

Sederet kursi telah ada, dan tak lama acara pun dimulai. Seorang bapak mengenakan safari gelap menyambut kami dengan memperkenalkan Sumut sebagai potret multikulturalisme. Selain itu, banyak potensi yang dimilki oleh propinsi ini yang akan digunakan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Bapak inin juga menyampaikan bahwa Medan adalah ibukota Sumatera secara keseluruhan, karena menjadi kota terbesar di pulau itu dan terbesar ketiga Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Dan memang, kota ini tergolong besar (apalagi dibandingkan Bandung), walaupun jalannya tidak selebar Surabaya.
Kemudian, seorang ibu menyampaikan laporan kegiatan PK V ini. rupanya dia dari panitia lokal Medan. yang membuat peserta riuh adalah ketika ibu tersebut menyampaikan bahwa sebenarnya peserta akan diajak ke Prapat untuk melihat keindahan Danau Toba dan Samosir. Tapi karena perjalannya Medan-Prapat tidak sebentar dan acara padat, maka niat tersebut diurungkan. Bagi sebagian besar peserta, Toba adalah cita-cita ketika berkunjung ke Sumut ini. Dan inilah yang ditangkap oleh Sang Bapak tuan rumah kita saat itu.


Singkatnya, sore itu kami berangkat ke Prapat dengan disediakan 10 bus yang jauh dari memadai bagi kami. Mengenai Prapat, aku sendiri sering salah menyebutnya Prapatan, karena dalam bahasa jawa banyak digunakan untuk menyebut perempatan jalan. Selama perjalanan, rombingan dikawal oleh mobil patroli Dishub dan artinya semua mobil yang ada di depan mempersilahkan kami lewat dulu. Pemandangan yang luar biasa, ketika kami diperlakukan seperti tamu resmi dan terhormat di Sumut. Sedangkan di sebelah kiri kanan jalan, perpaduan bukit dan gunung, hutan musim, sawah dan lembah menghibur ruang penglihatan kami. Sungguh daerah yang indah.


Kami pun beranjak dari samosir sekitar jam 1.30 dinihari. Di dalam perahu dan bus, masih ada bebarapa tanggapan yang menyadari betapa beruntungnya kita hari itu. mendapat sambutan sudah merupakan penghargaan, diperlakukan terhormat adalah anugerah, kemudian diberikan tanda mata yang akan dibawa di seluruh peserta ke daerahnya masing2 di Indonesia ini.
Paginya, secepat kami naik Kapal kembali dan upacara pelepasan yang lebih sederhana dilakukan oleh TNI AL. Belawan makin jauh, tapi kami masih sangat ingat saat-saat kemarin menjalani salah satu perjalanan terindah dalam benang kehidupan kami masing-masing. Serta tak lupa, seorang bapak yang telah memberikan yang terbaik bagi kami.
***
Dan siang kemarin, Senin 5 September. Teng....tet....tet..., sebuah sms datang dari seoran kawan yang juga tahu perjalanan PK.
“...Udah tau kan kecelakaan pesawat di medan td, korbannya 100 lebih. Ikut tewas gubernur sumut rizal nurdin.."
Sejenak diam, tak bisa berkata dan tidak pula membalas sms itu. Bapak itu telah meninggalkan kami. Dan kami masih belum menjawab harapan-harapannya untuk menjadi pemuda masa depan, yang mengangkat bangsa ini menuju kejayaan. Yang mampu membawakan pesan persatuan untuk seluruh komponen bangsa, dan yang menjunjung tinggi budaya bangsanya.
Harapan-harapan itu kini dipercayakan kepada kami sepenuhnya. Dan kaos itu akan kujaga, sebagai pengingat harapan sekaligus karena mungkin kami tak akan pernah lagi merasakan pengalaman seindah 1.5 bulan yang lalu. Yakinlah bapak, segenap anakmu dari Sabang sampai Merauke akan mengenang dan mendo’akanmu.
No comments:
Post a Comment