Menyesal, kata dan sikap yang tidak aku sukai sebenarnya. Tapi sekarang, tak ada kata lagi yang pas mewakilinya. Sebuah penyesalan tercipta, bukan untuk siapa-siapa. Hanya diri sendiri.
Menyesal, atas apa yang kita lakukan dalam hidup di masa lalu. Kalau kita rajin baca sejak dulu, pasti kita akan lebih berwawasan sekarang. Kalau kita punya bisnis sejak dulu, mungkin sekarang kita lebih maju. Dan sederet lainnya, yang harusnya bisa merubah kehidupan kita sekarang. Masih bisakah sekarang? Harus bisa.
Menyesal, ternyata kesempatan tidak pernah datang dua kali dengan karakteristik yang sama. Sekitar satu tahun lalu, kesempatan mengemban amanah tertinggi dalam sebuah organisasi itu ada. alasan memang selalu ada. sekarang, tinggal sebagai bunga kehidupan.
Menyesal, karena kemudian apa yang didambakan untuk dikerjakan tidak bisa optimal dilakukan. Alasan sibukkah? Karena, “masa setingkat saya melakukan itu!” Atau Masa depan yang sudah jelaskah? Pertanyaan sederhana, bukankah itu pilihanku sendiri? Ucapan maaf, masih diterimakah? Kepada orang-orang yang percaya bahwa saya bisa, sulit bagiku ternyata. Mungkin mudah, tapi ternyata tidak bagi orang-orang yang tidak sepenuh hati. Sanksi diri sendiri.
Menyesal, melihat segala kejadian di muka bumi dan kita hanya bisa melihat miris, tanpa kuasa merubahnya. Cukupkah sebuah tekad, “kita akan merubahnya di masa depan?”. Klise. Lalu apa sekarang? Harapan yang tersisa.
Menyesal, dalam sebuah perhelatan rutin di kampus, yang tahun lalu jadi alasan melepas kesempatan itu, sekarang hanya (pura-pura) diam, antara keinginan dan realita. Bukan hanya sedih, tapi juga kesal, “segitu aja koq ga bisa”. Tapi, apakah itu penyesalan? Karena ternyata, perhelatan itu mundur tanpa pasti. Bisakah “penyesalan” ini tidak terulang? Sekali lagi, keinginan dan realita.
Tapi karena menulis ini, aku tak perlu menyesal. Ternyata benar, seorang penulis-lah yang pikirannya terbuka. Tanpa malu, tanpa tedeng aling-aling mengungkap apa yang seharusnya disampaikan, kalau itu memang harus dilakukan. Persis dua hal yang tidak saya suka, kemunafikan dan kesombongan.
Dan sekarang, aku tahu hal yang lebih punya jiwa, dibandingkan sekedar rasa penyesalan, sedih, pilu, miris yang mendalam. Aku belajar akhirnya. tangung jawab itu mahal.
------------
Alallahumma inni ‘audzubika minnal hamma wal khazan...
(Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah)
3 comments:
Penyesalan terberatku saat ini, adalah lalainya aku melakukan permintaan seseorang yang kini telah tiada. Permintaan yang tidak sulit bagiku melakukannya. Tapi hingga kepergiannya aku hanya menunda.
Tulisan diatas sedikit melegakanku. Pelajaran berharga itu. Kiranya boleh aku mengutip sebagian dari kata katanya untuk ditulis dalam bukuku.
Terima Kasih
Best Regards,
Mojo
Hdup bkn untk disesali
Aq trlhr d dunia ni untk menghadapi tantangan,,aq brjuang untk melawan smw tantangan,tp apkh tntangan i2 mudah kt taklukan?tentu tdk..krn membthkn perjuangan,n apabla kt gagal kt jgn menyesalinya,albert einstein n orang trkmuka ddunia ini psti prnh mgalmi kgagaln sblm mengapai
Tonggak sjarahx..tp apakah mereka menyesali kgagalan !? Tntu tdk ,krn mreka mempunyai kyakinan dri untk bngkt mraih
Hrapan,,tp kt sbgai manusia psti sering meglmi penyesalan,krn i2 memang kodrat manusia,tnpa penyesln kt tdk kan pernh brsdh,tdk kan prnh menangis,dan kt tdk mengerti arti hdup ini,tp sbaikx kt jgn trlalu larut dlm pnyesalan..krn HDUP BKN UNTK DISESALI..
Post a Comment