Saya mendefinisikan asketis secara sederhana, adalah perasaan cinta terhadap suatu hal yang berlimpah sehingga seluruh hidupnya terpengaruh atau dipengaruhi oleh sesuatu itu. kata pujangga cinta, “hidup mati hanya untuk dia”.
Lalu apa egois? Simpelnya, sikap mementingkan sesuatu dari kacamata diri sendiri. egois dekat dengan individualis, primordialis dan sikap centris lainnya. kata anak muda, “emang gue pikirin?”
Apakah asketis, sebuah sikap yang egois?
Seorang menentukan pilihan masing-masing. Dan manusia haru sepenuhnya sadar, tangung jawab atas pilihannya itu. lalu, manusia pula yang menilai sendiri, layak tidaknya dirinya berada dalam lingkungan tertentu. Jika dia kemudian meninggalkan lingkungan yang orang lain nilai baik, tapi tidak begitu menurutnya. Apakah itu egois?
Dengan segala keteguhan hati, seseorang melakukan apapun demi suatu hal, apa yang menjadi keputusan itu. orang lain menilai, “koq bisa, dia melakukan itu?” minim rasionalitas, itu yang kita lihat. Mengorbankan suatu yang lebih besar, indah, lebih baik lingkungannya hanya suatu hal yang lebih kecil, lingkungan tidak jelas dan abu-abu. Apakah itu asketis?
Dari dua cerita diatas, asketis ternyata bisa menjadi hal yang egois menurut orang lain. tapi, ternyata asketis tidak selamanya egois.
Tahu kepercayaan memakai silicea? Silicea, sebuah pengikat besi tajam di paha sehingga ketika ada rangsangan organ vital, maka alat itu akan menekan nafsu itu. sakit, pengorbanan diri atas nama asketis.
Ashram, sebuah komunitas terbayang ciptaan Gandhiji. Banyak orang yang meninggalkan zona nyamannya untuk bergabung dalam komunitas ini. hidup dari memintal kain dan berkebun. “memintal adalah gerakan menuju swaraj (kemerdekaan, kemandirian),” kata Gandhiji. Dan tapasya (pengekangan nafsu) bukan lagi ritual disana. Asketisme melanda mengalahkan egoisme.
Atau dalam risalah Muhammad bersama para sahabatnya. Tidak ada satu pun sahabat sejati yang mengutamakan kepentingan pribadinya. Bahkan, “barangsiapa yang mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi apapun, maka dia akan bersama dengan yang dicintainya di akhirat”. Hikmah berharga umat islam.
Ada pilihan untuk melakukan segala sesuatu karena diri sendiri, tanpa alasan asketis terhadap sesuatu itu. asketis tidak selamanya baik, pun tidak seluruhnya buruk. Hanya, apa yang harus kita asketis-kan, sebaiknya penuh pertimbangan. bukan karena kita pribadi menilai baik dan nyaman, juga bukan karena dogmatisme. Penuh kesadaran dan tanggung jawab. So, be carefull of what you wish for...
No comments:
Post a Comment