Thursday, April 13, 2006

dunia anak

Dunia anak-anak adalah dunia yang indah, begitu kata banyak orang. Dunia tanpa ambisi, sebuah dunia yang murni atas jalinan kasih sayang diantaranya. Dunia penuh keceriaan, tanpa takut salah dan sah-sah saja jika merasa benar.

Anak-anak mengenal bahwa teman adalah murni teman, orang yang berada di sekelilingnya, yang mengajaknya bercakap dan menemaninya bermain. Dendam, tidak pernah mendalam diantara mereka. Sakit hati hari ini, esok hari mereka akan tertawa bersama lagi.

Anak-anak sedikit mengenal malu, berani dan percaya diri. Salah-benar bukanlah hambatan untuk tampil, menunjukan seolah-oleh mereka telah mengerti, telah dewasa seperti halnya kakak-kakak mereka. Ah....seandainya mereka mengerti, bahwa kedewasaan tidak selalu identik dengan kebebasan, keberanian seperti yang mereka pikirkan.

Mereka bercanda, beramai-ramai, bersorak, dalam beragam aktivitas yang selalu menjadi khasanah mereka. Kotor, kepolosan, ketelanjangan, kenakalan tak mereka hiraukan. Toh ini adalah dunia kami, batin mereka mungkin. Sedangkan kita, orang yang (merasa) dewasa selalu tak habis pikir dengan tingkah mereka.

Tapi anak-anak inilah yang aku yakini sebagai satu-satunya makhluk yang menyimpan energi peradaban dunia. Siapa bilang itu anak muda, pelajar atau mahasiswa? Hanya di wajah anak-anak lah dunia menemukan kesejatiannya. Dunia tanpa ambisi, dunia penuh makna kehidupan, dunia yang selalu menjadi pengayom dinamika segala rupa. Sedangkan anak muda, sudah pasti tak akan mampu menampilkan dunia yang seperti itu lagi.

Lalu, jika di tangan anak-anaklah masa depan dunia dibentangkan, maka di mata-mata mereka pula pandangan dunia tergambarkan. Dan di jari-jari merekalah lukisan dunia tertorehkan. Bahkan seringkali, kejauhan pandangan dan ketajaman hati mereka lebih diatas manusia dewasa sekalipun. Dan aku yakin, itulah buah kepolosan dan kejujuran mereka.

Jangan anggap remeh, tangan-tangan mereka bahkan lebih kuat daripada tangan-tangan kita. Tekad-tekad mereka melebihi para juara. Usaha-usaha mereka lebih bersungguh-sungguh daripada yang kita lakukan. Lalu pada akhirnya, do’a-do’a mereka bisa jadi lebih dikabulkan daripada do’a-do’a kita. Yang aku yakini lagi, itulah buah ketulusan senyum-senyum mereka.

Di mata, wajah, dan tangan mereka lah masa depan peradaban disemaikan. Biarkan mereka merangkai sendiri, karena kita sudah terlanjur jauh dari kejujuran murni manusia yang mereka dekap sekarang. Jangan halangi karya-karya kecil peradaban mereka, karena kita telah lebih dulu takut sebelum memulai berkarya.

Kita lihat saja mereka dalam berproses menjadi pelita-pelita baru, berkelip-kerlip riang, menyebar, berkumpul, meramaikan dunia ini sedikit demi sedikit dengan mukjizat yang hanya Allah berikan kepada mereka, a magic of childhood. Dunia anak penuh keluarbiasaan.

Dan akhinya, kita seharusnya juga bisa belajar dari mereka ...

2 comments:

Anonymous said...

entah mengapa gw belajar jalanb waktu bayi lebih gigih dari pada buat lulus dari kampus ini..heheheh


mungkin ini yang disebut magic of chilhood ya?

Anonymous said...

mungkin juga bang ben, kita yang mengaku sudah dewasa, ternyata hanya sisa-sisa kehidupan yang telah berlalu
makin lama, makin renta aja....hehehe

kita inginya anak-anak yang belajar pada kita, padahal sebenarnya kita yang lebih membutuhkan mereka.