Wednesday, May 02, 2007

Menjadi Guru

Guru, sebuah pekerjaan yang mulia. Pahlawan tanpa tanda jasa, demikian julukan itu disematkan. Membayangkan pendidikan, tanpa sosok guru laksana melukis di langit. Tanpa kehadiran seorang guru, pendidikan apapun itu mulai tingkat paling dasar hingga atas, formal maupun informal, tak akan pernah bisa berjalan.

Banyak orang menjadi guru, bukan sebab material. Karena guru, terutama di Indonesia, sudah dikenal dengan profesi yang bergaji sedang (untuk tidak dikatakan rendah). Sehingga minat untuk menjadi guru mungkin hanya ada di kepala sebagian kecil anak-anak. Padahal melalui perantara guru lah, cahaya ilmu itu bersemai.

Bagi guru sendiri, kebahagian terbesarnya adalah saat melihat anak didiknya sukses di masa depan. Itulah yang menjadi kebanggaan guru, yang mampu menghilangkan lelahnya dalam mendidik putra didiknya dengan hanya 'imbalan materi' yang masih secukupnya. Maka bagi anak didik, memberikan bentuk penghormatan atau sekedar tegur sapa kepada guru-gurunya dulu kala, akan memberikan energi kepada guru tersebut untuk terus mengabdi, dan mengabdi dalam pendidikan mencetak generasi penerus yang lebih baik.

Menjadi guru adalah pekerjaan mulia. Apa yang saya yakini, sebuah analogi yang diberikan guru SMU dulu, bahwa menjadi guru berarti sudah berniat untuk meletakan satu kaki di Surga, dan bukan sebuah hal yang berat untuk menggeser satu kakinya yang lain. Atas dasar sebuah keikhlasan akan perjuangan.

Maka, jadilah guru! Tidak hanya guru bagi anak-anak kita sendiri, tapi guru bagi anak, atau bahkan masyarakat. Formal atau informal, kecil maupun besar jumlah anak didik bukan menjadi soal. Karena semuanya akan berbalas. Menjadi guru, yang patut digugu dan ditiru.

Berbicara tentang pendidikan nasional, maka pertama kali kita seharusnya berbicara tentang guru. Selamat Hari Pendidikan...

---
Kapan Sekolah Kami Lebih Baik Dari Kandang Ayam

"Tanpa sebuah kepalsuan, guru artinya ibadah.
Tanpa sebuah kemunafikan,
Semua guru berikrar mengabdi kemanusiaan.
Tetapi dunianya ternyata tuli. Setuli batu.
Tidak berhati.

Otonominya, kompetensinya, profesinya
hanya sepuhan pembungkus rasa getir,"

"Bolehkan kami bertanya,
apakah artinya bertugas mulia
ketika kami hanya terpinggirkan
tanpa ditanya, tanpa disapa?
Kapan sekolah kami lebih baik dari
kandang ayam?
Kapan pengetahuan kami bukan ilmu kadaluarsa?
Mungkinkah berharap
yang terbaik dalam kondisi yang terburuk?"

"Ketika semua orang menangis,
kenapa kami harus tetap tertawa?
Kenapa ketika orang kekenyangan,
kami harus tetap kelaparan?
Bolehkah kami bermimpi di dengar
ketika berbicara?
Dihargai layaknya manusia?
Tidak dihalau ketika bertanya?
Tidak mungkin berharap
dalam kondisi terburuk,"

"Sejuta batu nisan
guru tua yang terlupakan oleh sejarah.
Terbaca torehan darah kering:
Di sini berbaring seorang guru
semampu membaca buku usang
sambil belajar menahan lapar.
Hidup sebulan dengna gaji sehari.
Itulah nisan tua sejuta
guru tua yang terlupakan oleh sejarah,"

*Prof. Winarno Surahman, dibacakan saat peringatan hari guru, 2005

3 comments:

Beni Suryadi said...

ente jadi guru, ane jadi pengusaha..annti ane nyumbang buat bikin sekolahnya =D

Anonymous said...

semakin banyak guru yang 'dilecehkan', dipandang sebelah mata oleh muridnya sendiri, lha kesejahteraannya ga kunjung membaik.semoga kta ga tmasuk murid yang begitu

Trian Hendro A. said...

#ben: lho.. bukanya kite sepakat mau jadi guru? :p

#gung: jadi, udah say hello sama guru lagi mas?