Monday, December 22, 2008

Dari ibu untuk anaknya

Jika kau bisa memilih, tentu kau akan memilih memiliki keluarga yang bahagia selamanya. Lengkap kedua orang tuamu, ibu dan ayahmu, yang mendampingi sepanjang hidupmu. Senantiasa menemani saat-saat kecilmu, dan membimbingmu menemani masa depanmu. Tempat kau bisa pulang setiap saat, ketika hatimu resah atau jiwamu lelah menapaki kerasnya hidup ini.

Itu jika kau bisa memilih. Tapi kau tak bisa memilih nak..! Kau hanya bisa menerima. Itu bukan salahmu, karena setiap orang pun bisa mengalaminya. Jangan pula kau salahkan takdir. Takdir berbicara hanya kepada orang-orang yang pantas menerimanya. Dan kita pantas, kau juga pantas.

Sekarang, sudah dewasa pula kau berumur. Cepat sekali waktu mempermainkan kita. Sudah tak sanggup lagi, ibu menggendongmu ataupun hanya sekedar memelukmu sekuat yang dulu. Layaknya tunas, kau telah tumbuh dengan akar menghujam dalam. Angin sepoi tak membuatmu terlena, angin badai pun tak membuatmu roboh serubuh-rubuhnya.

Kau tahu diri, kapan saat tersenyum, kapan saat tegar, dan kapan saat menangis. Oh..menangis bukan cengeng nak..! Menangis tidak selalu bermakna kesedihan. Itu adalah suara hati paling dalam, paling tulus dan paling sejati. Karena tak semua orang bisa menangis. Saat lahir saja manusia diharuskan menangis. Lalu, kenapa saat besar tak diperbolehkan menangis?

Betapa indahnya, bisa menatap tersenyum. Kau tak perlu datang setiap hari. Menatap fotomu dan membayangkan dirimu sudah cukup mengobati rindu ibumu. Sesekali datang, secepat itu pula kau pergi kembali. Tapi ibu tahu, kau punya kehidupanmu sendiri. Dan pastinya, kau sedang menuju masa depanmu.

Kemudian kau bekerja. Bekerja membuatmu makin dewasa. Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu melihat anaknya mandiri. Ibu tak pernah meminta banyak dari hasil jerihmu. Tiga ratus, empat, atau lima ratus ribu sudah cukup untuk ibumu. Tentu ini bukan urusan setali, tiga tali uang. Tapi seperti katamu, “aku ingin sedikit membantu beban ibu.” Terima kasih nak..!

Oiya, sekalipun kau sudah punya banyak kaya sendiri. Tetaplah hidup bersahaja. Hidup bersahaja bukan sederhana semata. Sederhana itu harus nak.. jangan kau boroskan hidupmu dengan kesia-siaan. Dan bersahaja itu, adalah mampu membawa diri dimana kita berada. Janganlah kesederhaan membuat susah hidupmu. Hadapilah dengan bersahaja, niscaya kau akan lapang hati dalam menjalani dunia yang makin gemerlap.

Kejarlah apa yang kau cita-citakan dalam hidupmu. Pergilah ke seluruh penjuru dunia jika itu mungkin, lalu lihat dan belajarlah dari sana. Bergaulah dengan beragam jenis orang, maka kau pun akan berhati dan berpikiran luas. Namun, sejauh-jauhnya kau melangkah, ingatlah darimana kau berasal. Dan seberat-beratnya kehidupan, serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Jangan sekali-kali kau tinggalkan agama sebagai pegangan hidupmu, jika kau ingin selamat.

Dan sebentar lagi, ibu tebak kau pun ingin menggenapkan setengah agamamu. Tidak. Ibu tidak sedih. Ibu bahagia. Melihat kau bisa bersanding dengan pilihan hidupmu. Kau keras, tapi lembut. Maka kau mungkin pantas mendapatkan seseorang yang yang lembut tapi keras. Ah, kenapa juga ibu mempersoalkan pasanganmu. Tentu kau lebih bisa melihat seseorang yang cocok untuk dirimu.

Sebentar, kau akan memilihnya sendiri bukan? Kau tidak akan mempercayakan sepenuhnya kepada orang lain untuk menentukan pasangan jiwamu bukan? Nak.. hidup kita adalah tanggung jawab. Kita sendiri yang akan merasakan, dan menanggung akibatnya, bukan orang lain. Sekarang di dunia, atau saat menghadap Sang Pangeran kelak.

Atau jangan-jangan kau tak berani memilih? Tidak perlu kau jadikan takdir sebagai penghalang. Kau menusia baik. Agamamu baik. Jauh lebih baik dari ibumu ini. Kau bisa menghargai manusia lain. Dan manusia yang bisa menghargai, adalah jodoh bagi semua orang.

Jangan melihat seseorang dari apa yang telihat. Apa yang indah, belum tentu indah pula perangainya. Banyak yang hanya siap bahagia, tapi tak siap guncangan mendera. Jelaskan jujur siapa dirimu. Lebih baik kau tertolak diawal, daripada kau merasakan sakit kemudian. Bukankah kau sangat membenci kebohongan dan pengkhianatan?

Ini bukan masalah usia, tapi kedewasaan. Dan sudah saatnya menurut ibu. Ah, lupakan. Kau lebih tahu. Tapi ingat, menunggu itu membosankan. Bukan soal 1, 2 tahun, atau 3 tahun. Dan jika itu kehendakmu, buatlah menunggu itu menyenangkan.

Ibu tak ingin merusak mimpi yang ingin kalian wujudkan kelak. Tapi, jika kau berkenan. Sempatkanlah ibu untuk menginap di rumahmu, ya.. rumahmu atau rumah kalian sendiri. Rumah adalah harga diri, kalian harus mewujudkannya. Tak perlu besar, megah atau lengkap. Dan sebentar saja, ibu tak ingin merepotkanmu. Ibu hanya ingin merasakan, bahwa anaknya telah jadi manusia seutuhnya.

Dan terakhir nak, menjaga itu lebih sulit daripada mendapatkan. Menjaga kesetiaan, lebih sulit daripada mendapatkannya. Menjaga apapun, selalu lebih sulit daripada mendapatkannya. Mungkin akan mudah kau dapatkan, tapi tak akan mudah kau bisa menjaganya. Jagalah, apa yang bisa kau jaga sebaik-baiknya. Jangan kau mainkan sesuatu hanya untuk kepentingan dirimu, karena hidup sendiri sudah permainan. Percayalah, siapa yang menebar benih, akan menuai sendiri hasilnya.

Sudah anakku, cukup semuanya. Dan ibu hanya bisa berdo’a untuk kesholehan, kesehatan dan kesuksesan dirimu. amin.

Selamat Hari Ibu,
Untuk ibuku, semua ibu dan (calon) ibu anakku...


Friday, December 19, 2008

Maryamah Karpov

Apa yang diharapkan oleh pemirsa film Laskar Pelangi ketika tahu bahwa buku tetralogi Laskar Pelangi terbit? Barangkali itulah strategi pemasaran dari buku tersebut, Maryamah Karpov. Berangkat dari film sukses Laskar Pelangi, maka launching buku terakhir tetralogi itupun istimewa. Dikabarkan, sold out di minggu pertama cetakan pertama.

Itulah fenomea lanjutan Andrea, sosok utama yang berada di balik buku tetralogi tersebut. Laskar Pelangi (LP), Sang Pemimpi (SP), Edensor (ED) dan Maryamah Karpov (MK).

Maryamah Karpov, dimana buku ini dalam forum-forum diskusi sastra Andrea selalu mendengungkan didekasikan untuk perempuan melayu menurut saya akhirnya tidak mencapai tujuannya. Apa yang menjadi fokus tetap sisi Andrea, dan sangat sedikit sisi menyinggung tentang perempuan melayu.

Sang judul buku sendiri, hanya terbahas kurang dari satu halaman sebagai Maryamah, penjaga warung tempat ramai orang bernain catur gaya Karpov. Ada juga bahasan perempuan melayu oleh sosok Narmi, remaja putri yang elok bermain biola dua kali seminggu di warung kopi.

Lalu jika yang dimaksud untuk perempuan itu adalah segala daya upaya Ikal mencari A Ling, maka tiada bukan itu adalam roman cinta. Bukan khusus sebuah tribute untuk perempuan melayu.

Jalinan cerita Maryamah Karpov mengalir khas Andrea, dengan beberapa gaya bahasa khas melayu pedalaman. Tentu ini sangat bagus melestarikan khasanah bahasa melayu sebagai bahasa induk dari bahasa indoensia. Sebuah upaya untuk mengenalkan dialog-dialog melayu ke masyarakat non-melayu. Sebuah bentuk aktivitas budaya positif di tengah jawa-centris akut yang melanda negeri kita.

Mozaik bermula dari romantisme keluarga yang sangat memegang petuah bijak orang-orang tua, dengan cara ”dibungkus tilam di atas nampan pualam”. Romantisme sosok ayah dan meloncat ke kisah-kisah akhir penyelesaian tesis Ikal di Eropa. Dan pada bagian sidang tesis master itu buat saya adalah bagian yang paling inspiratif, dan momensial. Tidak mudah mendapatkan beasiswa Eropa, dan yang lebih sulit lagi karena saya pernah diberi sebuah buku tentang bahasan split pricing di jasa telekomunikasi.

Selanjutnya, kisah perjalan pulang ke indonesia hingga sampai di Belitong dan berjumpa dengan kawan-kawan lama. Saat setting berpindah penuh ke Belitong inilah bagian terbesar dari novel ini. Tentang kultur masyarakat melayu pedalaman Belitong yang terbagi dalam beberapa suku bangsa, hingga akhirnya kisah heroik usaha pamungkas untuk menemukan A Ling.

Pada titik menemukan A Ling, adalah rangkaian cerita yang sangat sukar di percaya. Maaf, dari awal pun LP, SP, dan ED bukan murni kisah nyata namun hal-hal disana meski banyak kritik tetap menarik dinikmati tetap dengan kepala rasional.

Sedangkan MK, menurut saya tidak lebih baik dalam membungkus ’segala ketidakmungkinan’ dalam jalinan cerita. Singkatnya, mana yang benar dan mana yang merupakan bumbu cerita. Pembaca sebenarnya tidak perlu jauh mencari tahu apakah ini atau benar. Tapi dengan frame di awal bahwa tetralogi Laskar Pelangi ini seperti perjalanan hidup Andrea sendiri akan dihantui pertanyaan ”apakah ini benar seperti itu?”.

Di bagian awal segalanya terlihat wajar, cerita tentang keluarga, masyarakat, eropa dan Belitong. Setelah sampai pada upaya mencari A Ling, segalanya terkesan masuk dalam ranah ’abu-abu’. Usaha keras membuat kapal, menaikan kapal lanun tua yang karam ratusan tahun di dasar sungai, lalu ahirnya berlayar ke pulau Batuan. Pada bagian-bagian tersebut saya hanya menikmati jalannya cerita, tak bersusah payah berpikir mana bagian yang masuk akal atau kreasi sastra.

Maryamah Karpov juga mempertemukan kembali semua angota Laskar Pelangi Bu Muslimah. Lintang sang jenius menjadi saudagar kopra, dan Mahar benar-benar sangat berhasrat menjadi dukun sakti. Diantara nostalgia laskar pelangi itu, saya menemukan sebuah keanehan. Mungkin salah ketik atau kekurangcermatan Andrea (editor), yaitu saat sepuluh anggota laskar pelangi melihat ukiran tinggi badan masing-masing, dari kelas dua SMP ke tiga SMP ada beberapa tinggi anak yang berkurang. Apakah itu mungkin?

Seperti pada buku-buku sebelumnya, primadona untuk menyajikan rupa-rupa perasaan antara sedih, haru, lucu dan ironi disajikan dalam MK ini. Sampai pada ujung cerita, kisah kelam Ikal tidak mendapat persetujuan bapaknya untuk meminang A Ling, perempuan yang diselamatkannya dengan susah payah dari seberang Singapura.

Akhirnya, anda sendiri lah yang harus membaca untuk menuntaskan tetralogi. Ya..buku ini memang harus dibaca oleh orang yang sudah membaca trilogi laskar pelangi sebelumnya. Tentu menjadi semacam buku wajib jika penonton loyal film laskar pelangi. Buat yang murni ingin menikmati jalinan cerita, kisah sastra di dalamnya, maka gaya Andrea menceritakan liku-liku kultur masyarakat pun patut di acungi jempol. Dan sekali lagi, jangan teralu banyak menggunakan logika realisme karena justru akan mengurangi cita rasa bacaan anda.

Selamat membaca.