Wednesday, January 04, 2006

belajar dari Arok

saya barusan baca Arok Dedes nya Pramoedya. seperti yang disampaikan penerbit dalam "blurbs", pergulatan kekuasaan pada dasarnya adalah serupa, yang ditunjukan oleh novel tersebut, antara penguasa, kalangan terdekatnya sendiri dan pihak diluarnya. dalam hal ini, Arok lah yang berada di luar lingkaran kekuasaan inti dan mendapat dukungan rakyat Tumapel, daerah tempat peristiwa ini.

dengan gayanya, Arok Dedes ini seperti sebuah fakta sejarah yang dibungkus dengan narasi dan dramatisasi sana sini khas Pram. jika anda seorang yang baru pertama kali membaca kisah Arok-Dedes-Tunggul Ametung (Akuwu Tumapel-mungkin seperti gubernur salah satu negara bagian Kediri, yang digulingkan), maka jangan salahkan diri sendiri bila kemudian hampir seratus persen menyakini bahwa kisah Pram ini memang benar-benar fakta sejarah, pun demikian dengan saya yang baru tahu detil tentang semua drama kekuasaan tersebut lewat Pram ini.

tapi kemudian, saya masih berpegangan bahwa karya Pram ini tidak lain sebagai sebuah fiksi sejarah. tidak lain didukung dua hal berikut :

pertama, dalam buku-buku sejarah yang diajarkan selama kita sekolah, tidak sangat jelas disebutkan tentang prahara tersebut sama persis (banyak sama) dengan cerita yang disebutkan di Arok Dedes ini. namun bukan berarti saya menjauhkan diri pada "sebuah kenyataan" yang disajikan Pram, tapi semata-mata sejarah sendiri hanya memberikan tokoh, wilayah dan garis besarnya, tidak sampai detil bahkan tentang percakapanya. artinya, Pram melakukan kolaborasi dan rekonstruksi peristiwa atas fakta sejarah yang terjadi.

kedua, dalam buku terbaru Pram "Jalan Pos, Deandels" disebutkan oleh penerbit sendiri (dalam resensi Kompas atau Republika, lupa), bahwa yang ditulis Pram (Jalan Pos) bukanlah semacam buku sejarah, melainkan sebagai sebuah deskripsi kisah masa yang benar-benar ada. artinya Pram melakukan juga dramatisasi dan romanisasi (pengolahan sehingga layak sebagai roman) atas kisah yang benar-benar ada, yaitu pembuatan jalan Deandels dan sekarang menjadi patokan penentuan kode pos.

dari dua alasa diatas, saya menegaskan kesimpulan bahwa Arok Dedes bukanlah semuanya fakta sejarah. dia adalah sebuah cerita yang disandarkan pada fakta sejarah, atau dalam bahasa lain sebuah fiksi sejarah. keahlian Pram lah dalam melakukan studi dan elaborasi yang menjadikan ia "hidup" seolah-olah semuanya murni sejarah.

terlepas dari itu, kisah itu sendiri memang menjadi cermin tentang sinema kekuasaan yang terjadi di indonesia. konon, prahara Tumapel sekitaran 1220 M itu sebagai bentuk "coup de tat" pertama dalam sejarah indonesia (ada yang bisa menyebutkan lainya?).dan seperti halnya dalam perjalanan sejarah berikutnya, maka tidak jauh dengan tipe-tipe pergulatan Tumapel, antara penguasa, orang-orang terdekat dan pihak luar. yang terdekat, peristiwa tahun 1966, 1998 tidak lain adalah rupa prahara dalam kisah Arok dan Tunggul Ametung.

sepertinya, para pemimpin bangsa sendiri sedkit banyak mengetahui bahwa sejarah selalu berulang. itulah mengapa Pak harto mundur dengan terhormat, dibandingkan dengan Tunggul Ametung yang dibunuh oleh tamtama nya sendiri atau Pak karno yang disendirikan. atau kenapa Bu tien yang selalu mendampingi suaminya kemana-mana karena (mungkin) tahu bahwa Pak karno sebagai pemimpin bangsa besar mempesonakan bagi wanita dan Arok sebagai orang yang terlahir sudra, bertingkah satria dan berhati brahmana tidak bisa melepaskan dari jerat indahnya "perhiasan dunia". Ah.. sejarah memang benar menjadi pelajaran berharga.

9 comments:

Anonymous said...

saya malah heran kalau asumsi pertamamu itu buku sejarah.

Tampaknya memang sejarah jawa adalah sejarah yang hilang. Babat tanah jawa pun tidak autentik lagi karena ditulis ratusan tahun setelah kejadian. Kemungkinan besar rekayasa penguasa *sigh!.. saya bercuriga lagi..

Saya lebih percaya sejarah yg ditulis oleh penjelajah asing seperti marcopolo atau orang cina. Ditulis pada saat kejadian dan tidak bertendensi.

Ceritanya memang cocok buatmu pak.. yang mau berkarir politik.. he..he..he..
IMHO every politician is an oportunist. are you?

Lucky said...

gw sepakat ama yg dikatain igun terakhir, tapi bukan oportunis, maleinkan pragmatis.
Itu jalan hidup politisi. Percaya deh.
hehehe :p

Trian Hendro A. said...

buat igun:pada dasarnya sejarah memang tidak pernah lepas dari siapa yang membuat, kalu bangsa kita belum siap katamu gun..tapi bangsa asing yang menulis belum tentu bisa lebih fair..ingat "Soekarno Files" yang ditulis Dake(?) yang heboh 1-2 bulan terakhir?

ki, gun, politisi emang oportunis? tapi negarawan? untuk menjadi negarawan..menurut gw..fase yang dilewatinya adalah menjadi politisi.

tapi aku ga terlalu pingin mjd politisi praktis un sich gun.. maunya, yg lebih dari itu.

ikram said...

Kenapa kalau menyebut soal sejarah yang berulang (terutama yang berkaitan dengan suksesi politik) selalu dengan contoh JAWA?

Sampai kapan sih Indonesia diartikan sebagai jelmaan Majapahit yang dahsyat itu?

Anonymous said...

Weleh-weleh.. bukan masalah orang asing/bukan ndro.. tapi kapan orang itu menulis? dan posisinya sebagai apa?.

Kalo sejarah jawa mengambil dari babad tanah jawa, itu sangat dipertanyakan (karena ditulis +- 200 th sesudahnya). Berbeda dengan cerita marcopolo atau pengembara cina, mereka menulis pada saat kejadian. Dan mereka menulis apa yang mereka lihat (walaupun bisa salah tafsir). Tapi setidaknya otentik, tidak dimanipulasi.

Kalo "Soekarno Files", nggak mau berkomentar ah.. bikin postingannya dulu dong..

buat ikram: hanya ada 2 bangsa di Indonesia, yaitu bangsa Jawa dan non-Jawa. he..he..he.. *sentimen kejawaan muncul

Trian Hendro A. said...

sepakat gun..kapan sejarah ditulis memang menentukan. kalau emang jauh dari waktu kejadian, kita seharusnya ttp menyebutnya sejarah (karena ada bukti yang digunakan), walaupun lebih baik ditulis saat itu juga. orang indonesia kan suka menunda-nunda..kaya...:)

tetap sulit, sejarah dibuat "fair". kata taufik abdullah (sejarawan), sejarah memang tidak bisa dilepaskan dari siapa yang membuat (penulis atau kekuasaan).

Soekarno Files..ngumpulin dana dulu gun..

buat ikram.. kisah arok-tunggul ametung dan gerakan tamtama (yang malah membunuh)..mungkin juga bisa dilihat pergulatannya pada kisah padri-adat dan belanda. sayang, saya belum tahu banyak tentangnya..

tentang jawa, no comment(ini realita!).

ikram said...

Sayang, sebenarnya saya mengharapkan jawaban yang lebih serius.

Ya sudahlah.

Trian Hendro A. said...

udah terjawab kan, kalau sebenarnya ada juga ragam sastra non jawa yang bagus. selamat buat Laskar Pelangi.

Anonymous said...

konon, prahara Tumapel sekitaran 1220 M itu sebagai bentuk "coup de tat" pertama dalam sejarah indonesia

setau saya, kudeta sudah dilakukan jauh sebelum jamannya ken arok, yaitu jamannya mataram kuno. di mataram kuno terdapat dua dinasti yang memerintah silih berganti, sanjaya dan syailendra. nah, pergantian itu selalu diawali oleh kudeta terhadap salah satunya.
begitulah sejarah kita....