Wednesday, January 30, 2008

Ibu-ibu zaman sekarang

Pagi ini sarapan di warung dekat kontrakan. sembari melahap dengan menahan rasa, karena badan yang kurang sehat. terdengar singkat dua ibu masuk ke warung untuk membeli makanan.

Awalnya wajar saja, mereka membeli beberapa lauk dan nasi. tapi kemudian salah satu ibu itu menyela,

"enakan beli gini bu ya, daripada masak sedikit dan cape," kata ibu pertama

"iya bu, saya juga suka beli daripada masak sendiri," timpal ibu kedua

Karena perhatian sudah diarahkan ke pembicaraan dua ibu tersebut, maka sebentar melihat bahwa salah satunya membayar lauk dan nasi yang dibelinya sejumlah 15 ribu. dalam hati kemudian berpikir, memang masuk akal kalau 'hanya' 15 ribu dibandingkan cape jika masak sendiri.

Tapi kemudian berpikir, jam sepagi ini (sekitar jam 8) dan ibu ini tidak dalam kondisi berangkat kerja (terlihatnya ibu rumah tangga biasa), apa yang dilakukan lagi kalau makanan beli terus tidak masak lagi??

Ok, untuk perempuan yang punya aktivitas fenomena 'membeli makanan' diatas sudah jamak dan hal yang wajar. tapi bagaimana dengan dua ibu rumah tangga ini, atau banyak ibu-ibu lain yang berpikiran sama seperti itu.

Jadi bagaimana menurut anda fenomena ini, dari kacamata laki-laki atau perempuan sendiri?

16 comments:

ikram said...

mendingan jadi agen sunlight kali daripada masak :D

tapi bukannya memasak atau tidak itu pilihan, trian?

Lita Uditomo said...

mungkin bener kalau untuk keluarga kecil mendingan beli 'matengan' daripada masak sendiri.

Soalnya kalau masak sendiri selain perlu lebih banyak energi, jatuhnya bisa lebih mahal dan masaknya ngga bisa sedikit doang :)

Unknown said...

ibu-ibu sekarang tuh emang gitu. keahlian masak udah ga penting,bisa nyuruh orang. yang penting mereka harus pintar dalam menempatkan diri di pergaulan suaminya. bisa memotivasi suaminya, bisa beberapa bahasa asing, nyambung dalam lawakan2 ringan tapi intelek, dan ga malu2in lah kalo suaminya ada pertemuan sama pejabat atau delegasi dari negara lain. :)

Trian Hendro A. said...

#Ikram: haha, betul juga ikram mending ikutan sunlight. masak itu pilihan, tapi masak perempuan ga bisa masak :p

#Mbak Lita: tapi moso mau beli terus tiap hari mbak, lalu kapan masaknya?hehe

#Fiksi: wah, no comment deh :D

Rachmawati said...

Gimana ya, kalo menurut Rachma sih kalo emang punya waktu mending masak sendiri, jadi bisa memonitor gizi yang masuk, tau kalo makanan yang masuk itu masih fresh atau gak, halal atau gak. Tapi kalau emang sibuk... nggg, ya minta bantuan suami dunk buat bantuin masak, heheheh :P.

Kalau ibu-ibu tadi... hmm, mungkin emang mereka sibuk Trian... jadi gak sempet masak karena cape. Lagian, bisa masak itu bukan syarat sah jadi istri, tapi syarat sah jadi koki :P.

amircool said...

wah...sepakat sama fiksi. memang fiks, great man think alike

brama said...

jangan under-estimet gitu yan..

siapa tau abis mbeli lauk itu dia langsung nyapu rumah, ngepel, nyuci, mbenerin atap rumah bocor, membajak sawah, cari rumput buat ternak, cari kayu bakar, mandiin sapi di kali..

kalau harus masak kan pasti cuapek..

P.S.: kalau pengen jadi perempuan, sampeyan pake daster aja, yan =p

Anonymous said...

Haha...
Komentar Pak Bram itu "wise" ya...

*whooii...., you ijin lagi sakit apa ngebolos nih, jam8 masih bertengger di warung...?Kena marah kepala sekolah lho...

*semoga lekas sembuh... :)

Anonymous said...

Like I have told you before,,, kalo aku tidak mengerjakan pekerjaan2 rumah tangga,,,aku tidak akan merasa sebagai wanita :),,, I'm sure u know me well,,,

Trian Hendro A. said...

#Rachma: iya Ma, masak sendiri emang beda. perempuan yang bisa masak itu jadi pertimbangan 'lebih' untuk menjadi calon istri tampaknya.. :D

#Amir: thanks for your stopping by :). apa kita berpikir sama tentang kriteria calon istri Mir? hehe

#Bram: sembarangan kamu Bram, kamu pake daster. karena sering 'jalan2' (atau cari prospek Bram? -no offense :p)

#Abi: makasih, Alhamdulillah dah sehat Bi. eits,jangan bilang Pak Kepala dong. Bi,kayanya saya nemenin Mas Umam di Soka, do'akan ya :)

#Anonymous: halo nduk :p, jadi kamu harus belajar masak disana lho ya..hehe. semoga menjadi wanita yang baik, amin.

Anonymous said...

wah, rada panas baca artikelnya. soalnya temen2 yang ibu2 rata2 pada masak sendiri tuh. mungkin di indo banyak tukang jualan masakan meureun..

but anyway, masak itu juga melelahkan loh, apalagi kalo ibunya bekerja, bisa makan waktu 1- 2 jam dan ludes dalam 30 menit :).

Tapi kepuasan kalo makan bikinan sendiri bareng2 suami/or temen2 trus dipuji enak, itu jadi kepuasan tersendiri :)

Dika Amelia Ifani said...

hm, brama husnuzhon (berbaik sangka) gitu Pak Trian..bagus. karena memang masak itu hanya sebagian dari sejuta pekerjaan rumah tangga (berlebihan :p). Tapi terkadang masak dengan 'misi tertentu' memang menyenangkan..

noerce said...

Sbg entitas yg bisa dikategorikan tdk bias masak alias kuper di dapur...he2, bwt saya terkadang ini mjd "beban", saat disandingkan dengan mrk yang pintar alias "jago" masak.

Namun, di satu sisi, ktk hrs krj&tuntutan utk hrs masak sendiri msh kecil(wkt & biaya, analog pendapat Mbak Lita) tetap tdk bisa digeneralisir kan..??(misal krn wanitanya malas/ sebab negative lain..hee, compare-an dr tulisan terbaru-semua generalisasi adalah salah-)...Case by case "toh'?

Anyway...hny butuh "niat" smua pasti bisa...it's about time & necessity...^^

Anonymous said...

Saya pernah kost di Yogya saat awal kerja, ibu kost nggak kerja, suami kerja di Kalimantan...tapi tetap rantangan, karena kalau dihitung lebih murah dibanding masak sendiri (untuk ukuran Yogya memang mungkin)...anehnya bajupun di laundry ala kampung...

Saya pribadi lebih suka masak sendiri, walau cuma tempe tahu goreng, telur dadar dan sambal kecap, apalagi masak nasi bisa pake rice cooker. Beli jadi, apalagi pagi-pagi malah bikin kemrungsung, maklum meja makan harus udah siap jam 5.30 wib, anak-anak berangkat sekolah jam 6 dan saya ikut jemputan berangkat ke kantor jam 6.30. Menu untuk seminggu pun udah ditempel di lemari dapur, karena yang masak si mbak...hari Sabtu Minggu baru nyonya bisa masak..dan betapa bahagianya jika si sulung bisik-bisik..."masakan ibu lebih enak"...hehehe

Anonymous said...

klu gue sih, lebih suka masak ndiri, biarpun gue sibuk..soalnya masak itu seni dengan berbagai keahlian mulai dari kemampuan ekonomi, matematika, kimia, fisika even biologi dst. ha ha ha..lagian masak tuuh kaya' ada unsur meditatif-nya, pelepas stress.

cuman kasus ibu-ibu itu mungkin itu cuman 'obrolan kamuflase' sebagai bentuk permisif beli'rantengan'ala ibu rutang he he..^^

Dwi Ratna said...

Tidak semua suami ingin selalu makan masakan istri, meski hanya ibu rutang. Contoh suami saya, (mungkin karena masakan saya tidak enak kali...hi..hi). Kalau pas tidak punya mbak2, suami selalu menyarankan untuk beli aja dari pada repot-repot sibuk di dapur.Masak bukan suatu keharusan bagi suami saya (mungkin suami yang lain beda, dan itu sah-sah saja), tapi menemani suami makan dan mendengarkan dia bicara adalah keharusan bagi dia. Nah artinya ini tergantung bagi keluarga masing-masing.Tapi mau tau apa yang dikerjakan ibu-ibu pada pagi hari kalau gak masak? masih banyak lho, contohnya, mulai browsing atau menulis blog termasuk memberi komen pada blog ini, hi..hi, daripada berkutet di dapur lengkap dengan daster+celemek, bau asap...sementara beli mungkin lebih murah dan praktis. Alasan yang reasonable kan?