Saturday, August 26, 2017

FEM #3 2017: Sharing Isu-Isu Migas Indonesia


Jakarta, 3 Agustus 2017 - Engineer dari PT Medco E&P Indonesia (MEPI), Bapak Trian Hendro Asmoro, tampil berbagi ilmu dalam kegiatan yang diadakan oleh Forum Energi Muda yang bertema Challenges and Improvements of Oil & Gas PSC in Indonesia. Acara diskusi dan sharing knowledge tersebut digelar di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis malam (3/8).

Senior Project Engineer ini mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan S2 jurusan Petroleum Energy Economics & Finance di University of Aberdeen, UK tahun 2014-2015. Jalur beasiswa tersebut berasal dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan RI.

Dalam pertemuan edisi ketiga yang diadakan Forum tersebut, Bapak Trian memulai diskusi dengan presentasinya mengenai beberapa hal tentang perkembangan dunia minyak dan gas bumi (migas), sistem Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia beserta tantangan di fase eksplorasi, pengembangan dan produksi. Dia juga menyoroti topik yang sedang hangat diperbincangkan di kalangan pelaku industri hulu migas nasional, yaitu migas sebagai komoditas atau  katalis perekonomian, serta fenomena kebijakan gross split versus cost recovery dan economic sliding scale.



Menurut Senior Project Engineer MEPI ini, migas adalah investasi jangka panjang yang secara normal melalui tahapan eksplorasi, pengembangan dan produksi, sehingga kondisi supply tidak bisa elastis terhadap perubahan demand dan harga minyak. Dengan begitu, response perusahaan migas ketika harga minyak naik atau turun tidak bisa dilakukan dengan cepat seperti industri manufaktur atau industri lainnya.

“Inilah yang menjadi salah satu resiko bagi para pelaku industri hulu migas. Misalnya, ketika pada fase eksplorasi atau pengembangan harganya tinggi, lalu ketika memasuki fase produksi harga turun. Maka itulah resiko yang harus dihadapi,” papar Bapak Trian.

Sementara ketika menerangkan mengenai mekanisme gross split sliding scale yang per 1 Januari 2017 mulai diterapkan di PSC PHE ONWJ, Bapak Trian berpendapat bahwa secara umum Pemerintah ingin mendapatkan kepastian porsi bagi hasil untuk pendapatan negara dalam menghadapi fluktuasi harga minyak. Sementara di sisi lain, KKKS harus melakukan efisiensi.

“Paling tidak, apapun kondisi harga minyaknya, mekanisme gross split memberi kepastian untuk negara. Pemerintah ingin mendapatkan porsi bagi hasil yang pasti. Namun oleh kontraktror migas, hal ini dilihat sebagai suatu hal yang kurang menarik, karena perbedaan keekonomian lapangan antara harapan saat PSC atau PoD ditetapkan dan kenyataan menghadapi faktor lain misalnya fluktuasi harga minyak. Karena itulah, perlu adanya mekanisme yang fair bagi kedua belah pihak,” ungkapnya dalam diskusi tersebut.



Ratio Factor Sliding Scale
Lebih lanjut, dia juga sharing mengenai paper-nya di acara IPA Convention tahun 2016 tentang opsi perbaikan selain gross split. Dia menamakannya PSC with R-Factor (Ratio Factor) Sliding Scale. Ini untuk menentukan pembagian porsi bagi hasil antara Pemerintah dan kontraktor.

“Semakin baik dan ekonomis sebuah proyek, maka porsi yang bisa diambil oleh Pemerintah semakin besar. Begitu pula sebaliknya. Tujuannya adalah menciptakan sistem incentive yang lebih progresif dan fair bagi kedua belah pihak dan bisa berlaku otomatis bagi industri hulu migas, tidak perlu lagi ada penyesuaian fiscal terms saat harga minyak turun atau naik, dan hanya menggunakan rumus sederhana accumulated revenue dibagi accumulated cost,” jelas Bapak Trian.

Menurutnya, mekanisme ini menggunakan basis bahwa dalam banyak lapangan migas hanya ada tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi keekonomian migas. Pertama adalah harga, kemudian production rate atau berapa produksinya, dan terakhir adalah belanja modal (development capex). Artinya, faktor-faktor komersial lebih dominan dalam menentukan keekonomian sehingga desain fiscal terms juga harus mempertimbangan hal tersebut.

Semakin larut suasana diskusi menjadi semakin hangat. Para peserta datang dari beragam  latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Mereka serius menyimak penjelasan dari Bapak Trian mengenai beragam tantangan dan perbaikan yang saat ini dialami para pelaku industri hulu.  

Beragam pertanyaan dan pernyataan dilontarkan terkait fenomena kesiapan seluruh pelaku industri lain yang terdampak dalam menghadapi kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah pada industri hulu migas mengenai gross split sliding scale.

Apakah kebijakan gross split ini lebih baik dibandingkan cost recovery? Menurut Bapak Trian, pro dan kontra pasti ada, namun belum bisa dilihat hasilnya karena baru tahun ini diterapkan. Apapun skema fiscal terms yang diterapkan, diharapkan bisa menjawab kebutuhan tidak bergairahnya kegiatan eksplorasi di Indonesia. Seperti ditunjukan data tahun 2000 hingga 2016, di mana lebih dari 50% lapangan migas fase eksplorasi dikembalikan ke Pemerintah dan kurang dari 10% lapangan eksplorasi menjadi produksi hari ini.

Akibatnya, reserve replacement ration (RRR) Indonesia menjadi sekitar 0,49 dan produksi migas cenderung turun. Sedangkan permintaan selalu naik. Demikian benang merah yang bisa diambil dari acara diskusi yang berlangsung hampir selama dua jam tersebut.


Forum Energi Muda adalah perkumpulan yang dimotori ikatan alumni penerima beasiswa LPDP bernama MataGaruda. Forum ini berfungsi sebagai wadah kontribusi para anggotanya dalam pembangunan Indonesia atas ilmu dan pengalaman yang diterima ketika bekerja dan mendapatkan kesempatan belajar di tingkat sekolah lanjutan (S2 dan S3) baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan ini juga sebagai wujud dharma bakti dan sekaligus menempa jiwa kepemimpinan mereka. (***)


*Laporan dan dokumentasi dari Tim PR Medco, Terima kasih :)

No comments: