“Dan jika kalian bertiga, maka hendaklah salah seorang (di antara kalian) memimpin”
Menjadi seseorang yang hidup di tengah-tengah manusia lainnya adalah hal yang fitrah di dunia ini. Dan yang kemudian muncul adalah keinginan untuk saling berinteraksi, berbagi dan melengkapi. Tapi kadang kebutuhan tersebut dihancurkan oleh emosional pribadi yang sifatnya sesaat. Oleh karena itulah, Islam memandang perlu peran seorang pemimpin dalam menjaga berjalannya dimensi sosial manusia secara harmonis.
Pemimpin bagi seorang muslim seperti layaknya kepala bagi tubuh. Inilah yang menentukan seluruh tujuan dan di sini pula tempat berkumpul segala informasi. Pemimpin juga merupakan lambang kekuatan, keutuhan, kedisiplinan dan persatuan. Namun harus kita sadari juga bahwa pemimpin bukanlah hanya sekedar lambang. Karena itu, ia memerlukan kompetensi, kelayakan dan aktivitas yang prima untuk memimpin anggotanya.
Melihat esensi kepemimpinan, sebagai muslim tentu tidak bisa sembarangan dalam memilih pemimpin. Jangan sampai perilaku “memilih kucing dalam karung” menghantui kita. Apalagi dalam kehidupan demokrasi seperti sekarang ini, dimana setiap suara pemilih dinilai sama. Sehingga dibutuhkan peran serta lebih kaum muslimin dalam menentukan pemimpinnya. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa yang menyerahkan urusan kaum muslimin kepada seseorang padahal ia tahu ada yang lebih pantas mendudukinya, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul dan orang mukmin (H.R Hakim).
“Barangsiapa mengangkat seorang laki-laki (untuk suatu jabatan) berdasarkan sikap pilih kasih, padahal ada di kalangan mereka orang yang diridhai Allah darinya, maka sesungguhnya ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul dan orang mukmin (H.R Al-Hakam, Suyuthi menshahihkannya).
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang membuat seseorang disebut sebagai pemimpin. Secara bahasa, pemimpin (Leader) adalah somebody whom people follow: somebody who guides or directs others by showing them the way or telling them how to behave; somebody or something in the lead: somebody or something in front of all others, for example, in a race or procession; somebody in charge of others: the head of a nation, political party, legislative body, or military unit (Microsoft® Encarta® Reference Library 2003).
Dalam bukunya Manusia Pembelajar, Andreas Harefa menarik perhatian kita dengan mengatakan bahwa Pemimpin adalah manusia, tetapi tidak semua manusia itu pemimpin. Sehingga, ada benarnya, jika sebagian orang beranggapan pemimpin itu dilahirkan bukan diciptakan. Karena memang tidak semua orang membawa karakter kuat sebagai seorang pemimpin, misalnya kita kadang merasakan aura kepemimpinannya. Lebih jauh lagi disebutkan dalam buku tersebut bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pemimpin dan manajer. Singkatnya bahwa manajer dan manajemen berurusan dengan things: benda, struktur, sistem dan efisiensi. Sedangkan pemimpin berurusan soal efektivitas, mengurus people dan memberdayakan potensinya.
Jika ada yang berpandangan bahwa dalam organisasi terjadi bias antara pemimpin dan manajer, maka berdasar pengertian diatas pemimpin adalah orang yang mampu membuat orang yang dipimpinnya melakukan sesuatu untuk sebuah tujuan bersama. Jadi tetap faktor manusia-lah sebagai komponen utama organisasi. Itulah yang senantiasa dijaga dalam islam yaitu dengan memilih pemimpin yang mendapat dukungan dari entitasnya.
“Sebaik-baik pemimpin kamu adalah orang yang kamu cintai dan merekapun mencintai kamu, kamu menghormati mereka dan merekapun menghormati kamu…” (H.R Bukhari dan Muslim)
Karena pemimpin bukanlah seseorang yang datang dari langit yang kemudian turun ke bumi, tercipta sekejap mata, maka dibutuhkan terpaan badai waktu untuk membuktikan bahwa karakter pemimpin memang pantas dilekatkan padanya. Penglihatan manusia bebarapa saat saja tak akan cukup untuk menemukan hakikat kepemimpinannya. Pengamatan yang dilakukan secara integral mulai dari aqidah, kepribadian dan tingkah laku dimulai saat kepemimpinannya terlihat di masa lampau. Seperti Amr bin Ash memaknai ketrampilan pemimpin: Jika seorang pemimpin tahu bagaimana memasuki suatu urusan, maka ia harus tahu bagaimana keluar dari urusan itu. sesempit apapun jalan keluar tersebut. Disinilah kepemimpinan masuk ke wilayah pembangunan dan pendalaman karakter kepemimpinan yang tidak bisa dilakukan secara singkat. Karena kepemimpinan bukanlah urusan kompetensi dan kelayakan semata, tapi juga nafas aktivitas yang prima dan keteguhan hatinya menjalankan prinsip-prinsip mulia.
Dan yang lebih indah, ketika Islam memberikan pedoman untuk bersikap kritis terhadap pemimpin kita. Sebuah mekanisme demokrasi santun yang menunjukan bahwa Islam tidak berhenti dalam proses pemilihan semata. Karena, jihad yang paling besar ternyata adalah menyatakan keadilan dan kebenaran terhadap pemimpin yang zhalim. Bukan suatu kemustahilan bila pemimpin kita melakukan kesalahan. Saat seperti itu, yang kita lakukan adalah ketidaktaatan karena “Tidak ada kewajiban patuh kepada siapapun di dalam urusan maksiat kepada Allah…”(H.R Ahmad).
Sebagai penutup, bagi pemimpin dan calon pemimpin masa depan. Amanah yang saudara emban bukanlah suatu kemegahan dan kebanggaan. Bahkan sampai beratnya beban amanah, Khalifah Umar bin Khatab memberikan sebuah ungkapan, Saya sudah cukup senang jika dapat keluar dari dunia ini dengan impas; tidak mendapat dosa dan tidak pula mendapat pahala. Jadikan janji Allah memasukan pemimpin yang adil dalam surga-Nya sebagai sumber energi hidup. Maka menjadi sebuah keniscayaan bagi siapapun pemimpin untuk memiliki kharakteristik kepribadian Islam dengan cakrawala pandang yang luas di jalan keteguhan hati mencapai ridha Allah Swt semata.
Dan bagi kita yang akan melakukan pemilihan pemimpin dan selanjutnya akan dipimpin, marilah kita sadari bahwa kesempatan kita hanya sekali untuk melakukan pilihan dengan tepat. Karena setelah itu, kemampuan kita dalam menentukan arah kepemimpinan tidak sekuat di saat kita memilih. Setidaknya, kita telah berusaha sekuat tenaga melakukannya dan yang pasti pertanggungjawaban pilihan kita oleh Allah Swt. Oleh karena itu, akan senantiasa dibutuhkan seorang muslim yang mampu menentukan pilihannya secara cerdas dan tepat. Karena ternyata setiap haripun, kita telah menegakan filosofi dasar kepemimpinan yang luar biasa dalam shalat berjamaah. Ada benarnya yang disampaikan Anis Matta dalam Serial Kepahlawanan-nya bahwa mereka (ternyata) tidak akan pernah datang. Mereka bahkan sudah ada disini (dan) Mereka besar di lingkungan kita. Selamat ber-istikharah…… Wallahu’alam
No comments:
Post a Comment