Tuesday, October 10, 2006

Bandung, sore hari menjelang berbuka

Melihat Bandung setiap sore hari, saat-saat waktu mengarah berbuka puasa adalah keasyikan tersendiri. Sepanjang jalan-jalan utama, kita akan mendapatkan suasana yang tidak akan didapatkan selain di bulan suci ini.

Ada manusia-manusia yang keluar dari rumahnya untuk mendapatkan menu buka. Mereka menunggu, antri mulai satu jam atau bahkan lebih untuk mendapatkan sebungkus kolak, cendol, cemilan, atau makanan-manakan tradisional. Sungguh tidak masuk akal, jika dilihat bahwa untuk sekedar membatalkan puasa, seteguk air pun sudah cukup. Tapi pasti ada hal-hal lain yang menjadikan setiap harinya, banyak orang rela keluar, antri. Selalu.

Selisik melihat alasan sederhana, membatalkan puasa serasa belum cukup. Maka mungkin ada alasan-alasan lain yang menjadikannya selalu berulang, setiap hari selama bulan puasa.

Lalu, kita akan menemukan manusia-manusia yang memanfaatkan sore hari menjelang buka adalah waktu-waktu rekreasi. Banyak pekerja kantoran juga, sengaja pulang mendekati waktu-waktu buka.

Sambil nunggu buka, menghabiskan waktu bersantai di depan kampus, ruas jalan atau warung-warung tenda.

Untuk yang seperti ini, maka Bandung sore hari menjelang berbuka adalah sabtu malam yang dimajukan dan terjadi selama 30 hari. Apa yang khas dari sabtu malam? Satu, pasangan-pasangan. Atau para kembang bermekaran disertai kumbang yang bertebaran. Dua, mejeng. Itung-itung, sekali kayuh dua pulau terlampaui. Dapat menu buka, sambil JJS (Jalan-jalan Sore). Khas bandung.

Dan sesuai dengan hukum demand-supply, maka kita akan melihat di Ramadhan ini, jumlah pedagang-pedagang makanan buka terlihat makin banyak. Entah, apakah mereka sebelumnya berjualan makanan di siang hari saat tidak bulan puasa, kemudian mengganti jam kerjanya menjadi sore hari. Atau yang sepertinya lebih banyak, penjual-penjual dadakan yang memanfaatkan kesempatan.

Maka, sore hari menjelang berbuka, Bandung akan macet di banyak ruas jalan. Macetnya bahkan melebihi macet Bandung yang disebabkan weekend. Jika weekend lebih banyak disebabkan migrasinya orang-orang Jakarta, maka macet setiap sore menjelang berbuka karena orang Bandung sendiri atas beberapa alasan yang sama.

Memang, selalu saja ada hal menarik di Bandung.

----

foto : http://www.geocities.com/qqsamudra/Macet.jpg

Wednesday, October 04, 2006

tidur pagi hari

Tidur pagi menjauhi rezeki, itu orang jawa bilang. Dan dalam Islam, tidur pagi setelah shubuh sangat tidak dianjurkan. Pun tidak ada alasan pula dalam hal ini, baik di Ramadhan seperti sekarang atau bukan.

Itu pula yang dikatakan DR Hidayat NW dalam sebuah acara di Pusda’i Jawa Barat tempo hari (link). “Setelah salat Subuh, sindir Hidayat, umumnya sebagian Muslim tidur kembali, sehingga "kesiangan" ketika berangkat kerja,” begitu ungkap Mas Dayat.

Nah, sekarang ada pertanyaan lagi, bagaimana kalau tidur paginya itu sebagai istirahatnya? Mungkin saja dia bekerja sepanjang harinya, jam 8 sampai 17, kemudian dilanjutkan mengerjakan tugas lain sampai jam 23, baru kemudian istirahat dan jam 3 bangun lagi.

Bagi orang-orang yang super, tidur 4 jam (+ setiap hari!) mungkin cukup. Seperti dalam rubrik-rubrik, yang dibutuhkan kualitas tidur bukan kuantitas. Tapi haruskah dipaksakan?

Jika kemudian kurang tidur menjadikan seseorang lemas di tempat kerja, berarti tidur cukup penting. Waktu, tidak menjadi masalah mau malam atau setelah shubuh. Hal yang patut dipegang, tidak berlebihan serta tidak meninggalkan kewajiban dan keutamaan lainnya, seperti shubuh di masjid, lalu qiyamulail, atau tillawah.

Dalam hal kaidah prioritas, hal yang wajib lebih ditunaikan terhadap yang sunah. Wajib ketika kerja dan memenuhi semua tugasnya, wajib mencari nafkah, dan wajib menjaga kesehatan. Sedangkan tidur pagi, adalah tentang utama-tidak utama.

Pernah, menelepon seorang alumni-mantan kepala unit mahasiswa terpandang ITB- jam 5.30an. Dari lama telepon diangkat dan suaranya, sepertinya sedang tidur pagi juga. Pernah juga menlepon pagi seorang pengurus teras yayasan islam, pun sepertinya dalam kondisi sama. Keduanya tinggal di kota besar. Dan menurut teman, dunia kerja menjadikan ritme hidup mahasiswa (yang relatif ideal) berubah. Lebih realistis.

Maaf buat yang kurang setuju, bukan mutlak apologi alasan diatas. Secara pribadi, mengusahakan untuk tidak tidur pagi adalah lebih baik. Dan, kalau tidur pagi malah menjadikan semua terlaksana dengan baik, pun bukan sebuah tabu untuk dilakukan. Sederhana.

* bahkan dalam tidur, aku ingin terlihat indah...