Friday, September 15, 2006

sebuah pengantar

Alhamdulillah, segala puji tertinggi hanya untuk Allah SWT, atas kasih sayang-NYA dalam mengarungi kehidupan, termasuk kelapangan-NYA hingga penulis bisa melaksanakan penelitian Tugas Akhir dan menyelesaikannya dengan baik.

Selama mengikuti perkuliahan sampai dengan penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak sekali menerima bantuan, dukungan, perhatian dan hasil usaha dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada :

Kedua Orang Tua, perantara hidupku. Kepada Ibu ku, terima kasih atas segala kasih sayang yang ditumpahkan, do’a yang dipanjatkan.dan suara telepon yang disampaikan. Maaf atas ketidakmampuan mengatasi semuanya. Seandainya, aku bisa lebih berbakti. Kepada Bapak ku, betapa dunia telah berubah. Terima kasih atas semua nasehatnya, dan ternyata hidup bukan masalah perjalanan umur, tapi kematangan berpikir dan bertindak.

Bapak Darwin, selaku Pembimbing TA, guru dan sekaligus partner. Terima kasih atas kepercayaan, segala proses dan aktivitas yang telah, serta yang akan dilakukan.

Ibu Indryati dan Bapak Titah sebagai Dosen Penguji, atas masukan dan semua yang membuat penulis menjadi manusia yang layak menyandang kepercayaan baru.

Bapak Leksananto, sebagai Dosen Wali yang terus memantau, dan sebagai bapak yang selalu menghadirkan suasana rumah dalam pertemuannya.

Bapak Sasono, atas keterbukaan informasi dan masukan-masukannya. Bapak Mumung dan Soetardjo atas data-datanya. Bapak Sahli, atas ketidakbosanannya. Bapak Dicky, Mas Edu, Mas Mulyana, Mbak Reni dan semua pihak di PT KA Daop 2 Bandung yang telah membantu selama TA, tugas kuliah dan KP juga.

Semua guru selama kehidupan ini, atas didikan dan bukan hanya pengajaran. Manusia yang telah menginjakkan kaki kanannya di Surga, dan tidaklah terlalu sulit atas izin-NYA, untuk menarik yang satunya lagi.

Para pemimpin masa depan yang tetap manusia, PPSDMS NF angkatan I Bandung. Sejarah tidak akan pernah terjadi, jika kita tak pernah melakukannya. Kepada Sukma, Ganda, Bustan, Anam, Gortum, Amir dan NGO teman sekamar, ‘ustadz’, Yogi, Ida, Abi, Gayuh dan semua yang pernah berbagi suka, dan suka. Karena memang, duka kita adalah suka kita di sisi lain.

Komunitas Gagak, dan semua kelanjutannya. Bermula dari ‘gubuk derita’, sekarang kita menjadi contoh dinamika yang luar biasa. Dalam perjalanan hidup, kalian lah yang tahu masing-masing kita sejak ‘kecil’ hingga ‘gede’ sekarang. Dan memimpin kalian selama ini, benar-benar amanah ‘tersendiri’. Terima kasih kepada Sang Kakak dan Sang Guru.

Penghuni Acapela’s, tempat kedewasaan itu bersemi. Tempat kepenatan ditumpahkan, tempat mimpi ditapaki, dan juga tempat realitas dihamparkan. Segala denyut dengan Adit, Aan, Rangga, dan yang pernah hadir: Aldi, Eri dan Lucky. Dan juga kepada teman-teman di kawasan Sadang Serang.

Teman-teman TI 2002, ITB 2002 dan ‘bocah’ 2002. Betapa catatan kampus gajah ini tak ada rasa tanpa kalian. Terima kasih atas kepercayaan, jabat tangan dan senyum-senyumnya. Terutama kepada seseorang yang telah menghidupkan kerlip-kerlip hati setelah sekian lama padam.

Kawan-kawan seperjuangan di Gamais ITB, Kabinet KM ITB, MTI dan MITI, serta Tawazun. Torehan aktivitas yang menyenangkan. Bermanfaat, tak harus dengan menjadi orang lain.

Rekan-rekan yang pernah bekerjasama dan berbagi ilmu, mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. Mas Orid atas Powersim (dan pengalaman ‘keluarga’), Mas Ade, Dayat, dan Maya. Semoga hari depan lebih baik lagi.

Semua teman, rekan dan sahabat yang pernah datang dan pergi dalam kebersamaan untuk membuat banyak cerita. Dimanapun kita nantinya, ingatlah bahwa kita pernah membuat sebuah kisah klasik untuk masa depan, menjadi mozaik bagi kehidupan. Mari tidak terlalu larut dengan masalah, tetaplah menjadi bintang di langit.

Akhirnya, zaman tak dapat dilawan dan kepercayaan harus diperjuangkan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Masukan dan kelanjutan dari TA ini sangat diharapkan. Dan harapan terbesar, semoga penelitian ini bisa bermanfa’at sebanyak-banyaknya bagi kita semua.

Bandung, September 2006

Monday, September 11, 2006

bekerja

kenapa manusia bekerja? sebuah pertanyaan yang bisa dijawab oleh orang sesuai dengan tipe atau karakter orang tersebut.

orang pertama, akan menjawab bahwa bekerja adalah untuk mempertahankan hidup. sebuah istilah penghalusan, dan tentu ada istilah yang lebih "jelas", yaitu untuk mencari uang. sederhana, tapi pasti.

orang jenis kedua, akan menjawab bahwa bekerja adalah panggilan manusia. kalau manusia tidak bekerja, dan berarti juga tidak beraktivitas, maka ia bukan manusia. urusan uang, bagi dia akan menjadi pertimbangan, tapi tentu bukan hal utama. bukankah pertanyaannya kenapa bekerja? dan, bukan kenapa berpenghasilan?

dalam tahap lebih, bekerja karena kebutuhan manusia adalah ibadah, sebuah bentuk penghambaan manusia kepada Pencipta. walaupun, biasanya terlupa akibat rutinitas yang terjadi.

orang tipe ketiga, adalah orang yang menggunakan filosofi kebutuhan puncak Maslow, eksistensi. manusia bekerja bukan untuk mencari uang, atau sekedar memenuhi penggilan alam, tapi itu adalah caranya untuk menjadi "aku". sebuah pengakuan akan lahir disana. dan karena pengakuan, maka masuklah aspek sosial disana, priceless. dalam istilah lain, bekerja manurut artian tipe ini adalah kontribusi.

ketiga istilah diatas bukan hal statis un sich, malah seringkali dinamis. selalu ber-elaborasi, tumpang tindih, atau berkombinasi.

bagi orang yang baru memulai masuk di "dunia nyata", atas alasan baik apapun -mulai dari untuk menapak masa depan, supaya lebih banyak bersedekah, atau untuk menggenapi setengah jiwanya-, alasan mendasarnya tidak akan jauh dari tipe pertama. mencari uang. dan itu bukan mutlak sebuah kesalahan.

bagi orang yang sudah lama, bertahun-tahun bekerja sehingga kerja itu sebagai sebuah rutinitas, maka nilai uang mungkin hanya muncul saat-saat periode tertentu, misal saat gajian atau bulanan. dia berangkat atau mulai kerja, karena setiap pagi hari kerja dia mandi, sarapan dan setelahnya bekerja. sorenya pulang, dan besok kembali lagi. bekerja, seperti kebutuhan makan, minum, atau buang air.

dan bagi orang yang berkecukupan (baca: kaya), atau mungkin sudah merasa bercukupan, atau karena sebuah alasan emosional, kontribusi adalah bekerja. jangan memberikan materi macam-macam kepada orang ini. cukup berikan saja pengakuan dan penghargaan.

semua manusia pasti akan melewati fase-fase tiga tipe persepsi manusia tentang bekerja, cepat atau lambat. jadi, bukan pada jenis pekerjaan, tapi bagaimana kita memandang pekerjaan. meskipun, jenis pekerjaan juga mempengaruhi, misal seorang pialang, atau jurnalis.

dan pertanyaannya, seberapa waktu yang kita inginkan untuk menjalani fase-fase itu?

bagiku, ingin rasanya segera melakukan ketiganya. walaupun kadangkala harus memilih, sebab tidak selalu mungkin untuk merengkuhnya bersama. dan dari sanalah, yang aku yakini, sebuah kedewasaan nantinya akan terbangun.