angka lebih dari 200 di tahun ajaran 2006/2007, lebih dari dua kali lipat dibanding 'galur murni' terakhir SPMB 2002. Saya tidak tahu atas dasar apa ‘pengambil kebijakan’ memutuskan tersebut. Apakah ini karena prinsip semata ekonomi, misal melihat demand tinggi karena profil alumni TI mempunyai nilai tambah tinggi dari sudut pandang investasi pendidikan? Atau mungkin karena (lagi-lagi) tentang ‘ego’ akibat ‘jurusan lain’ yang semakin eksis?
***
Satu lagi yang seharusnya dipunyai oleh seorang TI, yaitu leadership (dan semua softskills yang menyertainya). Semua sarjana-profesional memang membutuhkannya, tapi dengan ‘konsep integral’-nya maka seorang TI yang katanya identik dengan manajer jelas-jelas lebih sangat membutuhkan leadership untuk bisa menjadi the real integrator.
Akhirnya, sekalipun saya bukan alumni ‘senior’ setidaknya saya ingin berbagi buat adik-adik TI yang masih di kampus, manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk memperkuat sub-bidang TI yang diminati dan asah softskills untuk lebih mempertajamnya. Bukan IP sangat tinggi yang menjadi kunci sukses di dunia pasca kampus, tapi benar-benar konsep integral (dengan softskills) dan continous learning yang menjadi kekuatan TI.
Serta buat teman-teman seperjuangan yang baru saja wisuda*, angka pengangguran terbuka 2007 sebesar 10,55 juta mudah-mudahan tidak bertambah di akhir tahun. Semoga menjadi profil almuni ITB yang baik. Dan Indonesia, membutuhkan orang-orang yang bisa berpikir integral dan sistemik, sangat dekat dengan apa yang kita geluti selama ini: Teknik Industri.
*Wisuda ITB 21 Juli 2007